Tok.. tok.. tok..
Terdengar ketukan pintu berkali-kali.
"Lih.. Galih.. Lih.."
Slamet memanggil sang pemilik kamar sambil mengetuk pintu berkali-kali. Belum ada reaksi dari Galih.
Sekali lagi Slamet mencoba mengetuk pintu dengan lebih keras. Bugh..bugh..bugh..
"LIH!!!" teriaknya.
Pintu terbuka, Slamet mengerjapkan matanya beberapa kali dan sesekali mengucek mata tidak percaya melihat pemuda di hadapannya. Berdiri seorang pemuda berbadan proposional, menggunakan kemeja berwarna abu-abu muda, bercelana jeans hitam, bersepatu kets, dan membawa tas ransel hitam di pundaknya. Rambut panjang sebahunya tersisir rapi. Dan pemuda itu tidak lain adalah Galih.
"Huiddiihhh!"
"Pasti kamu tadi mikir aku bakal telat bangun kan? Nggak lah, Met. Aku tidak terlalu bodoh untuk menyia-nyiakan kesempatan dari Pak Haryo. Ayo berangkat," kata Galih sembari mengunci pintu kostnya.
Galih dan Slamet. Persahabatan Galih dan Slamet sudah terjalin sejak pertama kali mereka bertemu di acara ospek kampus. Kala itu kebetulan mereka berdua berada dalam satu kelompok dari fakultas yang sama. Seperti biasa, dalam kegiatan ospek selalu ada tugas-tugas unik dari mahasiswa senior untuk mahasiswa baru. Tugas-tugas itu yang membuat mereka akhirnya semakin akrab.
Galih mengajak Slamet menginap di rumahnya beberapa hari sampai rangkaian ospek berakhir. Slamet merasa berhutang budi pada Galih dan keluarganya. Hampir seminggu ospek, Slamet mendapat perlakuan istimewa mulai dari tempat berteduh, makan, mandi, sampai bahan-bahan yang digunakan untuk tugas ospek pun dibantu oleh Galih.
Sejak ospek itulah mereka berdua bersahabat. Tidak hanya sekedar sharing tentang tugas kuliah, tetapi juga masalah keluarga bahkan obrolan tentang cewek.
Maka dari itu, Slamet tahu benar tentang hubungan Galih dengan Rambi. Bagaimana awal mula bertemu hingga akhirnya mereka berdua putus karena alasan tidak mendapat restu dari orangtua Rambi.
Slamet juga mengetahui masa-masa terpuruk Galih setelah kepergian Rambi. Slamet mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dari Galih, yang biasanya rajin kuliah, sekarang lebih sering membolos. Galih yang rapi dan bersih, sekarang mulai tidak memperdulikan penampilan. Galih yang terlihat sangat antusias pada dunia musik dan band, sekarang jadi ogah-ogahan muncul di UKM musik bahkan untuk sekedar menyempatkan waktu untuk latihan.
Beberapa kali dia memancing Galih agar mau menceritakan tentang masalahnya dengan Rambi, tapi berkali-kali juga Galih diam dan enggan berkisah. Meski begitu, Slamet tahu benar bagaimana Galih masih sayang dan merindukan sosok Rambi. Semua itu jelas tergambar dari kumpulan foto-foto dan kalimat penyemangat yang tertempel di dinding kamar Galih.
"Tugas-tugasmu udah selesai?"
"Semua beres! Cuma... Aku gak bisa tidur. Banyak pikiran," jawab Galih dengan nada datar.
"Pasti Rambi lagi."
Galih tidak menjawab, dia tetap fokus berkendara, tetapi ingatannya kembali pada nama yang disebutkan oleh Slamet. Rambi. Wajahnya yang manis selalu membayangi Galih setiap malam.
Siang itu, suasana kampus cukup ramai. Banyak mahasiswa berlalu lalang di depan kantor administrasi untuk mendapatkan Kartu Ujian Akhir Semester. Sejumlah mahasiswa duduk berkelompok di depan laptop sambil mendiskusikan tugas kuliah mereka. Galih dan Slamet berjalan cepat menuju ruangan dosen wali mereka, Pak Haryo Wiguna.
"Aku tunggu di kantin. Sukses, Bro!" lambai Slamet di depan ruang dosen.
Galih membalas dengan anggukkan kepala sambil mengangkat jempol tangannya dan terus bergegas menuju ruangan Pak Haryo.
YOU ARE READING
BEE
RomanceGalih berada di titik terendah dalam kehidupannya setelah kepergian Rambi. Dengan kondisi kuliah Galih yang berantakan, teman-teman bandnya bubar, dia semakin menjauh dari teman dan keluarganya, membuat Slamet Bayu, teman Galih, prihatin dengan kond...