Sudah dua hari ini aku membawa barang-barang baru untuk camping ke pantai bersama teman-teman se club. Baru aku tahu kalau tujuan acara ini sebenarnya untuk merefreshing kami untuk acara kampus beberapa hari lagi.
Setelah sekian lama kami berberes ini-itu membuat persiapan di kampus, membuat kami stuck dan gusar. Takut akan berbuat kesalahan.
Ku putuskan untuk sekedar berkeliling di taman fakultas untuk merenggangkan sedikit otot-otot ku. Sendiri. Ya, kali ini tanpa Nina.
Entah kenapa surat ini selalu aku bawa kemana-mana. Padahal, bisa saja aku ke rumah nya. Memberikan surat ini secara langsung, atau menitipkan nya pada Gio.
"Melamun aja, masih pagi ini." dia melihat arloji nya dengan seksama. "Masih jam delapan."
Aku gelisah. Tidak tahu harus apa. Tangan ku naik turun seperti merapikan hijab ku. Padahal aku yakin tidak sedang berantakan.
"Duduk dulu, kali." aku mengikuti nya, dia duduk di bangku taman yang memanjang ke samping. Aku mencoba untuk memecah kecanggungan ku, "Ngapain kesini?"
"Emang nya kenapa? Wajar, dong. Atau jangan-jangan ..." tangan nya menunjuk ke atas, mata nya memandang ku dengan niatan menggoda.
"Emang ga ada kelas?" aku masih bertanya dengan nada datar. Ini tidak bisa dibiarkan, jantung ku semakin tidak karuan.
Dia seperti berpikir sejenak, "Ada ga, ya? Kaya' nya sih ada"
"Kok gaje, sih??"
Dia tertawa. Tepatnya menertawakan ku. "Eh, by the way, gimana?"
Aku menoleh ke arah kanan, tepat dia duduk. "Apanya, gimana?"
"Ya jawaban surat ku, lah. Apanya lagi, coba?"
Aku mengangguk pelan, "Kebetulan aku bawa. Tapii .. Harus dibuka di rumah."
"Oke."
Ku serahkan surat itu. Semoga dia tidak menertawakan ku di situasi keheningan nya nanti.
Taman terlihat sepi pagi ini. Biasanya tidak seperti ini. Tapi bagus lah, aku tidak repot-repot menahan malu karena duduk berdua dengan Rohid sekarang.
"Ini aku simpan. Nanti malam aku buka." tiba-tiba dia menyodorkan ponsel nya pada ku. "Simpan nomor mu di kontak ku, aku akan mengabari mu nanti malam. Jika sudah ku baca tentunya."
Ku raih ponsel itu, ku ketikkan beberapa digit angka milik ku. Tertera disana, 'Niara Tetangga mu'.
"Apa nama nya?"
"Niara."
Dia mencoba mengetik sesuatu disana. Dan seketika ia melihat ku heran, "Niara Tetangga mu??"
Ia menunjukkan layar ponsel ke wajah ku, "Iya. Kenapa?" dia hanya menggeleng dan menyimpan kembali ponsel nya.
Hening beberapa saat. Hanya hembusan angin yang sejuk mengayun-ngayunkan helai demi helai daun pepohonan.
Dia menghembuskan nafas berat hingga terdengar oleh indra pendengar ku. Tiba-tiba dia beranjak dari tempat duduk nya. "Ya sudah kalau gitu aku balik dulu. Bye!"
"Bye." ucapku sambil melambaikan tangan dengan ragu-ragu.
Beberapa detik kemudian dia berbalik badan, "Eh iya!"
Aku yang masih melihat nya dengan bingung, hanya mengernyitkan alis ku. "Hah?!"
"Aku kesini karena ga sengaja liat kamu." ujar nya sambil tersenyum dan berlalu.
Ya ampun manis banget senyuman nya, adik nya Zayn Malik bukan, sih???
Aku memutuskan untuk kembali ke kelas menemui Nina. Aku tidak ingin beberapa pasang mata mulai mencurigai ku karena ada kelainan jiwa senyum-senyum sendiri.
Saat di lorong, banyak ku lihat dari mereka tengah sibuk untuk project kampus by Dito. "Ra!"
Aku menoleh ke belakang mencari sosok si pemanggil. Tubuh ku diam di antara puluhan mahasiswa/i di Fakultas ini tetapi mata ku liar mencari.
