Siang Hari

3K 137 21
                                    

Mulai dari sini, gw akan ambil alih sudut pandang orang ketiga, karena ini bukan cerita pengalaman gw, gw sangat kesulitan menjadi seorang Dayuh apalagi gw bukan Dayuh.
Selain itu, cerita ini juga dulu di kenal bukan hanya Dayuh yang menjadi fokus cerita melainkan tokoh lain

Jadi, mari kita mulai ceritanya

“temen, gak onok kejadian aneh-aneh nang omahmu?” (serius, kamu gak ada kejadian yang aneh-aneh waktu di rumahmu?) Tanya Hendra, tatapanya menyelidik.

Dayuh hanya mengangguk, “gak onok” (gak ada)

Tio dan Hendra tampak tidak puas, namun, apa yg bisa mereka lakukan bila memang Dayuh tidak percaya dengan hal semacam itu.

“engkok dulen nang omahmu, jarene omahmu iku omah Dinas yo, berarti omah lawas yo” (Nanti, maen ke rumahmu ya, katanya rumahmu itu rumah dinas ya)

(berarti rumahmu pasti rumah tua ya) kata Tio,

Dayuh mencoba memahami ucapan Tio, meski Dayuh tahu, 2 temannya sedang merencakan sesuatu, namun bila rencana mereka untuk membuat Dayuh percaya dengan hal semacam itu, maka, itu tidak akan pernah berhasil, pikir Dayuh.

“duleno” (maen saja) kata Dayuh.

Siang itu, 2 temannya benar-benar datang ke rumah Dayuh, mereka memarkirkan sepeda Wimcy**e di samping rumah dekat dengan pohon mangga, disamping pekarangan, sudah lama mereka berteman, namun, ini pertama kalinya mereka berkunjung ke rumah Dayuh

Rumah Dinas tua, yang sudah di kenal semua orang di kota ini dengan sebutan Pondok keD***sa* kota, karena hampir, semua rumah di lingkungan itu milik pegawai negeri, sangat mudah di kenali karena bangunanya serta perkarangan luasnya yg megah dengan sentuhan sejarah kental.

Tio dan Hendra tidak berhenti-melihat-lihat apa yg ada di sana, mulai pagar besi tua berkarat di setiap rumah, pohon-pohon besar dengan banyak varian tumbuhan dan bunga, membuat mereka bertanya-tanya, apakah rumah sebesar ini tidak menyimpan hal menakutkan di dalamnya.

Terlebih bangunan rumah ini besar-besar dengan atap setinggi rumah kompeni peninggalan Belanda.

“ayo melbu, emak wes masak” (ayo masuk, ibu tadi sudah masak) kata Dayuh.

Tio dan Hendra masuk, mereka langsung di sambut dekorasi unik yg tidak pernah mereka lihat dirumahnya, guci besar, dengan bingkai foto Dayuh dan keluarga serta foto-foto tua hitam putih yg kata Dayuh adalah property pemilik rumah dulu yg tidak di bawa.

beberapa milik pemerintah kota yg memang tidak boleh di ambil atau di buang.

Dayuh mengajak Tio dan Hendra pergi ke dapur, mereka melewati lorong rumah yg memang besar dan panjang dengan daun pintu di sana-sini, sebelum melewati kamar Dayuh, mereka melewati kamar orang tuanya.

saat itu, Hendra tanpa sengaja melirik daun pintu yg terbuka, disana, ia melihat seorang wanita membelakanginya, tampak asyik dengan menyisir rambutnya yg hitam dan panjang. ia duduk bersila, hanya menampilkan visual dari gaun putih yg tampak familiar. beberapa saat ia melongo,

ada segaris ingatan seperti Hendra pernah melihatnya namun samar-samar ia melupakanya, maksud hati ingin bertanya namun keinginan itu meluap begitu saja.

PESAN DARI MEREKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang