Kamu Memang Pemilik Hatiku, tapi Dia Pemilik Masa Depanku
💔💔💔
Kita tidak punya kisah cinta. Kita sahabat selamanya. Kepadamu sebuah selamat tinggal pun tak mampu kuucapkan karena perasaan yang tak pernah kuungkapkan kepadamu ini memiliki ego yang tinggi. Ia tak ingin melihatmu dengan yang lain.
💔💔💔
Perpustakaan adalah surga sebab di sana banyak buku yang memanjakan jiwa. Sejak sering diolok anak haram, anak yang punya ibu perempuan tidak baik, dan banyak lagi istilah, aku mulai menjauh dari lingkup pergaulan teman sebaya. Buku adalah pengalihan. Aku menemukan hidup yang baru di sana. Banyak orang yang mengalami nasib serupa kutemui dalam lembar demi lembar cetak tersebut. Tak jarang aku hanyut hingga tanpa sadar mengusap butiran bening yang jatuh dari mata.
”Maafkan saya.”
Sekonyong-konyong kudengar dan rasakan genggaman yang hangat di telapak tangan. Sebelah tangan yang bebas dengan refleks menyentuh mata. Ada dingin yang terasa artinya aku telah menangis.
Aku dan pria yang kemarin telah resmi menjadi suamiku kini berdiri di depan gedung bertingkat lima. Pandangan kami tertuju ke lantai tiga, berjendela kaca, dan banyak rak berisikan buku.
”Kenapa Mas meminta maaf?”
Hati-hati kulepaskan tangan dari genggaman Mas Nata. Biarpun dia telah sah di mata hukum dan agama sebagai suamiku, aku masih ragu dengan status ini. Butuh waktu untuk membiasakan diri bersentuhan fisik walau harus kuakui kulit Mas Nata bagai ada magnetnya. Tiap inci pembalut tulangnya itu mampu mentransfer beberapa detak berlebih pada nadiku.
”Memisahkan kamu dari hal yang paling kamu sukai. Perpustakaan.”
Benar katanya. Ini hari terakhirku menginjakkan kaki di gedung fakultas bahasa. Surat pengunduran diri sudah keserahkan beberapa hari yang lalu.
Kedatanganku dan Mas Nata sore ini untuk membereskan beberapa berkas yang harus kutangani. Tak ketinggalan juga mengucapkan kata pisah kepada rekan karyawan, dosen, dan mahasiswa kenalanku.
”Saya tidak takut pada hujan, petir, dan badai asal listriknya tak padam. Karena suasana seperti itu, saya semakin tenggelam dengan tiap kata dalam buku yang saya baca. Ruangan di atas sana, sudah saya anggap kamar utama saya sendiri. Saya digaji juga diberikan fasilitas yang sangat saya sukai. Saya belum rela meninggalkan perpustakaan.”
”Kamu akan mendapatkan kesukaan baru. Jadi, jangan takut. Seperti janji saya di awal, saya ingin melakukan apa saja yang bisa membuat kamu tidak merasa terpaksa menikah dengan saya. Saya akan balas kesedihan ini dengan hal lain yang mampu menerbitkan lagi senyum di wajahmu.”
”Saya tidak butuh janji.”
Genggaman tangan kembali menghangat. Menarik napas panjang, aku berbalik dan memutar tubuh dan menemukan ruangan kuliah jurusan Desain Komunikasi Visual.
Aditya Nanda Pradipta.
Di manakah dia sekarang? Apa dia tidak tahu, aku akan pindah besok?
💔💔💔
”Ke mana malam-malam sekali, Fela?”
”Ketemu teman.”
Bunda melangkah lebar-lebar untuk menarik tanganku.
”Mau kabur lagi dengan berandalan itu?”
Oke baiklah. Mungkin sebagian orang akan bertanya-tanya bagaimana aku bisa melangsungkan pernikahan sementara di detik-detik penyelenggaraan, aku masih dalam mobil Anand. Jawabannya, semua orang sedang menunggu. Tidak peduli acara terundur sekian ribu detik, ikatan suci yang Bunda inginkan antara aku dan Mas Nata tetap harus dilangsungkan. Jadi, setibanya mobil Anand di depan rumahku yang tidak begitu ramai, Bunda langsung menarik tanganku menuju dalam. Sempat kulihat Bunda menatap Anand sebentar, kemudian kakinya dengan cepat melangkah hingga aku merasa terseret. Sekian menit kemudian prosesi perkawinan yang tanpa debar pun terjadi. Ikatan tak kasat mata, tapi kuat itu telah membelitku dan Mas Nata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Singgah (Complete)
Narrativa generaleBe a wise reader. Pilihlah cerita sesuai usiamu dan minatmu. Cerita ini berlabel dewasa, bukan karena adegan mantap-mantap, tetapi tema cerita ini dewasa. Jangan sampai salah pilih cerita, ya. Tinggalkan kalau memang nggak sreg. *** Fela dijodohk...