Azura duduk dengan tenang bersama kelompoknya, telinganya nampak sibuk mendengarkan sosialisasi tentang kampus dan matanya sibuk memperhatikan seorang gadis yang sejak dua hari lalu menyita perhatiannya. Setiap ada waktu, Azura pasti akan selalu memperhatikan gadis itu, baik dengan telinga maupun matanya.
Azura benar-benar memperhatikan gadis itu, tak banyak ekspresi yang diperlihatkan gadis itu selama dua hari ini. Azura hanya melihat senyum gadis itu beberapa kali, selebihnya gadis itu hanya memamerkan wajah datar dengan tatapan yang tajam. Azura beberapa kali bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apa benar gadis itu adalah 'dia'?
Azura menghela nafasnya, setidaknya ia harus nampak bernafas agar semua orang tidak curiga padanya. Cowok itu mengedarkaan pandangannya, kembali memperhatikan pembicara di depan, ia mengalihkan fokus pendengarannya pada gadis itu, ia mendengarkan deru nafas gadis itu, Azura berharap bisa mendengarkan suara gadis itu lagi.
"Raka." Panggil seseorang. Refleks Azura langsung mengalihkan fokusnya sembari menoleh ke sumber suara.
"Kamu bisa ikut kerja kelompok hari ini?" Tanya gadis yang baru saja memanggilnya.
"Jam berapa?" Tanya Azura.
"Pulang ospek, langsung."
"Hm... kayanya gak bisa. Aku ada acara keluarga."
"Oke, aku bilang ke ketua kelompok kalo kamu gak bisa ikut."
"Kalo ada yang diperlukan, bilang aja. Nanti aku bawakan sebagai ganti gak bisa ikut kerja kelompok."
"Oke, santai." Gadis itu, Lintang, teman satu jurusannya. Tersenyum sembari menunjukkan tangan kanannya yang membentuk isyarat 'ok'.
Setelah Lintang menjauh, Azura kembali memperhatikan gadis itu. Sama sekali tidak terdengar suara dari gadis itu sampai salah satu temannya mengajak berbicara dan hanya disahuti dengan sepatah dua patah kata. Benar-benar terturup, tidak seperti dia dulu, lebih cerewet dan banyak omong.
***
Setelah ospek bubar Azura langsung bergerak menuju rumahnya, hanya butuh waktu kurang dari satu menit Azura sudah berada di rumah dan langsung ke kamarnya, mengganti baju dan langsung pergi menuju asosiasi. Azura mengedarkan pandangan keseliling, asosiasinya berada di pinggir kota Surabaya, terletak didalam perumahan elit yang cukup sepi. Manusia biasa tidak bisa masuk kedalam gedung asosiasi karena penjagaannya yang ketat.
Azura melangkahkan kakinya memasuki gedung asosiasi, memasukkan tangannya kedalam kotak pemindaian sidik jari dan melakukan scanner wajah. setelah pintunya terbuka ia langsung masuk menuju lift dan naik menuju lantai paling atas.
"Seru bermain-main sebagai anak kuliah?" Celetuk seorang gadis. Azura melirik gadis itu dari pantulan bayangan di dinding lift. Azura melirik pakaiannya, sepertinya gadis itu akan bertugas.
"Bagaimana masa orientasimu? Menyenangkan? Manusia disini menyebutnya apa? Ozpreing?"
"Ospek." Celetuk Azura membenahi penyebutan dari gadis itu. Gadis itu berdecak, ia keluar terlebih dahulu saat pintu lift terbuka, Azura mengikuti di belakang.
"Kau selalu memilih peran mahasiswa setiap ditugaskan. Apa kau tidak bosan?"
"Nataline..."
"Kita tidak harus membahas masalah ini terus, itukan yang ingin kamu katakan?" Potong Nataline, gadis itu menirukan gaya bicara Azura.
"Kali ini karena apa?" Tanya Nataline. Mereka sudah sampai di depan ruangan dengan pintu yang sangat besar, dipintu tersebut terdapat ukiran-ukiran yang membentuk sebuah simbol yang sangat penting bagi mereka, simbol yang mengawali kehidupan mereka, simbol Ankh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ocean Eyes
Teen FictionAzura terjebak dalam relung waktunya yang sudah berhenti lama. Berulang kali Azura harus menyaksikan kematian orang yang ia cintai secara langsung. Takdir benar-benar kejam kepadanya. Memaksanya untuk hidup dan menjalani semuanya dengan patuh. Ketik...