Page 3 | Penderma Baptis

298 29 1
                                    

Ketika takdir sudah ditentukan, tak akan ada yang dapat mengelak, semua bertekuk lutut dan menerima alurnya. Sekuat apa pun kau berusaha membantah, ia akan tetap selalu mengejarmu; memaksa setiap alur agar terlaksana.

. . .

Ketiga pasang mata itu saling menatap, setiap pandangan memancarkan perasaan yang berbeda, namun menyiratkan pertanyaan yang sama. Hingga salah seorang memutus kontak lebih dulu, berlalu meninggalkan tempat pijakan semula, berusaha untuk bersikap tak acuh. Tak ingin kembali menambah beban pikiran yang telah semula bersarang dalam kepalanya.

. . .

Bae Jin-Young membawa kaki dengan pikiran yang tak sedang bersamanya. Isi kepala pemuda itu melayang pada kejadian yang baru beberapa menit berlalu. Mengingat wajah pemuda yang tadi menatapnya tajam, dengan siratan makna yang jelas ia mengerti. Dengan seringai sebagai nilai tambah mengenai makna yang Jin-Young sudah pahami, turut diberikan sebagai penambah suasana keruh yang terjalin. Ia pun mendengusㅡterkesan meremehkan. Kemudian, kepala kecilnya memutar peristiwa lain yang terjadi bersamaan: seorang lelaki lain menatapnya, tentu dengan pandangan berbeda dengan tatapan yang menyorot sebelum itu. Jin-Young terdiam, menghentikan langkah, lalu berdiri selayak patung; sibuk dengan suara pikiran lelaki tadi yang kembali terngiang dalam otak, "Kau siapa?"

Sarafnya terasa menegang, bersamaan dengan telinga yang berdengung, membuat pemuda ini memejamkan mata sebab merasa aneh. Setelah beberapa saat, ia kembali membuka mata lalu mendengkuskan napas secara kasar, menggerutu terhadap diri sendiri akibat keganjilan yang selalu terjadi

. . .

Sedari tadi Ji-Hoon hanya melamun. Beruntung saat ini kedai lumayan sepi, tidak seramai hari-hari biasa, jadi ia tidak akan terkena amuk pelanggan jika bersikap selayak ini.

Kini, hanya terdapat dirinya di kedai itu setelah pelanggan terakhir tadi. Dae-Hwi ia suruh untuk pulang lebih awal, menemani Samuel yang terlihat kurang baik. Lagi pula, hanya tersisa sekitar tiga jam sebelum kedai mereka tutup. Ji-Hoon merasa dapat menangani pelanggan yang ada selama sisa waktu seorang diri, jadi tidak masalah.

Tiba-tiba langit berubah gelap. Suara gemuruh guntur terdengar, mengantarkan tetes demi tetes air yang mulai berjatuhan secara acak, sebelum akhirnya mulai jatuh secara bersamaan, menciptakan hujan deras yang membasahi kota. Lelaki itu kembali menghela napas.

"Akh..." Secara mendadak, rasa nyeri bersarang di ulu hati Ji-Hoon. Ia pun segera memegang bagian tersebut, menekan dengan salah satu tangan, berharap rasa sakit akan segera reda. Ia mengeryitkan dahi akibat rasa aneh yang terus menjalar di sekujur tubuhnya sedari tadi, dengan yang terparah adalah rasa nyeri barusan. Ji-Hoon mendengkus, dan mulai berpikir negatif mengenai penyakit buruk yang barangkali bersarang pada tubuhnya, sebelum kemudian menggeleng-gelengkan kepala secara bodoh setelah dengan berani menciptakan pikiran-pikiran yang terlalu jauh.

"Tidak! Kau hanya lelah saja," gumamnya menenangkan diri, sambil sesekali memukul-mukul kepala dengan pelan.

Tiba-tiba, lonceng pada pintu kedai berdenting, menandakan ada seseorang yang tengah membukanya. Ji-Hoon pun segera mengalihkan fokus dan pandangan ke arah datangnya suara.

"Selamat datang!" sambutnya, lalu menghampiri sosok pemuda yang baru saja memasuki kedai. "Park Woo-Jin?" Alisnya berkerut setelah mengenali siapa pemuda itu. Pemuda dengan jaket hitam dan sebuah lipatan payung basah yang kini diletakkan pada tempat lipatan payung lain berada: Woo-Jin. Pemuda itu kontan menatap ke arah Ji-Hoon dengan senyuman, kembali menampilkan gingsul manisnya.

[✔] Vampire (The Curse Creature) [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang