Sabtu adalah weekend paling menyenangkan bagi gue, setelah hari Jum'at sangat hectic dalam beberapa laporan yang harus segera selesai di trimester kedua tahun ini. Oke, kata orang jadi bankir tuh enak gaji gede dengan pertemanan yang luas. Padahal faktanya, kita dibayar mahal untuk kerja pagi hingga malam. Tak merasakan libur karena target, dan harus lembur walaupun itu hari Minggu.
Dan gue sudah menjalani itu mulai beberapa tahun lalu, dan di posisi yang lumayan ini setidaknya gue sedikit bernafas lega weekend gue masih bisa ditoleransi di atas tempat tidur.
"Put, ada tamu tuh di luar." Kata ibu ketika gue sedang menonton drama Korea di atas kasur. Yah beginilah gue, setelah membantu ibu bikin sarapan. Gue mandi dan leha-leha di atas kasur. Dulu selalu diprotes karena kalau gue begitu, kapan dapat jodohnya. Tapi karena berjalannya waktu, akhirnya ibu gue terbiasa.
"Siapa, Bu?" Tanya gue dengan kaki mulai turun dari kasur. Gue tarik karet gelang, lalu mulai menguncir rambut gue menjadi lebih rapi lagi. Dirasa sudah cukup, barulah gue menghampiri ibu yang masih berdiri di depan pintu kamar.
"Emang siapa Bu?" Tanya gue lagi pada ibu yang menatap gue dengan tatapan yang gue gak tau maksudnya.
"Lihat aja sendiri, dia lagi sama bapak." Jawab ibu, gue manaikan alis tanda tak mengerti lalu ikut turun dengan ibu.
Suara bapak terdengar dari arah depan, dan gue akhirnya menuju suara itu berada. Dan Lo tahu apa yang gue lihat, ARYO DUDUK SANTAI DENGAN BAPAK GUE, CATET BAPAK GUE!!
Terkejut pasti, apalagi melihat pria yang siang ini menggunakan kaos polo bewarna hitam itu tampak santai memakan kue yang disediakan sama ibu pasti.
"Put, ada mantanmu." Kata bapak, membuat gue ingin terpekik karena mendengar kata-kata bapak itu. Gue melirik bapak, dan bapak balas melirik gue. Oke, kita lirik-lirikan dengan maksud yang tak diketahui.
"Bapak masuk dulu deh." Kata bapak lalu beranjak setelah berpamitan pada Aryo.
Setelah merasa bapak tak ada, gue tatap Aryo ganas ingin rasanya gue geplak kepalanya. Seenaknya datang ke rumah gue tanpa kabar, untung gue tau aturan jadi gak mungkin aniaya tamu gue sendiri.
Aryo nyengir tanpa bersalah, tangan kanannya terangkat lalu melambai dengan santainya. "Hallo, Kalina."
Gue mendengus, lalu duduk kasar di kursi yang diduduki bapak. "Lo kalau mau buat gue spot jantung jangan gini deh, gak lucu tau."
Pria itu nyengir saja, "Belum juga aku lamar Kal, jangan spot jantung dulu." Goda Aryo membuat gue mendelik.
"Ngapain sih Lo kesini." Tanya gue kemudian. Gue lirik Aryo yang sedang meminum kopi yang mungkin juga dibuatkan oleh ibu. Ck, tamu banget nih bocah.
"Katanya aku harus ngadep bapakmu." Jawab Aryo tenang sekali, membuat gue melotot tak percaya.
"Sumpah ini gak lucu. Kan gue itu cuman gertak aja Aryo." Kata gue. Aryo mengedikkan bahunya, dan itu membuat gue bersandar pada kursi pasrah.
"Gue anggap serius loh omongan kamu kemarin." Kata Aryo lagi dan seketika itu gue menyesal. Dan semua ini gara-gara ide Fitri!
"Aryo, Lo mah. Ih gue sebel pokoknya!!" Gerutu gue. Bingung dah bingung otak gue. Apalagi kalau bapak menerima lamaran Aryo, bisa pingsan aja gue sekarang.
Aryo tak menanggapi, pria itu malah meminum kopinya. "Jalan yuk." Kata Aryo setelah meletakkan cangkir kopinya.
Gue menoleh pada Aryo, "Gak, ah males gue mau tidur." Tolak gue enggan.
"Tidur mulu, kapan dapet jodohnya. Lagian aku udah ijin sama bapak."
Aku melotot tak percaya, "Bapak kasih ijin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita 30 Tahun (Ebook)
Literatura FemininaMenjadi seorang wanita itu tak mudah, apalagi ketika usiamu bertambah setiap tahunnya tanpa memiliki pasangan yang menjadi patokan hidup berbahagia bermasyarakat. Menikah itu pilihan, dan pilihannya tergantung pada Tuhan. Dan ketika gue merasa dia p...