Chapter 2

39 3 2
                                    

"Ngapain lu kesini? nanti gue juga mau ke sana," ujar ku. "Abisnya, lama sih lu. Eh lu masak apa nih?" tanya Carmine. "Mata lu rabun atau gimana dah? Gue lagi buat sup bu-" saat ingin menjelaskan, kata-kataku disela. "Ngapain masak? Dirumah gue banyak makanan, makan dirumah gue aja," ujar Carmine. "Nah kan, ni anak. Makanya kalo orang ngomong tuh dengerin dulu. Ini gue buat sup ayam buat Ben. Kayaknya dia sakit gara-gara gue deh. Yang lu bilang pagi-pagi udah berangkat itu tuh gara-gara dia ke rumah gue," jelasku. "Hah? Ngapain dia ke rumah lu? ga jelas," Carmine pun tak tau alasannya.

"Oh ya, tante Lili mana?" tanya Carmine. "Dibilang orang tua gue lagi di luar kota, lu ga denger ya tadi?" jawabku. "Upps, sorry sorry hehe," ujar Carmine. "Om Erick sama tante Valen dirumah?" tanyaku. "Cuman ada mama," jawab Carmine.

Om Erick Sutomo dan tante Avalen Chong, orang tua Ben dan Carmine. Om Erick dan papa gue bersahabat dari SMP, makanya sekarang gue sama Ben bisa rapet terus. Papa Richard Americh dan mama Liliana Wijaya, my 'beloved' parents. Nama tengah gue diambil dari nama kedua orang tua gue. Ame dari Americh dan Lia dari Liliana. Gue anak tunggal dan gue iri sama mereka karena mereka kembar. Pengen banget punya adek.

Di rumah, gue juga ga punya temen. Pengen ada saudara kandung gitu biar bisa diajak main. Masa dirumah temen gue cuman Mbok Nuri. Binatang peliharaan juga ga punya.

Mama papa jarang banget dirumah. Seringnya di luar kota dan pasti karena kerja. Walau di Jakarta pun, pulangnya malem. Hubungan gue sama orang tua gue ga deket, ya karena itu. Gue iri sama orang-orang yang biasa bisa curhat ke mamanya. Masalah gue mau di ceritain ke siapa coba?

Makanya selama ini masalah gue selalu gue pendem.

Gue gak cerita ke Mbok Nuri karena dia ga bakal ngerti. Dia kan ga ke sekolah bareng gue, mana ngerti masalah sekolah.

Kenapa gak ceritain ke sahabat?

Karena menurut gue ada beberapa masalah yang emang sifatnya personal. Paling nyaman cerita ke mama, dia tau keburukan gue juga kan gapapa. But what can i do? Mama aja jarang dirumah.

Walau keluarga gue ga pernah berantem, gue ga bisa bilang kalo keluarga gue harmonis. Kalo ga deket, sama aja kan?

"Maa, liat nih siapa yang dateng," teriak Carmine. "Tasyaaa! Udah lama banget kamu gak kesini," pelukan hangat tante Valen membuatku merasakan kasih sayang seorang ibu.
"Yaampun tan- eh, ma.. baru juga 2 hari lalu Tasya ke sini," jawabku. Ya, gue emang manggil tante Valen dengan sebutan mama, tante Valen sendiri yang suruh.

"Eh, ini kamu bawa makanan? Buat apa? Kan disini banyak makanan," ujar tante Valen. "Itu loh ma, si Ben kan akhir-akhir ini suka bangun pagi-pagi trus ternyata ke rumah Tasya," jelas Carmine. "Hah? Beneran Sya? Ngapain tuh anak? Ganggu ya? Pasti ngerepotin Richard sama Lili," tanya tante Valen.

Engga kok, orang mereka ga pernah dirumah.

"Enggak kok ma, mama papa lagi di luar kota. Oh iya, ini sup aku taro mana ya?" tanyaku. "Ohh, itu sup masih anget kan? yaudah kamu taro situ aja, nanti mama ambilin buat Ben," kata tante Valen.

"Ehh, ga usah ma. Kan aku yang gak enak, aku mau bawain buat Ben sendiri," ujarku. Walau males banget sih bawain buat dia tapi ya mau gimana.

*tok**tok*
"Ben? Gue masuk ya," ujarku.
Oh, lagi tidur.

"Gue taro sini ya Ben," bisikku. Pas mau balik badan, ada tangan yang menarik tanganku. "Ma? Mama jangan pergi... Temenin Ben disini," keluh Ben dengan suara samar.

Waduh... kayaknya dia sangka gue tante Valen deh.

