Part 2 - Fake Girlfriend

305 52 14
                                    

"Hei, kau tahu apa yang baru saja kau lakukan?" Hanna berceloteh sembari langkahnya mengikuti Maddison yang berjalan dengan sangat kesal pada saat itu.

"Maddy, kau tidak mau memberitahuku apa yang sebenenarnya terjadi?!" Kali ini Hanna sudah mulai termakan emosi, ia menarik lengan Maddison dengan marah. Dan pada saat melihat pelototan mata Hanna, Maddison tahu bahwa ketika Hanna sudah terlihat demikian maka gadis itu tidak bisa dibantah sama sekali.

Bel tanda masuk pun berbunyi ketika Maddison hendak menjelaskan pada Hanna apa yang sebenarnya terjadi. Ia menghela nafasnya dengan kesal, "Dengar, akan kujelaskan nanti. Oke?" Ucap Maddison untuk menenangkan sahabatnya itu.

"Baiklah, tapi jaga sikapmu. Jangan membuatku bingung." Ucap Hanna memijit pelipisnya. Akhir-akhir ini Maddison sangat susah ditebak, ia bahkan sampai tidak tahu apa yang terjadi pada sahabatnya ini. Maddison pun seakan tidak mau memberitahu siapapun tentang apa yang akhir-akhir ini ia alami.

Mata kuliah literatur mulai di jam pertama. Semua siswa didalam kelas memperhatikan Maddison ketika ia masuk. Namun gadis itu bersikap tidak acuh dan duduk di kursinya. Memang rasanya risih sekali mendapat perhatian banyak orang, bentuk perhatian yang diberikan pun adalah bentuk negatif membuat Maddison merasa terancam dan tidak nyaman.

"Sebentar lagi selesai, Maddy. Kau harus tahan." ucapnya dalam hati.

"Baiklah, kalian sudah membaca pidato dari Martin Luther King Jr yang berjudul "I Have a Dream?" tanya Mr. Darry kepada siswa-siswa tersebut.

"Ya." jawab mereka dengan malas.

Salah satu siswa mengangkat tangannya, namanya Eddie—"Mr. Darry, apakah ini tidak keterlaluan? Membuat siswa SMA membaca pidato yang sudah berumur puluhan tahun lamanya?"

Mr. Darry tersenyum, "Apa yang membuatmu merasa itu keterlaluan, Eddie?"

"Entahlah, menurutku itu terlalu berat untuk kami yang masih mempunyai kapasitas otak yang biasa saja."

"Namun apa kau sudah membacanya?" tanya Mr. Darry.

"Sudah."

"Apakah sampai habis?"

Eddie terdiam dan menjawab dengan malas "Tidak, aku mulai bosan ketika paragraf pertama."

"Baiklah. Ada yang bisa menjelaskan padaku apa isi dari pidato tersebut?"

Mr. Darry melihat sekeliling, namun tidak ada yang mengangkat tangan atau berusaha memberanikan diri untuk menjawab.

"Maddison?" tegur Mr. Darry saat melihat Maddison hanya menyoret-nyoret di bukunya.

"Bisa tolong jelaskan apa isi dari pidato yang disampaikan oleh Martin Luther King Jr?"

Maddison menghela napasnya, "Pada pidato tersebut, Martin mencoba menyampaikan pada seluruh rakyat Washington DC bahwa setiap orang mempunyai persamaan hak, sebagaimana orang-orang tersebut ingin diperlakukan dengan baik dan secara adil. Tidak memandang apakah mereka berasal dari ras kulit putih maupun kulit hitam. Martin menyampaikan aspirasinya untuk menolak adanya Rasisme yang kerap terjadi dan bahkan hingga saat ini masih terjadi di Amerika."

"Lalu, apa kau setuju dengan apa yang ia sampaikan?"

Maddison melihat Mr. Darry, "Apa aku punya alasan untuk tidak setuju ketika seseorang menuntut persamaan hak? Martin berkulit hitam, ia ingin orang-orang kulit putih memperlakukan ia dan kulit hitam lainnya secara adil dan tidak memandang mereka hanya dari warna kulitnya saja. Poin penting dalam pidatonya  yaitu "The time equality is Now". Ia tidak ingin ras membuat seseorang tidak dilihat sebagaimana orang tersebut pada aslinya. Dan kata-kata itu merubah perspektif bagaimana orang kulit hitam dan orang kulit putih melihat satu sama lain."

Stare At MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang