Ada jiwa yang tak mengerti cara membenci,
seperti angin lembut di tepi senja,
mudah tersentuh, rapuh oleh kilauan fana
Entah bagaimana, ada bayang gelap yang menyusup ke dalam cahaya,
meninggalkan jejak asing yang menolak untuk disentuh,
dan itu sudah cukup untuk membuatnya terluka.Namun, bukanlah jenis kebencian yang menggulung seperti badai—
hanya angin kecil yang terus berbisik di sudut malam,
mengusik pikiran dalam sunyi yang tak berkesudahan.Ketika logika meredup,
perasaan menjadi pemandu buta yang berjalan dalam gelap,
mencipta bayang semu yang tak diinginkan,
membisikkan kehendak muram di lorong-lorong pikiran.Ada jiwa yang tak pernah belajar menjadi jahat,
Ia mencoba tetap lembut meski dilukai,
namun ketika batas-batas diabaikan,
ia mampu meninggalkan luka yang tak terbayangkan.Sebagian dari yang dulu bersih kini ternoda,
berselimut kabut dalam getirnya dunia
Ia terus terseret ke lingkaran yang sama,
berulang kali, hingga cahaya dalam dirinya memudar.
Dalam diam itu, ada muak yang tak terucapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHOSPHENES: A Poetic Exploration of Inner Turmoil
PoesíaSetiap baitnya merupakan cermin dari keraguan, harapan, dan langkah menuju pemahaman diri. Dalam perjalanan yang dipenuhi ketidakpastian, penulis ingin mengajak kita semua menyelam kedalam misteri konflik batin tak berujung dan bersama-sama membangu...