Aku memegang frame kacamata dan menundukkan pandangan dan mencuek mata ku yang mulai berkeringat. Seperti nya lensa kacamata ini harus diganti dan mulai memeriksakan mata ku lagi, batin ku.
Seseorang melambai-lambaikan tangan nya di sudut sana. Aku pun membalas nya dan bergegas menghampiri nya.
"Eh, lama banget kesini nya. Dari tadi juga. Bentar, ya! Ada yang mau ngomong sama kamu."
"Siapa, Kak?" tanya ku.
Kak Riri mulai merapikan beberapa buku nya dan membolak balik beberapa lembar halaman yang kuduga dia tengah mencari sesuatu benda di sana.
"Hai. Udah lama?"
Dito terlihat ngos-ngosan sehabis berlari. Di seragam warna hitam UKM Fotografi nya tidak terlihat ada bercak keringat disana. Wajah dan jambang nya yang basah menandakan ia baru saja mencuci wajah nya.
"Enggak, kok, Bang. Ba-arusan." jawab ku ragu-ragu.
"Bagus, deh. Thank's ya, Ri. Aku tadi ngubungi dia ga bisa, ngejumpain Nina tapi katanya ga tau, ya udah jadi nya nitip ke kamu aja kalau ngeliat ni anak." ujar nya panjang lebar. Dan heran nya mengapa ia tidak menanyai ku langsung? Mengapa secara tidak langsung seperti ini, sih?
Aku hanya menggaruk-garuk kepala ku yang tertutup pashmina itu. "Iya, Bang, maaf. Tadi aku ke taman." aku melemparkan senyuman maut agar dia tidak menceramahi ku lagi.
"Nih, konsep buat project. Entar di bahas lagi waktu camping. Eh, Rohid udah bilang ke kamu, kan? Soalnya yang diundang hanya beberapa orang aja." ucapnya.
Lah, bukannya semua yang terlibat, ya? ucap ku dalam hati.
"Oh, iya Bang. Udah, kok." jawab ku singkat.
Setelah perkuliahan usai hari ini, aku segera ke halte depan menunggu beberapa angkutan yang melewati simpang komplek rumah Tante.
Seseorang berhenti di depan ku, sepeda motor itu ... Rohid?!
"Pulang, kan? Yuk!"
Semua orang di halte ini memandangi ku iri, membuat ku malu. Tapi, jujur saja aku memang sedang tidak mood naik angkutan hari ini. Aku mengangguk dan segera naik.
Dia menyodorkan ku helm mini untuk ku pakai. "Pakai, nih." aku segera meraihnya dan langsung pakai.
Dia kaya' gini bawa motor?? Kencang banget, ya ampun!!
"Kalau mau pegang, pegang aja!! Entar jatuh, loh!" teriak nya dengan melawan arah angin.
Daripada aku jatuh, nyari aman aja lah. Hitung-hitung bonus, kan? Aku tertawa dalam hati dan segera meraih jaket kulitnya.
Setelah sampai rumah, dia melihat ku dengan tatapan yang intens.
"Apa? Oh, ini. Makasih, ya." ucap ku sembari memberikan helm itu.
"Iya." jawab nya dan senyum itu lagi tengah membasuh wajah ku di siang yang terik ini. "Yaudah aku masuk dulu."
Dia menghidupkan mesin motor nya dan kembali ke rumah nya.
Tante yang menyadari bahwa aku pulang sendiri merasa heran. "Loh, kok ga sama Gio?? Gio mana??"
"Em katanya Gio ada urusan hari ini Tante. Jadi ga bisa jemput."
"Ah, dia ga bilang sama Tante. Bentar, ya, Tante telpon dulu."
"Ara masuk kamar dulu, ya, Tante." Aku pergi meninggalkan Tante yang masih bersantai ria di ruang keluarga.
Sesampai di kamar, ku dengar handphone ku berdering. "Nomor tidak di kenal??"
tbc
Mei 18, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Lens
Ficção Adolescente[On Going] Niara yang hanya seorang yatim piatu bisa mendapatkan perhatian dari seorang pendaki. Hijaber yang baby face itu telah mengambil alih perhatian pria itu dengan lensa nya. "Aku belum pernah mengatakan hal penting apapun kepada seorang pria...