2. Penguntit

66 10 2
                                    

Cafe Ulos adalah cafe tempatku bekerja setelah kegiatan kuliahku selesai. Letaknya tak jauh dari kampus dan hanya membutuhkan waktu 15 menit berjalan kaki. Tapi sepertinya aku tidak bisa berangkat kerja sekarang, sudah hampir 1 jam aku berbaring di tempat tidur. Pikiranku menerawang sambil mengingat kejadian tadi siang yang benar benar membuatku tak habis pikir. Bagaimana mungkin Dia bisa muncul di hidupku lagi ?

Aku pikir urusanku dengannya sudah usai, lagi pula kejadian itu sudah 5 tahun yang lalu. Atau mungkin... Drrrttt, ponselku bergetar. Erina mengirimku pesan, ah dasar Erina dia selalu muncul di saat aku sedang berpikir keras. "Gimana Tan udah mendingan?" tulisnya sambil mengirim beberapa emot hati. "Yah lumayan, tapi masih tiduran" terkirim.

Tidak lama ponselku kembali bergetar, panggilan masuk dari Athala. Sudah lama dia tidak menghubungiku, Athala sahabatku sejak aku kecil. Dia tetap berada di kota kami yang dulu dan memilih menekuni hobinya sebagai seorang design grafis. "Hallo Tan,, apa kabar ?" ah suara Athala yang ringan selalu aku rindukan. "Baik la, kamu apa kabar ? Tumben nih telfon biasanya sibuk" telfon Athala sedikit banyak mengurangi penatku hari ini.

Kami berbicara kesana kemari sambil sesekali mengingat masa kecil serta melempar kalimat rindu. Iya, begitu dekatnya kami memang. Tapi perasaanku berubah ketika Athala mulai menceritakan mimpinya semalam. Mimpinya bertemu gadis bersyal merah, berambut pendek dengan senyum hangatnya. Perempuan itu juga yang aku temui di kampus tadi siang.

Aku yakin ini bukan suatu kebetulan. Aku berniat untuk bertanya kepada 3 sahabat lainnya termasuk Erina, sebelum masalah menjadi runyam. Dan keesokan harinya mereka mengabarkan hal mengejutkan. Mereka bertiga memimpikan hal sama seperti Athala.

***

Open. Aku membalik sebuah papan kecil bercetak miring itu. Di hari minggu biasanya aku bekerja dari pagi sampai sore. Setelah cafe di buka beberapa pengunjung mulai datang, agak lebih ramai memang karena weekend. Cafe ini memiliki pintu dan jendela kaca yang cukup besar, jadi aku bisa melihat orang berlalu lalang dari dalam sini.

Setelah menyelesaikan beberapa pesanan, aku meregangkan badanku sebentar sambil menunggu pesanan berikutnya. Aku memutar badanku ke arah jendela sekedar ingin menyegarkan pandangan. Tapi justru aku salah.

Mataku menangkap seseorang yang berdiri dari luar, dia memakai jaket berwarna coklat, memakai masker dan topi. Aku sedikit terkejut karena mata kami saling bertemu. Pandangannya sangat tajam, entah aku hanya berhalusinasi karena lelah atau ini memang sungguhan. Aku melihat benda tajam mengkilat di tangan kanannya yang kemudian di masukan lagi ke dalam saku.

Tidak! Tidak mungkin! Berkali-kali aku memastikan bahwa bukan aku yang orang itu perhatikan, tapi aku keliru. Dia terus menatapku dan mengikuti gerak geriku. Bahkan, ujung matanya terlihat berkerut seperti sedang tersenyum sinis kepadaku.

Hampir saja aku berteriak ketika Citra memanggil, aku menoleh dan bertanya kenapa. Citra hanya menggelengkan kepalanya dan menyuruhku jangan melamun. Tapi kemudian aku menoleh ke arah jendela kembali dan orang itu tetap berdiri disana dengan ekspresi tersembunyi di balik maskernya.

Sekian untuk bagian dua. Maaf ya kalo gak ada gregetnya sama sekali. Oh iya, jangan lupa untuk beri aku bintang dan kritik serta saran di kolom komentar. Sampai jumpa di bagian tiga.
Love you..

Syal Merah (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang