STORY 1A - BRIAN: Sahabat Ghaib Pertama (I)

94 4 5
                                    


Namanya Brian. Dia adalah sahabat tak kasat mata pertama yang aku miliki. Bahkan hingga sekarang, ia masih menjadi teman karibku.

Aku ingin sedikit bercerita tentang pertemuan kami.

Semuanya dimulai saat aku berusia lima tahun.

Saat itu, aku dan ibuku tengah pulang dari rumah sakit. Aku ingat betapa khawatirnya ibu kala ia mengetahui diriku mengalami demam tinggi selama beberapa hari.

Awalnya ibu mengira jika aku terkena penyakit demam berdarah dengue. Namun ketika berkonsultasi, dokter menginfokan bahwa tidak ada yang salah dengan tubuhku. Untuk berjaga-jaga, pihak rumah sakit memintaku menginap setidaknya untuk satu hari.


*****


—[ Jumat malam, 13 April 20## ]—


Hari itu adalah hari ulang tahunku. Sebenarnya cukup menyedihkan karena paginya aku harus merayakan ulang tahun di rumah sakit. Namun karena aku terus merengek sepanjang hari, dokter akhirnya memperbolehkan aku untuk pulang ke rumah pada malam harinya.

Di perjalanan menuju rumah, aku duduk bersandar di kursi belakang mobil sembari membalut tubuh dengan selimut. Di sebelahku, aku masih ingat ibu membelai rambut sembari membujuk anak semata wayangnya agar berhenti merajuk. Akan tetapi aku benar-benar mengabaikannya.

Aku ingin teman-temanku datang dan memberikan ucapan serta kado. Aku ingin memaki gaun putih cantik—seperti yang dikenakan oleh Clara di hari ulang tahunnya.

Kenyataan bahwa ulang tahunku hari ini tidak meriah membuat suasana hatiku kacau balau!

"...Ibu janji, nanti Minggu kita akan rayakan ulang tahunmu!"

Ucapan yang keluar dari mulut ibu berhasil menenangkanku. Kutatap ibu dengan mata penuh binar. Senyumnya yang begitu manis membuatku yakin kalau ia takkan mengingkari perkataannya.

Dengan senyum lebar, aku kembali bersandar dan menatap jendela mobil. Aku menggumamkan alunan lagu bahagia yang mewakili perasaanku.

'Yey! Besok aku akan memberi tahu teman-teman agar datang ke pesta ulang tahunku!' batinku bahagia.

Ketika mobil yang kutumpagi melintasi sebuah rumah tua berjarak tidak jauh dari tempat tinggalku—aku melihatnya.

Aku melihat sesosok anak lelaki yang usianya sebaya denganku. Dirinya berdiri di bawah lampu jalan. Kulitnya hitam legam. Ia mengenakan kaos oblong putih dengan setelan celana hitam kusam selutut. Tatapannya lurus ke depan. Kosong dan menyedihkan.

Veysteria (A Ghost Diary)Where stories live. Discover now