[08] Pelan-Pelan Cinta Merasuki Hati

5.2K 634 81
                                    



🍜🍜🍜

Dua mata saling pandang tanpa aksara. Saat seperti ini terjadi komunikasi batin sehingga perasaanku setahap lebih maju dari debar biasa-biasa saja. Aku menikmati tiap jilid proses jatuh cinta. ~Fela~

🍜🍜🍜

±62853778xxxxx
Ibu Pustaka yang galak  kesayangan mahasiswa, purnama di Padang berganti derasnya hujan nih.

Nggak dibaca?

Baiklah. Kamu tunggu kedatanganku sehabis wisuda. Aku pasti bisa menemukanmu.

Berharap ada kamu di hari bahagiaku, Beb.   😘

Aku hanya membaca pesan-pesan Anand dari papan notifikasi. Akhirnya mahasiswa tua itu wisuda juga. Ia seakan-akan menungguku keluar, lalu menyusul hengkang. Dan itu pasti menjadi alasan terakhir seorang Aditya Nanda Pradipta.

Tuhan, aku rindu senyuman si tengil.

”Fela, kenapa tidak makan? Ada pesan dari Bunda?”

Aku menaikkan wajah dari tunduk.

”Kamu senyum sendiri. Itu pesan dari Bunda?”

Tanpa ragu aku mengangguk. Kebohongan untuk pertama kali. Errr  ... bisakah ini disebut sebagai awal? Sebenarnya aku berbohong sejak awal. Pada umumnya, selalu terjadi rantai yang membuat seseorang melakukan banyak dusta untuk menutup ketidakjujurannya.

Jika ada yang tahu cara cepat menghapus cinta pertama, tolong bantu aku melakukannya. Menjadi istri tidak lantas memudahkan proses ini. Aku memang telah bertekat membuka hati, tetapi serangan Anand berbentuk pesan receh menghapus rencana yang telah tersusun beberapa lapis usaha.

”Bagaimana rasanya tinggal di Pekanbaru?” Mas Nata memulai sesi obrolan setelah mengosongkan piring.

Kami berada di sebuah restoran hotel Jalan Riau. Tempatnya tak begitu jauh dari rumah. Keadaan di luar yang membuat suamiku memilih pemberhentian ini. Semenjak malam pertama dahulu, kami belum berkesempatan duduk berdua seperti ini. Setelah malam itu, Mas Nata pergi menghadiri seminar.

”Kotanya tidak berbeda jauh dengan Padang mungkin karena bertetangga. Di rumah dengan Mama bikin Fela betah. Banyak hal yang membuat kami sibuk. Mas Nata jangan khawatir jika Fela minta dipulangkan ke rumah Bunda.”

Mas Nata dan senyuman yang terpahat indah. Mama Marsya tidak berlebihan ketika memuji ketampanan putranya. Derajat rupa Mas Nata berada pada 98 persen. Angka itu termasuk kepribadian baik yang tampak sejak mengenalnya. Sisa dua persen sebab tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini semalaikat apa pun penampilannya.

”Mas mengajak kamu ke sini sebetulnya ingin menyampaikan hal penting.”

Penilaianku usai setelah Mas Nata mengajakku kembali ke topik. Aku segera minum dan mengelap bibir untuk membersihkan sisa makanan. ”Bicaralah, Mas.”

”Kita menikah bukan karena cinta, right?”

Aku cukup mengangguk kecil.

”Kita perlu usaha yang kuat agar pernikahan ini lancar. Betul?”

Aku yakin seperti inilah cara Mas Nata berkomunikasi dengan muridnya. Aku menggoyangkan kepala bawah dan atas.

”Apakah kamu menjalin hubungan dengan seseorang sebelum kita menikah?”

Pertanyaan itu harusnya diucapkan sebelum lamaran. Telat sekali menanyakannya sekarang. Namun, meski Mas Nata bertanya sebelum nikah, jawabanku tetap sama.

Pernikahan Singgah (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang