Aku ngga pernah tau darimana asalnya sebuah cerita ditulis hanya karna kita melihat suatu objek. Terlalu banyak kata membuat ku bingung harus memilih diksi yang tepat untuk mendeskripsikannya.
Bukan karena apa. Hanya, aku kurang percaya diri untuk berkomunikasi. Tanpa arahan dan tujuan pun aku bisa berkata-kata.
Ku raih kamera DSLR milik ku yang sudah dua tahun lebih kurang ini ku gunakan untuk menangkap objek yang bisa ku ceritakan lewat dari sebuah gambar.
"Niaraa..!!"
"Iyaa, sayaa.."
Dan lagi, tante Lusi selalu saja memanggil ku dikala aku masih bersantai memeriksa hasil jepretan ku hari ini di belakang rumah. Tak akan ada habisnya jika sudah menjajaki area itu.
"Ini ada kue pesenan bu Rohma tolong kamu antar ya. Tante sibuk mau bikin pesenan yang lain lagi" tante Lusi menyodorkan kertas bertuliskan alamat rumah bu Rohma. "Kamu tau kan ini dimana?"
Aku mengangguk dan mengiyakan suruhan tante ku satu-satunya. Adik mama yang paling cantik.
Rumah kami berada di sebuah komplek perumahan dimana mayoritasnya adalah pekerja kantoran. Tetapi om ku adalah seorang dosen.
***
"Assalamu'alaikum, bu Rohma.."
Tidak ada tanda-tanda seseorang akan keluar dari pintu itu. Pintu jeruji besi masih tetap berada pada tempatnya.
"Assalamu'alaikum bu Rohmaa.."
"Wa'alaikumsalam.. - eh Ara.. Pesenan kue ibu ya.."
Bu Rohma mendatangi ku dengan wajah yang sumringah dan tergopoh-gopoh karena tubuh nya agak sedikit gemuk.
Aku memberikan bungkusan kotak kue yang telah disiapkan oleh tante tadi dan sekaligus menerima bayaran dari bu Rohma.
"Makasih ya bu Rohma.." Senyumku merekah bagai bunga teratai yang sedang mekar.
"Eh ibu loh yang makasih, sesuai tepat waktu dibikinnya"
Aku pun pamit pulang dan tak sabar untuk kembali pada kamera tersayang ku.
Saat aku menuju pagar itu, sesekali aku membalikkan badan menoleh ke arah bu Rohma yang masih saja meminta ku untuk menyampaikan salam pada Tante ku.
*Brukk
"Aw.. Kaki ku.."
Ku dengar langkah bu Rohma menghampiri ku dan ternyata di depan ku telah terduduk seorang lelaki dengan tas gunung yang tengah menimpa kaki kanan ku.
"Ya ampun Rohid, Ara, kok bisa tabrakan sih??"
Aku dibantu bu Rohma untuk bangkit dan menyungkirkan tas sialan berat itu. 'Apasih isinya!', pikirku.
"Ini siapa sih, ma. Jalan kok ga bener gitu."
Ku tatap mata nya seakan tidak terima mengapa menyalahkan ku begitu saja tanpa intropeksi diri.
"Ya maaf, kan aku ga sengaja." Aku pun berdiri dengan kaki kanan yang terlihat sedikit pincang.
Bu Rohma menjadi penengah antara aku dan dia. Dan saling menatap kami bergantian. "Sudah ya sudah, Ara, kamu pulang ya istirahat. Nanti kaki nya jangan lupa di urut. Maaf'in anak ibu ya.."
Aku cuma bisa nyengir ke arah bu Rohma, "Iya bu, tidak apa-apa. Ara pulang dulu ya, bu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam.."
Ku lihat lagi ke arah mereka yang memasuki rumah dengan saling menuntun.
***
Ku lihat kaki ku sedikit biru karena tertimpa oleh tas itu. "Kayanya dia bawa batu deh. Keras gitu di tas nya. Gila, parah, sampe gini!"
Tok tok
"Iya masuk.."
"Mbak Ara kenapa tuh kakinya??
"Ga kenapa-kenapa, Gio. Jangan kasih tau tante, ya?"
"Bilang dulu kenapa! Mbak Ara jatuh?"
Ku lihat Gio berpangku tangan dengan menyenderkan tubuh nya pada sisi pintu coklat ku.
Ku berani kan diri untuk bertanya. Karena sesuai pribahasa, malu bertanya, sesat di jalan. "Kamu tau gak laki-laki yang di rumah bu Rohma?"
"Tau."
"Siapa??"
Gio memicingkan matanya dan tiba-tiba duduk bersila di depan ku. "Emangnya kenapa mbak?"
"Pengen tau aja, mbak." Aku sedikit menaikkan alis seperti acuh tak acuh tapi kepo!
"Tapi mbak harus nemenin aku besok ke lapangan futsal dulu!"
"Loh, kenapa?! Kok gitu?"
"Mbak kan lusa tuh ngampusnya, yaudah temenin emang kenapa?"
"Yaudah iyaaa!"
Dan lagi, ternyata dia ada maunya makanya mampir ke kamar. Oke, cuma nemenin doang, duduk, selesai! It's simple!
Drrtt
Nina
P
14.00 PM
ReadAra
Kenapa, Na?
14.01 PM
ReadTtb, 17 Sept' 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Lens
Teen Fiction[On Going] Niara yang hanya seorang yatim piatu bisa mendapatkan perhatian dari seorang pendaki. Hijaber yang baby face itu telah mengambil alih perhatian pria itu dengan lensa nya. "Aku belum pernah mengatakan hal penting apapun kepada seorang pria...