[01] Masuk Sopan, Sambutan Berkesan

28K 1.4K 149
                                    

Beda kelamin memungkinkan timbulnya cinta. Kalau beda usia, akan beda juga pandangan ke depannya. Jadi, yang beda kelamin dan beda usia nggak akan bersatu dalam visi yang sama.

🔆🔆🔆

Selawe adalah angka yang menyebabkan Bunda kelimpungan mencari menantu. Bunda percaya pada pepatah Jawa yang mengatakan selawe sebagai seneng-senenge lanang lan wedok. Masa seharusnya ada pernikahan karena di saat itulah umur yang pas mengawinkan dua kelamin.

Mengutip bahasa orang seberang, Bunda dengan bangga menyebut usiaku sebagai golden age. Bak sawah yang akan dibajak, aku telah siap ditanam supaya bisa segera memanen bulir padi. Bundaku memang keterlaluan. Sayangnya, aku hanya punya dia. Aku harus menerima Bunda sepaket dengan sikap tak menyenangkannya.

”Bukannya tiap bulan juga Bunda menjodohkan kamu.”

Anand menyentil gelas mama papa pemberianku dua tahun yang lalu. Laki-laki berkaus V neck itu tidak percaya pada kegundahanku. Mungkin itu wajar karena yang kusampaikan tadi adalah cerita lama. Aku telah sering dijodoh-jodohkan oleh Bunda dengan bermacam karakter pria. Yang kali ini paling memukul batinku. Bunda kukuh sekali dan nyaris memaksa. Aku tak diberikan kesempatan untuk menjeda promosinya. Tadi malam kami bertengkar hebat hingga aku hampir mendorong tubuh Bunda.

Bunda mengultimatum bahwa aku bisa menolak calonnya yang terakhir ini hanya jika membawa lelaki pilihan sendiri. Satu-satunya pria di lingkup pergaulanku hanya Anand. Lelaki yang saat ini tengah menjulurkan lidah akibat terbakar oleh kopi di gelasnya sendiri.

”Sudah dibilang masih panas diseruput juga.” Aku berdiri untuk mengambil air dingin. ”Ini minum.” Sebuah cangkir plastik kuangsurkan kepadanya.

”Fel, tahu Ayuni nggak?”

Sudah deh, mulai lagi ngomongin cewek.

”Cantik?”

”Ya, jelaslah. Cuma cewek cantik yang terperangkap ke mataku. Ayuni mahasiswa Bahasa Inggris BP 2018. Bening banget, Fel. Pernah lihat nggak?”

”Enggak. Ngapain juga anak Bahasa Inggris ke tempatku?”

”Mungkin kalian pernah papasan di pendopo, di parkiran, atau di kantor jurusan.”

Aku me-rolling  bola mata.

”Terus?”

”Dipacarin enak kali, ya?”

Kulemparkan diktat kuliah ke mukanya. Dia menghindar dengan gesit lalu meminum kopinya lagi. ”Selalu kemanisan.”

”Ngomong sana ke orangnya. Apa kamu cuma bisa bilang suka, tapi nggak berani nembak?”

”Nembaknya mah gampang. Aku cuma nggak mau saat punya pacar, kamu nggak ada teman lain. Kalau sudah punya pacar, aku lebih banyak waktu untuk pacar. Sekarang mumpung sedang kosong, kamu bisa manfaatkan aku sesuka kamu.”

”Ya sudah bawa sini sepatu yang aku belikan minggu lalu.”

”Nike under  dua puluh juta itu? Tidak bisa. Kamu sudah memberikannya jadi itu punyaku.”

”Tapi nggak pernah kamu pakek, Anand. Sini lagi aku jual. Uangnya bisa aku manfaatkan.”

”Manfaatkan aku untuk urusan lain. Sepatu yang sudah aku pakai, nggak bisa dibalikin lagi. Enak saja.”

”Kamu anak orang kaya, sepatu kayak gitu aja masih minta aku.”

Dia tertawa memukul-mukul tangan ke kasur.

Pernikahan Singgah (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang