Siang itu, Galih berpakaian rapi. Dengan kemeja lengan panjang cokelat tua dipadu padankan dengan celana kain hitam, dia siap berangkat. Bersama Si Butut, dia menyusuri jalan-jalan Kota Pahlawan ini menuju Menara Global dengan berbekal surat lamaran.
Sesampainya di sana, dia langsung menuju lift dan naik ke lantai 15, mencari PT Angkasa Nusa. Ketika keluar dari lift dan berbelok sedikit ke kanan, tampak etalase customer service dari kayu berlapis fiber bercorak marmer berwarna hitam dan di belakangnya tertempel bentukan huruf-huruf tebal berpola "PT ANGKASA NUSA". Dua wanita cantik berseragam merah rapi lengkap tersenyum ramah menyambut kedatangan tamu yang keluar dari lift.
"Selamat siang, Bapak. Ada yang bisa kami bantu?" sapa salah satu pegawai wanita bernama Sarah, sesuai dengan name tag yang terpasang di dada kirinya, pada Galih.
"Selamat siang, Mbak. Saya ingin bertemu dengan Bapak Andika Mulya."
"Sudah ada janji sebelumnya?"
"Sudah, Mbak."
"Baik, tunggu sebentar ya, Bapak. Saya akan menghubungi Bapak Andika Mulya. Atas nama siapa?"
"Galih Saputra."
Wanita itu mengangkat ganggang telepon dan memencet beberapa nomor. Beberapa saat dia tampak bercakap dan mengangguk-anggukan kepala.
"Pak Galih, Bapak Andika Mulya akan menemui Anda sebentar lagi. Bapak bisa menunggu di lobi," kata Sarah sambil tersenyum.
Galih hanya menganggukkan kepala dan tersenyum, lalu bergegas menuju lobi.
Perkantoran yang terletak 15 lantai di atas tanah ini didominasi dengan warna merah di dinding dan lantainya. Beberapa miniatur menara sinyal provider telepon dan radio terlihat menghiasi lobi perkantoran ini.
Galih menunggu sambil duduk di salah satu sofa merah di lobi tersebut. Tidak lama kemudian, seorang laki-laki bertubuh tinggi, berbadan gemuk, datang dengan langkah cepat, dan tersenyum ramah. Laki-laki itu mengenakan kemeja lengan panjang polos merah, dasi bercorak garis hitam cokelat, bercelana kain hitam, dan sepatu hitam berbahan kulit. Terpasang name tag di dada kirinya dengan nama ANDIKA MULYA.
"Selamat siang, Mas," sapanya ramah.
"Selamat siang, Mas Andika. Saya Galih, temannya Slamet Raharjo," kata Galih sambil menjabat tangan Andika.
"Iya, semalam saya sudah ditelepon sama Slamet. Gimana, gimana, gimana?" tanyanya sambil duduk di sofa sebelah Galih.
"Mmm.. Begini, Mas Andika, saya tertarik dengan lowongan sebagai sopir yang diinfokan Slamet. Bisa digambarkan tentang pekerjaan itu, Mas?"
"Iya, betul sekali memang kantor kami membutuhkan sopir. Bukan sebagai sopir tetap tapi hanya satu bulan event saja. Jadi begini, Mas, kantor kami sedang mengerjakan proyek pembangunan menara provider di wilayah Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo selama satu bulan ke depan. Kami butuh sopir yang tahu seluk beluk jalanan kota-kota tersebut. Sopir ini nantinya akan mengantar-jemput manajer proyek dari apartemennya ke menara-menara provider yang sedang dibangun. Ya, mulai jam 10 pagi hingga jam 5 sorean lah."
Galih mengangguk-anggukan kepala.
"Kalau boleh tahu, Mas Galih sudah lulus kuliah atau..?"
"Saya masih kuliah, semester akhir."
"Oh, apa gak ganggu jadwal kuliah?"
"Kuliah sudah mulai jarang, Mas. Sisa tiga mata kuliah, selanjutnya tinggal skripsi saja."
YOU ARE READING
BEE
RomanceGalih berada di titik terendah dalam kehidupannya setelah kepergian Rambi. Dengan kondisi kuliah Galih yang berantakan, teman-teman bandnya bubar, dia semakin menjauh dari teman dan keluarganya, membuat Slamet Bayu, teman Galih, prihatin dengan kond...