17 - Pupus II

2.6K 415 105
                                    

"Gimana kabar kamu, Ra?"

Pertemuan intim di bulan pertama Nira menjadi calon adik ipar Jesse seharusnya bukan halangan agar senyum manis itu terulas bahagia. Namun kini, Nira menyorotkan pandangan diarung lamun, sembari mengaduk vanilla latte pelan mendengar tanya Jesse.

"Baik. Jadi staf akuntan itu enak kok, aku juga masih latihan buat persiapan audisi sendratari." Biasa sekali jawaban Nira. "Mas Jesse sendiri ngapain di GI?"

"Ada pemeriksaan gigi gratis anak-anak di posyandu daerah Benhil, udah dari pagi sebenernya di sana. Pas selesai sore, saya sekalian mampir buat beli dan rangkai kebutuhan seserahan Asti besok." Jesse memamerkan deretan gigi rapinya, sukses mengacau batin Nira. "Oh ya, kamu nggak keberatan kalau saya minta tolong sesuatu?"

"Kalo soal bantu pernikahan Mas sama Mbak Asti sih, emang mau nggak mau kudu Nira jalani, tanpa Mas ngomong pun." Gadis berkulit putih langsat itu mengedikkan bahu, memberi kode kepada dua sahabatnya yang duduk mengawasi di pojok kanan ruangan sambil menikmati sepiring scarlet velvet cake berdua plus dua gelas besar icw americano.

"Bukan."

Ada bercak jelaga mampir di antara tatap teduh itu.

"Tolong hapus saya dari perasaan kamu, Nira. Karena cinta saya hanya untuk Asti."

Tawa hambar Nira menguar, sekilas usai terhenyak menangkap maksud kalimat Jesse.

"Terus, dua tahun belakangan ini.. Mas anggap aku itu apa? Boneka jerami, ajian pemikat supaya Mbak Asti mau menerima Mas, atau sekedar umpan nggak penting di hidup kamu?" Tanya Nira menekan. "Mas Jesse itu baik. Banget malah. Ganteng mah nggak usah ditanya lagi, pinter? Jelas, hampir semua sifat positif pasangan yang orang lain mau ada sama Mas. Tapi saya nggak nyangka.. saya, Kanira Kusumadiasti Wongsonegaran, bisa mencintai orang berhati es yang udah putusin hubungan secara sepihak, dan itu kamu, Mas."

"Sampe detik terakhir sebelum kita ketemu di sini, aku berusaha yakinin diri sendiri kalo aku.. ah, kita bakal baik-baik aja. Aku berusaha simpen kenangan kita sebelum aku dapet pengganti kamu yang lebih baik. Tapi, nyatanya.. sudah bertepuk sebelah tangan, Mas minta aku secara langsung lupain Mas. Gila, sakit banget.."

Jangan salahkan isi hati jujur Nira yang tertuang tanpa aba-aba. Sejatinya Jesse pun sulit untuk tidak terluka menerima jawaban barusan, namun ini terpaksa ia lakukan.

Rasa suka dan sayang terhadap Asti telah bertumbuh menjadi cinta tak terpatahkan. Berulang kali orang tua Jesse menuduh anaknya sendiri tidak berotak ketika tahu bukan Nira yang akan dijadikan menantu, melainkan sang kakak, Asti. Walau desau angin dingin dari AC ruangan saja mengerti, bahwa Jesse tak lebih dari bentuk cinta berparas tak sempurna.

"Maafkan saya, Nira." Ungkap Jesse bersalah, seraya meremas sedikit paper cup yang tergenggam. "Bagaimana pun, kelak kamu akan jadi adik iparku. Kita akan terus saling komunikasi sebagai keluarga, aku tahu itu. Aku cuma mau kamu untuk nggak memandangku lebih dari itu lagi, Ra. Kamu pikir aku juga nggak sakit harus pisah dari kamu, dan ngomong seperti ini? Sama, Ra."

"Terus kenapa kamu melakukannya, Mas?!" Bisik Nira agak frustasi, mengkhawatirkan Ferdi dan Mirza yang menyaksikannya.

"You know we're only human, Ra. Mistakes is ours, no one can help."

"It's nonsense!" Nira mulai emosi. "Kamu punya ibu, Mas. Gimana perasaan ibu kamu kalo ayah kamu berlaku sama seperti yang kamu lakukan ke aku? Apa kamu nggak mikir kalo kamu sama Mbak Asti punya anak perempuan, kamu bakal dibalas hal serupa lewat dia di masa depan nanti? Mas, silakan kalo Mas Jesse mau jadi playboy cap sarden kaleng. Nira nggak peduli. Tapi Nira nggak suka, cara Mas Jesse mainin perasaan Mbak Asti."

LARASATI [Proses Penerbitan] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang