Kesekian kalinya

107 5 2
                                    

            Kania sudah rapih dengan seragam sekolahnya, Kania menatap dirinya di depan cermin. Mengangkat alisnya seperti melempar sebuah pertanyaan, namun tak ada suara yang muncul, kecuali. “Kania cepat nanti kamu telat,” mama Kania memanggil.

            “Iya ma,” Kania bergegas turun kebawah sambil merapikan poninya yang berantakan karena terburu-buru.

            Kania sampai dibawah dan mendapati keluarganya tengah tenggelam dalam kesibukan pagi hari. Mama Kania sibuk dengan roti-rotinya, mengambil satu mengoles dengan selai dan menutup selai tersebut dengan roti lain. Papa Kania sedang sibuk dengan lembara-lembaran kertas yang berisi berita-berita yang membosankan –bagi Kania-. Sedangkan kakaknya sedang seru dengan ponselnya, membaca, mengetik kemudian tersenyum.

            “Pagi Ma, Pa, Kak.” Kania menarik kursi disamping kakaknya, semua yang berada antara meja makan menghentikan aktifitasnya dan mulai menunggu roti yang sudah dioles selai mendarat di piring mereka.

            kania menghentikan motornya di halaman parkir sekolah di samping sebuah motor ninja berwarna merah mencolok, motor sahabat Kania, Yossi. Kania melepas helm pinknya dan rambut lurus panjang Kania terurai begitu indah, Kania memang jarang mengikat rambutnya ia sangat menyayangi rambutnya hingga sayang jika rambutnya rusak hanya karena diikat.

Kania meletakkan helm diatas motornya dan meninggalkan halaman parkir menuju kelas. Kelas Kania ada di lantai dua, sehingga Kania harus menaiki tangga untuk sampai di kelas.

Di depan tangga Kania tak sengaja menabrak seorang siswi, “eh maaf maaf,” ucap Kania.

“Oh iya gapapa kak,” siswi tersebut ternyata adik kelas Kania karena ia memanggil Kania dengan sebutan kak. Siswi tersebut menundukkan kepalanya.

Kania penasaran dengan perilaku adik kelasnya itu, “hey, kamu kenapa?”

“mmm, a-aku nggak papa kak,” ucap siswi tersebut masih menundukkan kepalanya.

“oh yaudah kalo nggak papa. Aku duluan ya.” Kania tidak ingin berlama-lama berurusan dengan adik kelasnya yang aneh, Kania memilih untuk meninggalkan adik kelasnya dan berlalu menuju kelas. Namun baru satu langkah, Kania mundur lagi. “Kamu beneran nggak papa?”

Siswi itu masih menyembunyikan wajahnya dan menggeleng.

“yaa ampun” gumam Kania dan melanjutkan langkahnya.

Kania siswi kelas XI jurusan IPA, Kania bukan anak populer tapi ia dan teman-temannya cukup dikenal di sekolah ini. Mereka terkenal dengan kekompakkannya, mereka sudah memiliki meja tersendiri di kantin. Kania dan teman-temanya bukan seorang penindas, namun mereka sangat bersahabat. Kania, Uli,Tiara, Yossi dan Bagas tak selalu bersama seperti saat mereka tidak dalam satu kelompok belajar.

Tidak bersama dalam satu kelompok belajar tidak membuat mereka tak bersemangat, mereka tetap bersemangat dan jika ada waktu luang maka mereka akan menghabiskan waktu bersama.

“Uliiiiii, gue baksonya pedes yaaaa.” Kania teriak dalam keramaian kantin. Ya, Uli, Kania, Yossi dan Bagas sekarang berada di kantin dan hari ini adalah bagian Uli untuk memesan makanan.

Uli menoleh kebelakang yang sudah agak jauh dari gerombolan temannya, “okey.” Suara Uli tidak terdengar tapi Kania paham dengan ekspresi yang di berikan Uli.

Kania menatap dua sahabatnya yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Yossi sedang asyik senyum-senyum dengan ponselnya. Bagas sedang asyik sama buku tebal di depannya. Tiara hari ini izin tidak masuk sekolah karena sedang ada urusan keluarga.  “woy, gue disini kali,” Kania membuat hentakan kecil yang cukup mengalihkan perhatian sahabat-sahabatnya.

Yossi dan Bagas menghentikan aktifitasnya sementara, mereka meletakkan kesibukan mereka di atas meja. Berdehem sebentar dan kembali sibuk, kebiasaan kalau sudah punya dunia sendiri pasti lupa. Lalu Kania menghela napas panjang dan mengedarkan pandangannya ke seluruh pejuru kantin.

Kantin dipenuhi dengan siswa siswi sekolah Kania. Mereka sibuk dengan makanan mereka, terkadang mereka berbicara ada pula yang membawa makanan menuju meja dan ada pula segerombol siswa yang sedang tertawa. Pandangan Kania jatuh terhadap segerombol siswi yang sedang membawa makanan, siswi-siswi tersebut tak dikenali oleh Kania karena Kania tidak pernah memperhatikan kelas lain selain kelas Kania.

Siswi-siswi tersebut asyik tertawa kecil dengan feminim, mereka memakai seragam serba panjang. Kemeja putih panjang, rok abu-abu panjang serta kerudung panjang yang menjulur panjang. Mereka tidak terlihat begitu cantik namun Kania melihat mereka seperti sesuatu yang isitimewa. Kania pun tak mengerti dengan pikirannya saat ini.

“woy, gue disini kali,” Uli berhasil menghentak sahabat-sahabatnya yang tengah sibuk dengan dunia sendiri hingga tak sadar bahwa Uli telah sampai di meja dari beberapa detik yang lalu.

Kali ini Yossi, Bagas dan Kania benar-benar kaget. Yossi dan Bagas hampir saja menjatuhkan barang yang ada di tangan mereka sedangkan Kania hampir saja terloncat karena saking kagetnya dan lamunan Kania buyar.

“kalian tuh kebiasaan suka sibuk sendiri-sendiri,” Uli mengomeli sahabat-sahabatnya sambil meletakkan pesanan di depan pemiliknya.

“habis tadi gue ngomong nggak di ladenin tu sama 2 orang itu,” Kania mengadu kepada Uli.

“biarin sih, habis lo gajelas banget,” ucap Bagas sambil menutup bukunya.

Yossi menatap mangkuk baksonya dengan penuh selera, “udah siih berantem mulu mendingan makan, gue udah laper banget.” Ucap Yossi dengan wajah nelangsa karena kelaparan. Tanpa menunggu aba-aba lagi mereka pun hanyut dalam keramaian kantin dan kelezatan makanan yang dipesan.

“Kania tadi lo kenapa ngeliatin anak rohis gitu amat?” tanya Uli, sekarang Uli dan Kania sedang berada di lorong menuju kelas, tadi mereka pergi terlebih dahulu karena Uli ada urusan sebentar di ruang TU.

‘Oh anak rohis’ batin Kania. “hmm, enggak kok kenapa-kenapa tadi gue lagi ngelamun mungkin kebetulan aja kali mata gue natap mereka pas gue lagi ngelamun” Kania tidak menjawab pertanyaan Uli dengan sedikit kepalsuan karena ia tak ingin Uli tahu keanehan yang Kania rasakan saat ini. Selanjutnya Uli hanya be-oh ria.

Bel pulang sekolah berbunyi, seluruh siswa dan siswi berhamburan menuju pintu gerbang sekolah yang terbuka lebar. Saat baru keluar dari kelas Kania melihat kebawah dan lagi-lagi ia mendapati segerombolan siswi berkerudung panjang sedang berjalan antara siswa dan siswi lainnya. Mereka memang minoritas di sekolah Kania, yang berkerudung panjang seperti mereka hanya di dapati di ekskul rohis.

Kania merasa penasaran dengan segerombolan siswi berkerudung panjang tersebut, karena Kania merasa melihat wanita berkerudung panjang berbeda dengan wanita yang tidak berkerudung. Entah Kania pun tidak tahu mengapa, namun seperti itulah hatinya berkata dan Kania akan mulai mencari tahu tentang kerudung panjang.

hijrah storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang