Satu minggu berlalu. Ujian semester pun dimulai. Galih harus membagi waktu antara ujian, pekerjaannya sebagai sopir, dan mengerjakan proyek lomba National Boat Design-nya.
Pagi itu, Galih datang lebih awal demi ujian semester hari pertamanya. Ada dua ujian mata kuliah. Di ruang ujian, tampak Slamet dan beberapa temannya sudah menduduki bangku sesuai nomor ujian mereka.
"Ke mana aja, Bro? Seminggu ini nggak pernah datang ke workshop," tanya Slamet ketika Galih memasuki ruangan.
"Iya, sorry, Met. Aku kerja sekarang. Aku jadi sopir di perusahaan temanmu, Andika Mulya. Jadwalnya dari jam sepuluh pagi sampai jam lima sore."
"Setelah pulang kerja, kamu bisa langsung ikut ke workshop. Kita satu tim, Bro. Harusnya semua personel lengkap saat ngerjain proyek," jelas Slamet.
"Iya maaf, Met. Setelah pulang kerja, biasanya bosku ngajak makan malam dulu atau nganterin dia jalan-jalan keliling kota. Jadinya ngaret, kadang sampai kost jam sebelas malam."
"Ya, profesional lah, Bro! Kamu harus bisa bagi waktu. Kapan waktunya kuliah, kerja, dan proyek lomba. Pak Haryo dan senior yang lain juga mulai tanya tentang perkembangan proyek, yang harusnya itu tugas kamu sebagai ketua tim," kata Slamet mengakhiri percakapan karena dosen pengawas ujian masuk ruangan sebagai tanda ujian akan segera dimulai.
Galih merasa bersalah. Di satu sisi dia tidak bisa menolak ajakan Raymon, di sisi lain dia juga punya kewajiban untuk mengerjakan proyek kapal yang akan dikompetisikan beberapa minggu lagi.
Seusai ujian, Galih bergegas menuju parkiran motor agar bisa segera berangkat ke apartemen Raymon. Ketika dia melewati kantin, seseorang memanggilnya.
"Lih!!"
Galih menengok. Tampak Panji, senior pengawas, melambaikan tangan memintanya mendekat. Dia sedang duduk di salah satu meja di kantin bersama Jati. Galih berjalan mendekat dan duduk bersama.
"Hei, Lih, ke mana aja? Aku denger kamu jarang ikut workshop, " tegur Panji.
"Maaf, Bang, aku kerja sekarang. Pulangnya malam, jadi jarang bisa ikut workshop," kata Galih kepada senior pengawas yang berasal dari Sulawesi itu.
"Lomba ini gak gampang, Lih. Pak Haryo milih anggota tim juga gak main-main. Kalau Pak Haryo sudah milih kamu jadi anggota tim, berarti kamu memang qualified. Jangan kecewakan Pak Haryo," kata Panji meneruskan.
"Iya Bang, aku akan bagi waktu."
"Apalagi kamu dipercaya jadi ketua tim, itu berarti kamu harus tanggap dengan perkembangan proyekmu," kata Jati menambahkan.
"Jangan menghambat kerja tim. Kalau semuanya terhambat hanya karena kamu jarang ikut workshop, jangan salahkan pengawas dan pembimbing kalau akhirnya harus mengeluarkan kamu dari tim dan mengganti dengan mahasiswa lain yang lebih loyal terhadap tim dan profesional terhadap waktu," kata Panji dengan nada datar tetapi terkesan mengancam.
Galih tidak menjawab, dia hanya menganggukkan kepala.
"Oke Bang, aku balik dulu ya," kata Galih berpamitan sambil menjabat tangan kedua senior pengawas tersebut bergantian.
Pukul 09.45. Kurang lima belas menit lagi, Galih harus segera sampai di apartemen Raymon. Saat melewati mushola kampus, seseorang kembali memanggilnya.
"Woi, Lih!!" Galih menoleh. Ternyata itu Rahardi, salah satu anggota timnya. Rahardi tidak sendiri, semua anggota tim sedang berkumpul. Ada Slamet, Bekti, dan Rizal di sana. Sepertinya mereka sedang mendiskusikan tentang perkembangan proyek mereka.
YOU ARE READING
BEE
RomanceGalih berada di titik terendah dalam kehidupannya setelah kepergian Rambi. Dengan kondisi kuliah Galih yang berantakan, teman-teman bandnya bubar, dia semakin menjauh dari teman dan keluarganya, membuat Slamet Bayu, teman Galih, prihatin dengan kond...