CHAPTER 2 "Piano"

47 6 1
                                    

Sarang sudah menyiapkan segala keperluan ibunya untuk 3 hari kedepan. Dan kini ia menuju rumah sakit.

Selama di perjalanan menuju rumah sakit, Sarang tidak berhenti melamun. Ia memikirkan ajakan anak laki-laki tadi. Ia bingung, kalau dirinya pergi, siapa lagi yang akan menjaga ibunya. Dilema Sarang kecil tidak sesederhana yang dikira. Ia sangat mengkhawatirkan ibunya.

"Tidak usah mengkhawatirkan Ibu. Kau tau kan di rumah sakit ini banyak orang yang akan menemani Ibu."

Ya, akhirnya gadis itu menceritakan semuanya kepada Ibunya ketika di rumah sakit semalam. Termasuk soal ajakan anak laki-laki yang baru ia temui tadi. Dengan berbekal izin dari Ibunya, Sarang berangkat dengan pakaian sangat sederhana.

Ia mengikuti alamat yang diberikan. Begitu berada di luar gerbang matanya tak kuasa berkedip sedetikpun. Ia takjub pada bangunan dihadapannya.

"Dia tidak bilang ada pesta, untuk apa dia menyuruhku kesini?" tanyanya pada diri sendiri.

Rumah yang megah dengan pesta yang besar, membuat Sarang tidak percaya diri dengan pakaian yang ia kenakan untuk mencari anak itu. Apalagi, ia tidak tahu nama anak itu. Itulah letak permasalahannya.

Namun, karena sudah jauh-jauh datang kesini, dia memberanikan untuk masuk kesana. Ternyata tidak hanya orang dewasa yang ada disana, banyak juga anak seusianya yang datang ke acara ini. Sarang sampai bertanya-tanya dalam hati, Apa dia anak presiden?

"Duarrr!"

Ditengah lamunannya, seseorang menepuk pundaknya dan berteriak seperti itu.

"Kkamjjakya!" timpal Sarang reflek.

"Aku tidak menyangka kamu benar datang kesini."

"Tentu saja. Aku tidak mau membuatmu menunggu," jawabnya ringan.

Sarang dibawa masuk oleh anak itu ke dalam rumahnya lebih jauh. Rumahnya sangat besar dan mewah, furniturnya terlihat sangat mahal.

"eodiga?" tanya Sarang akhirnya. (kemana?)

"Sttsss!"

Sarang dibawanya kedalam ruangan yang cukup luas dengan aksen kayu yang mendominasi dan terlihat nyaman.

Disana terdapat piano besar yang terlihat kuno namun mewah. Sarang melihat anak itu berjalan dan menduduki kursi di depan piano. Lalu tangannya bergerak membuka piano tersebut kemudian beralih menaruh jari-jarinya diatas tuts.

Pergerakannya berhenti. Anak itu melirik Sarang yang sedari tadi hanya diam berdiri di depan pintu.

"Kenapa kau diam saja? Sini duduk disampingku!"

Sarang menurut.

"Lagu apa yang kamu bisa?" tanya anak itu setibanya Sarang disampingnya.

Sarang mulai menyapukan jari-jarinya pada tuts dan diikuti oleh anak itu. Mereka beriringan memainkan sebuah lagu. Keduanya seolah tak peduli lagi pada sekitar, mereka berada pada dunianya masing-masing, bak tersihir oleh melodi indah yang memenuhi rungu.

"Kau memiliki bakat, tapi kemampuanmu harus terus di asah," komentar anak itu.

"Aku akan berlatih saat ke rumah nenek nanti."

"Itu tidak efektif. Akan aku ajarkan agar kau menjadi profesional!" sahut anak itu bersemangat.

"Tuan muda!"

Panggilan itu menggema di seluruh sudut ruangan. Dengan tergesa-gesa anak itu menarik Sarang untuk bersembunyi dibelakang rak buku besar.

"Maafkan aku. Sebenarnya aku tidak boleh membawa siapapun masuk ke ruangan ini. Makanya kita harus bersembunyi," jelas anak itu sambil berbisik.

Ordinary People (보통 사람들)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang