19 - Wedang Ronde

2.7K 442 101
                                    

"Ibu Guru! Ada yang nyariin!" Seorang murid laki-laki berkebangsaan Korea Selatan di kelas A berteriak nyaring memanggil Asti, yang sedang meraut pensil warna hijau.

"Kenapa, Hyunjin?" Asti menghampiri murid berbibir tebal nan lucu itu. Belum sempat jawaban Hyunjin terlontar, Jesse lebih dulu berdiri bersandar di sudut pintu. Menorehkan senyum pembangkit ceria di pagi hari.

Biasanya, senyum itu ampuh sebagai mood booster Nira, namun tidak berlaku bagi Asti. Anggukan tawar diajukan, membuat Hyunjin melihat dua orang itu bingung.

"Dia siapa, Bu?"

Asti menggeleng cepat, memutuskan untuk mengalihkan rasa penasaran Hyunjin. "Gajahmu belum diwarnai, ayo sini Ibu bantu pilih. Mau warna merah atau biru?"

"Gajah bukannya abu-abu ya, Bu?" Felix mengerutkan kening heran memandang Asti memilihkan warna krayon untuk Hyunjin yang duduk di sampingnya.

"Gajah nggak semuanya warna abu-abu, Peliks. Bona aja warnanya pink. Ya kan, Bu?" Timpal Lucy cuek sambil mengarsir gambar rumput dengan krayon hijau tua.

Bukan Asti, melainkan Jesse yang tertawa mendengar kepolosan Lucy.

"Bu, kalo lumba-lumbanya warna ungu boleh?" Tangan Hyunjin teracung, menarik perhatian Asti yang sedang meneliti gambar milik Felix.

Merasa diabaikan, Hyunjin lantas berlari kecil ke arah Jesse.

"Om, gambar aku kayak gini nih. Bagus, nggak?"

Sebelum berangkat praktek, Jesse berinisiatif menjumpai Asti yang akan menyelesaikan kelas sebelum pukul sepuluh pagi, membahas soal pernak-pernik lamaran yang Asti inginkan dan akan segera Jesse dapatkan sebelum hari penting itu tiba. Jesse tahu, di balik sikap dingin Asti menyetujui permintaan lelaki itu menjadi pasangan hidup, ada tetesan rasa sayang sebening embun menitik lembut setiap kali Asti berbicara kepada Jesse.

Seolah kesempatan membumbung tinggi bagi Jesse untuk mengenal hidup Asti lebih baik, tanpa ada celah untuk Nira kembali.

Sejak kedatangan penuh kejutan Jesse di kelas, hanya Hyunjin satu-satunya yang menotis nyata. Asti cukup sekelebat tahu, dan tidak mau menyambut lebih lanjut berhubung ruangan yang didominasi warna cat dinding biru dan kuning itu terisi oleh lima belas makhluk kecil yang aktif. Jelas tak bisa Asti tinggalkan.

Melihat hasil gambar Hyunjin, Jesse tersenyum. Diberinya sebuah jempol hingga Hyunjin bersorak senang, menimbulkan sedikit cemburu di sepasang mata Felix. Tak mau kalah dipuji oleh sang tamu ibu guru.

Felix kemudian loncat dari bangku, menghampiri Jesse juga.

"Om siapanya ibu guru?" Tanya Felix tanpa tedeng aling-aling. "Kata Hyunjin, ibu guru dicari sama Om. Emang Om masuk kelas ini juga? Belajar di sini juga?"

"Om temen spesialnya ibu guru kamu. Kamu udah selesai gambar?" Felix mengangguk sekilas ketika Jesse duduk bersila di atas spons tebal. "Boleh Om lihat?"

"Boleh. Tapi jangan dinilai, biar ibu guru yang nilai."

Terdapat guratan pensil mengukirkan seekor kucing di atas kertas gambar. Jesse memandang Felix bangga, bagaimana goresan tangannya lebih rapi dibanding Hyunjin, membuat angan Jesse terlempar pada suatu saat nanti di mana buah hatinya dan Asti akan sama pintarnya dengan Felix.

Ah, terlalu jauh. Memikirkan perasaan dua wanita yang sempat sama-sama ia lukai saja butuh perjuangan penuh agar tidak diamuk orang tuanya.

"Bagus kok, mau diwarnai apa?"

"Cokelat."

"Nah, cepetan gih. Nanti ibu guru marah lho kalo kelamaan."

"Hehe.. makasih, Om!"

LARASATI [Proses Penerbitan] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang