Cinta bisa membuat kita lupa akan cinta itu sendiri. Bagaimana tidak? Cinta yang hanya menawarkan kebahagiaan dan kenyamanan tidak pernah berkata; "Aku adalah mimpi buruk" bagi pencintanya. Salahnya cinta? Tidak! Pencintanya lah yang salah.
Alam ini benar-benar di isi oleh hal-hal yang akan membuat mu tenang, lepas dan bahagia. Rumput hijau nan luas, kebun-kebun bunga smeraldo yang kian tertata, dan para kupu-kupu yang melintasi pandangan kita. "Sungguh! Ini benar-benar euphoria" ujarku di dalam hati.
Tapi ada sesuatu yang membuatku tertarik dengan wujudnya. Sebuah bangunan kayu tua yang letaknya diatas bukit di belakang kebun-kebun bunga smeraldo, ukurannya yang tidak besar membuat ia hanya terlihat seperti tempat untuk meletakan barang yang sudah tua atau rusak. Dengan penuh rasa penasaran aku mendatanginya, di temani angin yang berhembus dari belakangku.
Sesampainya aku di depan bangunan tua itu, entahlah aku merasakan sesuatu yang dulu pernah menuliskan garis di ingatanku, garis yang benar-benar bersinar sekaligus menyakitkan. Perlahan-lahan aku membuka pintu bangunan itu, dan aku melihat sebuah Grand Piano berwarna cokelat yang sudah tua, dan setangkai bunga smeralro yang tepat berada di atasnya. "Kenapa?" pikirku — "Apa grand piano tua ini pernah menuliskan kisahnya di kepalaku?" — Aku semakin mendekatinya perlahan sampai tepat di depan tuts keyboardnya. Di sana terdapat sebuah kertas yang sudah lapuk, warnanya pun sudah agak kecokelatan. Kertas itu bertuliskan "Requiem (Mozart) The Requiem in D minor, K 626 mass by Wolfgang Amadeus Mozart" dan notasi-notasi balok yang sudah sedikit kusam.
Pada waktu itu, aku merasakan sesuatu yang fatamorgana, sontak saja bagian-bagian tubuhku merasa bersemagat dan bergembira, kesepuluh jari tangan ku meyuarakan kehadirannya ke atas tuts keyboard grand piano itu. Aku merasakan sesuatu yang tidak bisa ku jelaskan secara lisan, sesuatu yang tidak butuh alasan. Jari-jari ku menari-nari dengan elegan di atas tuts hitam-putih sang grand piano, Mozart Requiem yang ku mainkan terasa menenangkan, membuat kepala dan seluruh tubuhku menikmatinya. Sungguh, ini sebuah pertunjukan tunggal yang membuat diriku kembali hidup.
Sesampai nya aku di pertengahan lagu, tiba-tiba saja suasana di bangunan ini menjadi gelap, yang tadi nya cerah kini berubah menjadi merah pekat, bersama bayangan-banyangan hitam sendi-sendi bangunan. Tekanan udara ruangan pun terasa semakin berat, "Ada apa ini?" pikirku. — Akupun berhenti memainkan jari-jariku, suasana terasa semakin menakutkan. Dengan sangat tiba-tiba ada sebuah obor api yang dilemparkan dari sebelah kanan ruangan, melintasi penglihatanku, dan berhasil mengenai sang grand piano, dan membuatnya terbakar perlahan sampai kobaran api semakin membesar dan memakan sang grand piano dengan lahap. Aku sangat ketakutan pada saat itu, aku panik dan mengambil kertas tua yang berada diatas tuts keyboard sang grand piano dan menjauh.
Sungguh, aku tidak bisa menahan rasa takutku, aku merasa aku sedang mengingat kejadian yang amat kelam dihidupku. Sambil memeluk erat kertas tua itu, aku menangis sejadi-jadinya, berteriak sekeras-kerasnya, hingga tanpa sadar semua ini terbawa ke alam lain, ke alam di mana aku tumbuh dengan rasa traumaku.
Di alam ini diriku belum juga kembali pulih dari kesedihan yang amat dalam itu, sampai aku tidak sadar ada seseorang yang memelukku erat, sambil terisak-isak menahan tangisannya.
"Jangan! Tolong jangan bakar cintaku!" ujarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merayakan Kekalahan
Historia CortaAnita Fitriana Sari adalah nama seorang perempuan yang benar-benar nyata. Sungguh setiap bagian cerita yang akan kamu baca adalah sekedar imajinasi yang disusun dengan sedikit potongan-potongan kenyataan yang nantinya akan saling mengisi ingatan-ing...