"Umm, Ben... lepasin, gue bukan mama lo," Ben tidak mau melepaskan genggamannya. Akhirnya gue berujung ngerawat dia. Gue cek suhunya, trus gue ganti kompresnya. "Ben, nih ada sup ayam," ujarku. "Suapin dong ma, Ben ga kuat, buka mata aja ga kuat," kata Ben.

Waduh, dia minta di suapin. Dia ga sadar apa ya dari suara gue? "Maaa, ayokk mana? kok lama?" tanya Ben. "Ben... ini kan sup, nanti tumpah," balasku. "Yaudah Ben duduk, tapi sambil merem gapapa?" tanyanya lagi. "Hmm," balasku. Mau tidak mau akhirnya aku menyuapi dia sampai habis. "Enak ma sup nya :)" kalau dia tahu aku yang memasak, mungkin akan langsung dia muntahkan. "Minum obat dulu ya," ujarku. "Aaaaa,"

hah? kok 'aaaa' kan dia bisa minum sendiri.

"Ben nih obatnya, kamu minum sendiri ya," ujarku. "Ga kuat nih, lemes tangannya," alesan mulu nih anak, nyesel gua ke kamarnya. Karena Ben keras kepala, gue nyuapin dia obat. Jari gue kena bibir dia.

Lembut

Akhrinya gue bisa keluar dari kamar dia. "UWAHH-" teriakku saat melihat Carmine disamping sedang mengumpat. "Lu ngapain sih bocah, kaget banget tau ga sih gue," kataku sambil memukul Carmine. Lalu Carmine nunjukin gue foto. "Swit swit, ciee yang abis ngurusin pacarnya," karena pintu kamar Ben terbuka sedikit, Carmine berhasil mengambil foto saat gue lagi nyuapin Ben. "Arggh, delete it!!" pintahku.

"Sent to Sandra,"
Oh tidak... apa yang telah Carmine lakukan...

Luviess♡
Sandra : OMGG!! LIAT SIAPA YANG PACARAN SEKARANG😆😍

HEH! Enggak ya!! Itu edit-an, jangan percaya!!

Carmine : Beneran itu, si Tasya lagi di rumah gue sekarang

Iyaaa, tapi itu karena dia sangka gue tante Valen coba🙄

Sandra : Aww, my baby has grown😢🥺

love you guys💩💩

"Hahaha, you guys look sooo cute," kata Carmine. "Tunjukin ke mama ah," ejek Carmine. "Don't you dare," ancamku. "Hahaha, enggak enggak," balas Carmine.

Besoknya, Ben sudah mendingan dan berangkat sekolah. Gue masih menghindar. "Sya," panggil Ben. "We need to talk," lanjutnya. "Umm, itu! Pak Bagas dah di depan, nanti kita diomelin lagi," ujarku. Untung timing nya pas banget.

*kring**kring*
Akhirnya istirahat.

"Sya, gue mau ngo-" saat Ben hendak menghampiri, Gerald datang. "Tasya, ke kantin yuk," ajak Gerald. "Woi, gua mau ngomong sama Tasya," sambar Ben. "Tapi kan gue ajak Tasya duluan," balas Gerald. "Istirahat ke 2 aja kan bisa," balas Ben sambil menarik tanganku. "Aww, sakit Ben," Ben tarik dengan penuh tenaga. Saat ingin pergi, aku tertahan lagi. Gerald menahan tangan kiriku.

"Gua.ajak.dia.duluan." Gerald menekan semua kata-kata. "Lu juga istirahat ke 2 bisa kan?" sambung Gerald. Karena keras kepala Ben melepaskan tanganku dari genggaman Gerald dengan paksa. "Ouchh, Ben sakit tau," lenganku berdarah tercakar kuku Gerald.

Keluar kelas Ben langsung membawaku ke UKS. "Lu mau ngapain sih Ben?" tanyaku. Ben terdiam, dia terlihat serius mengobati tanganku.

"Maaf," kata Ben. "Gue ga sengaja buat lu kecakar," sambungnya. "Iya gapapa, lagian lu mau ngapain sih?" tanyaku. "Emang bener kemaren yang ngurusin gue itu lu? Bukan mama?" tanyanya. "Hah? Apaan sih? Sejak kapan?". "Ga usah boong, itu lu kan?" tanyanya. Gue ngangguk pelan.

"Makasih," katanya. Makasih? Beneran? Ben bilang makasih ke gue?

"Eh, lu gak lagi sakit kan? Kok tumben," tanyaku. "Emang muka gue kayak lagi bercanda?" tanyanya. Terlihat ketulusannya dari mukanya yang serius sekaligus merasa bersalah.

Imut

Hah? Apa? Apa yang barusan gue pikirin?

RivalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang