Siang itu, sesuai janjinya pada Pak Haryo, Galih bergegas pergi ke bengkel kapal di belakang fakultasnya. Sesampainya di sana, suasana masih tampak sepi. Belum terlihat aktivitas di dalam bengkel tersebut. Dia memilih menunggu di belakang bengkel.
Bengkel kapal itu merupakan bangunan khusus untuk kegiatan praktikum bagi mahasiswa Jurusan Teknik Mesin dan Teknik Perkapalan. Mulai dari perancangan desain kapal, pembuatan rancangan, sampai uji coba kapal diadakan di sana.
Bengkel ini dipergunakan untuk meletakkan berbagai macam perangkat berat, semacam mesin diesel untuk kapal kecil hingga mesin besar untuk kapal motor. Ada satu ruang workshop khusus untuk pengerjaan kapal remote control yang nantinya akan digunakan tim Galih untuk mengerjakan proyek perlombaan mereka.
Di belakang bengkel, terdapat area pertanian luas yang disulap menjadi sebuah bendungan mini untuk budidaya ikan lengkap dengan dermaga kecil dan beberapa perahu kayu berlambangkan logo universitas. Tempat tersebut juga digunakan untuk area uji coba kapal yang sudah siap diluncurkan dan sesekali digunakan mahasiswa berlatih dayung.
Sambil menunggu teman-teman yang tergabung dalam tim lomba boat design berkumpul, Galih pergi ke belakang bengkel. Suasananya begitu menenangkan.
Galih duduk di kursi kayu yang terletak di ujung dermaga. Dia ambil sebatang rokok, lalu dinyalakannya. Dia hisap rokok itu dalam-dalam, dihembuskannya kuat-kuat sambil matanya menerawang jauh. Pikirannya melayang memikirkan sosok yang selama ini dia rindukan. Rambi.
Ada satu perahu kayu terapung di dekat dermaga. Mengingatkannya pada kenangan bersama Rambi. Kala itu mereka berdua menghabiskan waktu berdua di belakang bengkel ini. Galih mengajari Rambi cara mengendalikan perahu kayu di atas bendungan mini ini. Sesekali tawa mereka pecah ketika perahu itu mulai oleng. Sesekali mereka saling bermain air dan tampak keceriaan alami di wajah mereka berdua.
"Aku suka tempat ini, Bee. Suatu hari nanti kalau kita punya rumah sendiri, kita buat bendungan mini di belakang rumah kita ya," kata Rambi dengan mata berbinar-binar penuh harapan.
"Hehe, memangnya rumah kita seluas apa sampai bisa buat bendungan mini di belakang rumah?" tanya Galih sambil senyum menggoda.
"Bangunan rumahnya sederhana saja, Bee. Tidak perlu terlalu besar. Yang penting nyaman dan bisa bikin kita berdua betah tinggal di rumah. Tapi sisa tanahnya, bisa dibuat seperti ini, dijadiin tempat penghilang penat. Berdua di atas perahu kayu, menikmati sore yang indah. Uhh.. Romantis banget kan, Bee," kata Rambi dengan bahagia.
"Amiiinn.. Semoga mimpi-mimpi kita terwujud ya, Honey," kata Galih sambil mengusap kepala Rambi dengan penuh kasih sayang.
"Woi, Bro. Jangan ngelamun di sini. Bahaya, bisa-bisa kesambet!" tegur Slamet.
Lamunan Galih buyar. Dia tekan rokok yang tinggal setengah di salah satu ujung kayu yang ada di dekat tempat duduknya.
"Tadinya aku nunggu tim di dalam, tapi kayaknya aku kepagian, belum ada yang datang."
"Iya, semua tim sudah berkumpul, termasuk Pak Haryo."
"Kamu masuk tim juga, Met? Pak Haryo jadi pembimbing kita?" tanya Galih antusias.
"Iyess.." kata Slamet singkat.
Di dalam bengkel tampak beberapa orang berkumpul. Salah satu di antara mereka adalah Pak Haryo Wiguna, dosen wali Galih yang menjadi pembimbing dalam rangkaian lomba kali ini.
Ketika Galih berjalan ke arah kumpulan tim tersebut, Pak Haryo memandangi Galih dari ujung kaki sampai ujung kepala. Pak Haryo berdiri tegak melihat Galih, melipat kedua tangan di dadanya dan tersenyum.
YOU ARE READING
BEE
RomanceGalih berada di titik terendah dalam kehidupannya setelah kepergian Rambi. Dengan kondisi kuliah Galih yang berantakan, teman-teman bandnya bubar, dia semakin menjauh dari teman dan keluarganya, membuat Slamet Bayu, teman Galih, prihatin dengan kond...