"Kamu darimana aja sih?!"
Aurora langsung menembak pertanyaan saat sahabatnya itu datang beberapa menit setelah bel berbunyi.
"Astaga Ra, aku baru juga sampe." Keluh Binar sambil memukul pelan lengan sahabatnya itu.
"Aw! kok jadi aku yang dipukul sih??"
"Kamu sih, ngegas mulu." Cibir Binar, ia merebahkan kepalanya ke atas meja.
Seakan tak ingin kalah, Auorora juga ikut-ikutan memasang wajah cemberutnya. "Makanya jangan ilang tiba-tiba dong, kamu ngga tau kan pak Maha khawatir banget nyariin kamu." Cerocos Aurora sambil melipat kedua tangan di depan dadanya.
Mata Binar membulat sempurna, ia terkejut, sangat terkejut. Tapi pada akhirnya ia hanya ber-oh ria, pura-pura bersikap tak perduli dengan omongan Aurora. Lalu, ia kembali memejamkan matanya dengan pertanyaan yang sebenarnya menumpuk di kepalanya.
Aurora hanya mendesah pelan, geleng-geleng melihat tingkah laku sahabatnya itu.
"Kalau mau sok nggak peduli itu setidaknya kontrol dong ekspresi mukanya." Sindirnya sambil mengeluarkan buku-bukunya dari dalam tas.
Semenit kemudian Aurora terdiam menatap ke arah sahabatnya itu lalu dengan malasnya ia memberikan susu dan roti ke depan wajah Binar. "Tuh dari gebetan baru kamu." Ujarnya asal.
Binar mengintip, matanya mondar mandir melirik Aurora dan makanan yang ada di depannya. Ia mengerutkan keningnya bingung.
"Ohh, iya." Balasnya singkat, karena Binar tahu makanan itu dari cowok yang semalam bertemu dengannya.
"Kamu tahu ini dari siapa??" Tanya Aurora bingung, sebab sahabatnya itu seperti tidak memiliki rasa ingin tahu sama sekali.
"Hm."
Lagi, Binar menjawabnya dengan singkat. Aurora mendengus kesal, ia mengalihkan pandangannya dari Binar. Sebenarnya ini bukan yang pertama kali Binar bertingkah cuek, tapi entah kenapa rasanya Binar lebih tertutup dari biasanya. aurora berpikir keras, ada apa dengan sahabatnya itu?? Pasti ada alasan kenapa Binar seperti ini.
Derit pintu kelas membuat semuanya sibuk merapikan diri, begitu juga Binar, ia bangun dengan malas.
Suasana kelas sontak sunyi saat melihat bu Dira berdiri di depan sana, ia mengedarkan tatapannya ke semua murid mecari sesuatu, sampai matanya menemukan gadis itu lalu tersenyum lebar.
"Berdiri!" Teriak Binar sambil berdiri diikuti dengan siswa lainnya.
"Selamat pagi bu,"
Bu Dira tersenyum lebar. "Selamat pagi juga,"
Seisi kelas langsung duduk setelah bu Dira duduk di mejanya. Beliau mulai berkutik dengan kertas-kertas yang ia bawa.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
"Ketua kelas tolong ke depan."
Ucapan bu Dira membuat seisi kelas melemparkan pandangan pada Binar yang duduk di pojok kelas.
Dengan langkah malas Binar maju ke depan dan menghadap bu Dira.
"Minta tolong ambilkan kertas ulangan yang kemarin di meja saya ya," ujarnya sambil melemparkan senyum pada Binar.
"Baik bu,"
Binar keluar dari kelasnya dan berjalan menuju ruang guru yang jaraknya lumayan jauh dari kelasnya. Wajah Binar teramat datar sampai adik kelas yang lewat di depannya jadi takut melihatnya. Ia memutar bola matanya malas setiap kali adik kelasnya berbisik tepat di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN
Novela Juvenil"Kamu indah, tapi penuh misteri." - Mahatma Sadewa Binar memiliki trauma yang berasal dari pengalaman masa lalu yang gelap, membuatnya enggan menjalin hubungan dekat dengan pria. Kehadirannya di kelas Maha tampak dingin dan menutup diri, tetapi Maha...