11

4.6K 672 40
                                    

Emak baliiiiikkkk, semoga masih ada yang kangen mereka.


"Seluruh dunia sudah tahu jika kau adalah istri sah dari anakku. Jadi, keluarga ini hanya akan mengakui pewaris yang lahir dari rahimmu. Kau pasti mengerti apa yang aku maksud, bukan?"

Penjelasan Ryu Takeda membuat dada Tara sedikit berdesir nyeri. Lelaki tua itu ternyata percaya pada kebohongan putranya. Meski Tara ingin menjelaskan kebalikannya, tidak mungkin lelaki itu percaya. Lagipula, Tara tidak mungkin tega melakukannya ketika menatap mata tua itu. Ada begitu banyak harapan yang terpancar di sana.

"Iya, Ayah. Mohon untuk memberi kami waktu." Tara merasa dadanya sesak. Mungkinkah dia akan terjebak dalam permainan itu seumur hidup.

"22 tahun bukanlah perbedaan yang berarti jika kalian memang saling mencintai. Aku hanya ingin secepatnya kalian memberiku ahli waris. Karena bukan hanya aku yang semakin tua, tapi Leon juga. Dia akan malu jika anak yang ditimangnya, dikira orang sebagai cucunya." Ryu Takeda berseloroh seraya terkekeh pelan.

Tara menggigit bibir dalamnya hingga berdarah. Ryu Takeda benar-benar bukan sosok menakutkan. Dia sudah siap mental jika ditolak menjadi menantu. Kemungkinan itu terasa jauh lebih baik, daripada dia dibebani harus memberikan seorang keturunan secepatnya.

"Apakah kau tidak ingin bertanya mengapa aku begitu mudah menerimamu?" tanya Ryu Takeda dengan tatapan lembut.

Tara membasahi kerongkongannya yang terasa kering, sebelum mengangguk pelan. "Jika Ayah tidak keberatan menjelaskannya. Karena saya juga merasa, saya tidak memiliki kriteria untuk menjadi menantu keluarga ini. Apalagi melihat kandidat sebelumnya yang sungguh tidak sebanding dengan saya, yang hanya gadis biasa."

Ryu Takeda tampak mendesah sejenak. Sebagai keluarga terpandang, dirinya merasa benar-benar tidak beruntung. Dia hanya memiliki satu anak. Tidak ada yang lain lagi. Semenjak istrinya meninggal, dia tidak memiliki niat untuk menikah lagi. Dia sibuk menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Hingga dia lupa, bahwa dia masih memiliki kewajiban untuk mencarikan istri untuk Leon.

Namun semua sudah tak tertolong. Leon yang cerdas, tak lagi dapat dia kendalikan. Anaknya sudah terlalu dewasa, hingga tak mampu dikontrol lagi olehnya. Leon dengan kehidupannya, yang tak bisa diganggu gugat.

"Siapapun pilihan Leon, dia adalah pilihan terbaik. Keluarga kami bukanlah keluarga yang kolot. Aku tak lagi memaksakan sebuah perjodohan dengan klan manapun, karena klan kami sendiri akan bertahan meski tanpa dukungan dari klan manapun juga."

"Bagaimana jika saya hanyalah wanita mata duitan. Bisa saja saya hanya memanfaatkan Leon, dan setelah mendapatkan semua harta kalian, aku akan kabur tanpa jejak?"

"Tapi kau bukan gadis seperti itu. Kau pikir aku adalah anak kemarin sore yang tidak bisa menilai seseorang? Kau jangan meragukan insting bisnisku, Nona! Tampang menyedihkan seperti itu, benar-benar tidak tergambar obsesi memiliki gunung emasku."

Gelengan dan decakan penuh ejekan itu sama sekali tidak membuat Tara marah. Dia tidak menginginkan uang Leon. Uang yang dihasilkan dari usahanya sudah cukup membiayai kehidupannya selama ini. Dia bahkan sesekali bisa traveling ke kota sebelah, meski menginap di hotel kelas melati.

Tara meraih cawan tehnya, dia menyesap dengan pelan. Dia menikmati teh hijau pahit itu yang perlahan memasuki kerongkongannya. Dia berpikir, bagaimana mungkin dia memiliki obsesi terhadap harta Leon. Tara bahkan tidak ada obsesi apapun kepada lelaki itu.

"Kau sangat cantik memakai baju kebaya itu. Mendiang istriku pasti sangat bahagia, memiliki menantu yang sangat menawan sepertimu. Leon juga begitu beruntung dapat memiliki istri yang masih begitu muda dan segar. Dia benar-benar tidak mengecewakanku."

Semanis Cinta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang