Kania menyeruput tehnya, memejamkan mata dan merasakan aliran hangat yang diberikan oleh teh beraroma melati tersebut, Kania meletakkan kembali gelas teh diatas meja kayu di depannya. Dan mengedarkan pandangannya.
Bunga-bunga mawar tengah bermekaran, memarkan kelopak-kelopaknya yang begitu indah. Si mawar ini begitu pandai menjaga mahkotanya hingga membuat sebuah pagar dengan duri yang dipunyanya. Harumnya bercampur dengan udara kebun. Bermakna cinta yang membuat cinta pemiliknya dengan keindahan dan keharumannya. Mawar.
Kania sangat menyukai kebun di belakang rumahnya, mamanya memang suka merawat tanaman dan kesukaan itu menular kepada anak perempuannya. Kania menyukai bunga dengan segala keindahannya. Kania menghirup napas panjang, menikmati udara yang bercampur dengan harumnya mawar, dan melepas napas.
Kania melirik lengannya, dan terlihat sebuah jam manis melingkar di lengan Kania. “sudah jam sebelas,” gumam Kania. Kania kembali memandang sekitar, lalu berdiri sambil memegang gelas tehnya dan berlalu meninggalkan kebun.
***
Sebuah bayang cantik terlihat jelas di cermin. Wajah putih, dengan mata hitam yang tidak sipit, bulu mata lentik serta bibir imut yang terlihat begitu manis ketika tersenyum. Rambut hitam panjangnya menjuntai menutupi bahu, poninya dijepit kebelakang memamerkan dahi yang mulus. Dia Kania. Kania sudah siap dengan kaos lengan pendek berwarna toska dan jeans membalut tubuhnya, Kania hendak menghabiskan waktunya di toko buku.
“Kaaaak,” ucap Kania di lantai bawah hendak mencari kakaknya. “iyaa dek,” sebuah suara muncul yang berasal dari ruang tengah. Kania langsung menuju kesana, dan terlihat seorang laki-laki dengan kaos hitam dan celana selutut tengah asik memandang televisi.
Gilang menyadari kedatangan adiknya, dan memandang adiknya beberap saat. “mau kemana dek?”
“aku mau ke toko buku kak,” ucap Kania yang masih berdiri sambil memandang kakanya.
“Ooh, yaudah. Pulangnya jangan malam-malam ya.” Pesan Gilang kepada Kania, lalu tanpa menunggu aba-aba lain Kania langsung melangkahkan kaki menuju parkiran. Kania menyalakan skuternya, tanpa menunggu lama skuter Kania sudah berada di antara sesaknya jalan kota.
***
Kini Kania sudah berada antara ratusan buku-buku yang tersusun rapi di setiap rak, disusun berdasarkan genre dan status buku tersebut. Mata hitam Kania berbinar-binar, hatinya begitu bahagia dan kini ia sudah berada di depan sebuah rak yang bertuliskan ‘Novel Remaja’
Mata Kania membaca setiap judul yang dapat ditangkap matanya, mengambilnya membaca ringkasannya dan meletakkannya kembali. Jika buku tersebut sudah terbuka maka Kania menyempatkan membaca sekilas isi buku tersebut.
Kania memang kutu buku walaupun tampilannya bukan si cupu dengan kaca mata besar, gigi dengan pagar serta pipi yang merah karena jerawat. Kania bisa menghabiskan sebuah buku tebal dengan semalam tanpa tugas sekolah yang menghalangi waktu membacanya. Di kamarnya, sudah terdapa sebuah lemari besar dengan puluhan novel yang dimiliki Kania.
Beberapa jam menenggelamkan diri dalam ratusan novel, tangan Kania sudah memeluk 5 novel yang akan dibelinya, novel yang dibeli Kania beberapa merupakan novel terjemahan dan sisanya adalah novel penulis Indonesia yang bukunya sudah menjadi bestseller.
Kania meletakkan buku-buknya diatas meja kasir, sementara buku-bukunya discan Kania meraih dompet dalam tasnya dan menanti sampai buku-bukunya selesai discan. Kania membayar buku-buknya kemudian berlalu dengan menenteng kantong besar berisi buku.
Kania melirik jam tangannya dan menyadari sudah masuk waktu sholat dzuhur, maka Kania menuju mushola terlebih dahulu. Beberapa menit berada di mushola Kania menyadari bahwa perutnya lapar. Sebelum pulang Kania makan di foodcourt mall. Kania sudah berada di salah satu meja sebuah restoran menanti makanan yang dipesan datang.
Tangan Kania merogoh kantong plastik yang berada di sebelahnya dan mengeluarkan sebuah buku. Namun, mata Kania terpaku pada sebuah pemandangan.
Seorang wanita berjalan melalui Kania, kepalanya menggunakan sebuah kerudung. Kerudung tersebut mejuntai begitu panjang menutup punggung, serta pakaiannya adalah sebuah dress dengan lengan panjang tanpa menampilkan lekuk tubuh wanita tersebut. Wanita itu terlihat tak begitu cantik, namun terlihat istimewa.
Kania tersentak saat seorang pelayang meletakkan sebuah nampan dengan menimbulkan sebuah suara, Kania mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat pandangannya kembali ke tempat ia melihat wanita tadi, wanita telah tak berada disitu. Dan Kania menatap makan siangnya, kemudian melahapnya.
***
Kania kembali menatap bayangannya di cermin, memperhatikan setiap sudut darinya dan wajahnya menunjukkan ekspresi yang aneh. Ekspresi itu tak akan tertebak oleh siapapun yang mengenal Kania dalam waktu yang sebentar.
“dek, kamu ngapain?” Gilang menatap adiknya dengan tatapan bingung, sementara Kania kaget dengan keberadaan kakaknya yang datang secara tiba-tiba.
“nggak ngapa-ngapain kak, kakak ngapain di kamar ku? keluar sana.” Kania terlihat linglung, namun ia masih bisa mengucapkan beberap kata dengan kata perintah dibelakangnya.
Gilang semakin bingung, namun ia tak ingin kena marah adiknya yang aneh, maka ia langsung menuju keluar kamar Kania dan menutup pintu kamar adiknya rapat-rapat.
Sekali lagi, sekali lagi Kania menatap dirinya di depan cermin, mengibaskan rambutnya dan ekspresi wajahnya bukan ekspresi dari kepuasaan atas keindahan rambutnya. Namun ekspresi ‘kenapa aku tak merasa seperti dia?’ ekspresi yang tak dapat diartikaan.
Kania menghempaskan tubuhnya di kasur dan menatap langit-langit dengan beberapa pertanyaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
hijrah story
Teen FictionKania Marissa Putri, perempuan sederhana yang mulai bosan dengan kehidupannya, mencari sesuatu. hal terindah yang ia temukan melalui orang-orang yang beriman.