Otherside: Passing By

13 3 0
                                    


Cuma sepotong kilas stagnan yang sedang ingin kuingat.

Tidak ada gunanya juga, sih.


-----

"Hendery, itu apa??"

"Itu menara pembangkit listrik."

"Hendery, itu apa??"

"Itu toko bunga."

"Hendery, itu apa??"

"itu orang yang sedang memperbaiki jalan."

"XiaoJun, itu apa??"

"Eh-? Itu bukit."

Kemudian, ia sibuk menunjuk-nunjuk lagi.


***


Hari Minggu ini, tiba-tiba saja Hendery datang dan mengajakku dan Yangyang pergi. Jadilah, sekarang aku duduk di teras toko. Bertopang dagu melihat Yangyang asyik mengekor Hendery yang sibuk memotret ini-itu. Awalnya, aku tak yakin mengikutkan Yangyang ke tempat ramai. Namun, toh, sekarang dia nampak senang-senang saja disini. Biasanya dia takut sekali.


Ah, sudahlah.


"XiaoJun!" Yangyang berlari menghampiri, membuat surai kecokelatannya yang bergombak tersibak angin. Aku mengangkat sebelah alis, "ada apa?" anak itu hanya menyeringai senang, berlari kebelakang kursiku dan mengalungkan kedua lengannya di bahuku. Kamera milik Hendery ia genggam di depan wajahku.

"Lihat-lihat! Ini aku yang foto!"

"Yang benar?"

"Uh-huh"


Dalam layar mungil kamera, nampak bukit penuh sesak pohon di bawah jalan layang ini yang diterpa cahaya matahari dengan begitu apik.


"Bagus, kan?"

"Iya deh, bagus."


Kali ini bukan aku yang jawab. Melainkan Hendery. Kawanku itu menepuk kepala Yanyang pelan.

"Sudah, ah, dari tadi Yangyang main kamera terus. Nih, aku bawa makanan," diletakkannya satu persatu segala macam makanan (aku tak begitu ingat namanya, ada yang seperti tepung bundar tipis dengan daging dan keju menumpuk diatasnya, dan semacamnya) yang biasanya hanya kulihat di iklan televisi kakek tetangga. Argh, Bocah satu ini, bagaimana aku tak makin sungkan dibuatnya?

Namun, Yangyang—sebaliknya—malah melonjak-lonjak kesenangan,

"Horee~! Makaan~!" dicomotnya sepotong roti daging yang ada di nampan

Aku hanya bisa mengulum senyum maklum. Dasar.


"Xiao, ayo kau juga."


"...Eeh..tapi.."


Telapak kanannnya menyodorkan makanan, "sudahlah nggak usah sungkan, 没事"


Dengan terpaksa, tanganku mencuil sepotong roti seperti milik Yangyang. Perlahan memasukkannya dalam mulut. Merutuk sebal dalam hati,

Abandoned StellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang