⚠️ TRIGGER WARNING ; RAPE ⚠️
Mohon bijak dalam membaca, apabila terdapat trauma yang bersangkutan dimohon untuk tidak membaca bagian paling terbawah ( dengan font italic )────୨ৎ────
Jam tujuh malam, begitu tenang bagi Binar. Mendengarkan lagu menggunakan earphone-nya, pisang goreng susu dan teh hangat yang menemaninya di atas balkon rumahnya. Ia sedang menunggu kedatangan sahabat satu-satunya, siapa lagi kalau bukan Aurora. Ia ingin konsultasi tentang apa yang sedang menimpanya. Sebenarnya bukan sesuatu yang buruk, hanya saja Binar tidak terbiasa dengan semua ini. Begitu asing baginya.
Setelah mengirim pesan pada Maha, ia buru-buru menelfon Aurora untuk segera datang ke rumahnya. Untung saja Aurora tidak keberatan, kapanpun Binar membutuhkannya, ia akan datang dengan senang hati. Karena Aurora tau, tidak ada siapapun di samping Binar selain dirinya.
Binar masih gemas sekali dengan apa yang ia lakukan. Menerima tawaran Maha untuk jalan, padahal Binar sudah lupa bagaimana caranya.
"Kakak, ada Rora." Teriakan sang Mama membuat dirinya langsung berlari menuju pintu kamarnya untuk menyambut kedatanan sahabatnya.
Aurora menghambur ke pelukan Binar karena begitu rindu pada sahabatnya itu. Padahal tadi pagi mereka sempat bertemu. Aurora menjelajahi wajah Binar dengan tangannya, memeriksa keadaan sahabatnya itu.
"Kamu baik - baik aja kan? Masih sakit ngga? Sudah minum obat belum?" Pertanyaan beruntut yang Aurora lontarkan membuat Mama Binar terkekeh lalu berlalu kembali ke dapur.
"Apa sih, aku oke aja kok." Binar memegang tangan Aurora, menghentikan tangan sahabatnya itu agar tidak menjelajahi wajahnya lagi.
"Yaa aku khawatir lah, kamu bilangnya gapapa taunya pingsan." Aurora mengerucutkan bibirnya kesal, disusul tawa Binar yang begitu lepas.
"Lebay banget, kenapa sih. Aku gapapa, cuman demam aja." Binar langsung menarik tangan Aurora menuju balkon kamarnya. Dengan senyum yang sumringah, Aurora duduk dengan santai lalu mencomot pisang susu yang sejak tadi nangkring di sana.
Binar duduk sambil menatap Nina dengan senyum yang hampir tak terlihat di wajahnya, di dalam sana hatinya bergemuruh kencang. Ia ingin cepat-cepat bercerita pada Aurora, tapi juga ragu takut tidak mendapat respon bagus dari Aurora.
Karena ini pertama kali setelah tiga tahun terakhir ia menerima tawaran laki-laki untuk jalan. Apalagi ini gurunya sendiri, ia masih merasa itu adalah hal yang aneh.
"Aku mau cerita." Binar akhirnya berucap setelah berpikir cumup lama.
"Hm, cerita aja kali. Biasanya kan juga langsung cerita?" Aurora mengalihkan pandangannya, menatap Binar dengan tatapan curiga. Biasanya Binar akan langsung nyerocos gitu aja.
"Aku besok diajak jalan sama Pak Maha dan aku terima." Dalam satu tarikan nafas Binar mengatakan kalimat itu, lalu ia mengalihkan wajahnya. Sedikit gugup menunggu reaksi dari sahabatnya itu.
"Oh, kirain apa."
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
"HAH, APA BARUSAN KAMU BILANG APA?? MAU NGEDATE?? SAMA PAK MAHA??" Suara Aurora yang menggelegar membuat Binar terpaksa menutup mulutnya dengan paksa.
"Kamu gila ya?? Ini udah malem, banyak tetangga lagi. Lagian, engga ngedate cuman mau keluar aja jalan - jalan." Binar melihat ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada tetangganya yang terganggu dengan suara teriakan Aurora.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN
Teen Fiction"Kamu indah, tapi penuh misteri." - Mahatma Sadewa Binar memiliki trauma yang berasal dari pengalaman masa lalu yang gelap, membuatnya enggan menjalin hubungan dekat dengan pria. Kehadirannya di kelas Maha tampak dingin dan menutup diri, tetapi Maha...