STORY 3 - Balon Merah di Perempantan Jalan

33 2 0
                                    

Jika 'Perempuan di Bawah Kasur' adalah yang pertama kali membagikan kisahnya padaku, maka sosok yang satu ini adalah roh penasaran yang pertama kali membuatku trauma sekaligus menjadi titik balik di kehidupanku saat ini.

Well, semuanya terasa normal pada pagi itu—beberapa hari setelah aku mengetahui kemampuanku.

Aku berangkat ke sekolah bersama sahabat dekatku, Clara, seperti biasanya.

Memang, suasana diantara kami sedikit canggung karena beberapa hari lalu kami sempat berkelahi. Kuakui itu bukanlah perkelahian yang biasa, bahkan akibat kejadian itu Clara hanya berjalan di sebelahku tanpa berkata apapun.

Aku tahu tampaknya dia masih kesal denganku.

Di jalan, aku mencoba untuk berbincang dengan Clara. Namun, ia benar-benar mengabaikanku. Keberadaanku seolah hilang bak gumpalan asap putih yang tersapu gulungan angin.

Hanya terdengar langkah kaki kami saling bersahut dalam kebisuan.

Senin... Selasa... Rabu...

Tanpa kusadari, perjalanan tanpa suara sudah menjadi rutinitas yang selalu kami. Pertemanan antara aku dan Clara juga sudah merenggang.

Aku sudah tidak lagi mempedulikan keberadaan Clara, begitu pula dengannya.

Terpaut cukup jauh darinya, kulangkahkan kakiku dengan malas melintasi trotoar jalanan. Tidak ada suara dari sahabatku tersebut, sama seperti hari-hari sebelumnya. Ia juga sudah jarang menjemputku untuk pergi bersama ke sekolah.

Yah, mungkin dia sudah memiliki teman-teman lain yang lebih 'waras' dariku.

Clara melewati lampu penyebrangan yang sudah berubah menjadi merah kala aku sampai di depan benda itu.

Dia menghentikan langkahnya sejenak. Membalikkan badan dan menungguku.

Aku yang bertemu pandang dengannya, tersenyum. Sayang, dia tidak menggubrisku sama sekali.

"Haahh~!" aku menghembuskan nafas panjang.

—Pagi itu adalah pagi yang tenang, sebelum kejadian mengerikan itu terpatri ke dalam ingatanku.

Aku masih ingat betul bagaimana sosok itu menampakkan dirinya pertama kali.

Dari kejauhan, tiba-tiba saja seorang anak berusia enam tahun berlari kencang mengejar sebuah balon merah yang terbang mengarah ke jalan protokol.

Aku hendak berteriak dan memperingatinya, namun belum sempat suaraku keluar—anak itu tersandung.

Veysteria (A Ghost Diary)Where stories live. Discover now