Prolog

22.5K 1.7K 21
                                    

Amaya mengetik tulisan Truth or Drink di laman YouTube Channel Slash, perusahaan start up tempat sahabatnya bekerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amaya mengetik tulisan Truth or Drink di laman YouTube Channel Slash, perusahaan start up tempat sahabatnya bekerja. Tak perlu menunggu lama, laman yang terpampang di layar komputernya langsung berisi daftar panjang video yang sedang mereka bicarakan.

"Wow!" seru Amaya sembari meneliti gambar-gambar thumbnail. "Aku harus nonton yang mana dulu?"

"Exes," ujar Shulan di seberang telepon. "Jadi, nanti kamu akan berhadapan dengan mantanmu dan membahas hubungan kalian."

Amaya tertawa. "Mantan yang mana?"

"Ya, bisa yang mana saja. Kamu percayakan padaku, biar aku yang hubungi mantanmu. Yang terpenting kamu sudah setuju untuk melakukannya. Please, Amaya. Kamu harapan terakhirku." Sekali lagi perempuan itu memohon.

"Jangan memohon-mohon begitu, aku jadi nggak enak menolaknya," keluh Amaya. "Gimana kalau videonya jadi awkward?"

Amaya memilih salah satu video Truth or Drink berlabel 'exes' seperti yang disarankan oleh Shulan. Video dimulai dengan iklan selama 15 detik, untungnya di detik ke lima Amaya bisa memilih opsi skip, lalu bumper segera mengisi layar dengan suara jingle yang cukup akrab di telinganya.

Dua orang terihat duduk saling berhadapan, sebuah meja kecil berbentuk lingkaran berada di tengah-tengah. Setumpuk kartu, botol-botol minuman, dua buah gelas yang diduga Amaya berisi jus, dan sepasang seloki ditata di atas meja tersebut. Kemudian dengan aba-aba dari tim yang ada di belakang kamera merekapun memperkenalkan diri.

"Amaya! Gimana?" tanya Shulan memecah konsentrasi Amaya dari layar. "Aku benar-benar sudah buntu. Semua orang sedang sibuk dan tidak bisa membantuku, sedangkan orang yang seharusnya mengisi acara ToD minggu ini malah masuk rumah sakit. Videonya harus tayang hari Senin dan ini sudah hari Rabu. Tolonglah."

"Hanya main truth or dare, kan?" Amaya memastikan.

"Truth or dare with a twist. Oh ya, tantangannya juga diganti dengan minum. Ya, kamu tahu sendiri kenapa judulnya Truth or Drink, kan?"

Amaya menghela napas. "Oke! Fine," ucap perempuan itu pada akhirnya. "Tapi aku cuma bisa shooting hari Jumat, kebetulan hari itu Adam akan membawa Paola menginap di rumahnya. Dan, sepulang kerja. Bagaimana?"

"Tidak masalah. Jadi, Jumat, ya? Aku informasikan ke timku dulu. Oh ya, juga ke mantanmu." Kali ini Shulan terdengar lebih bersemangat.

"Hey, mantan yang mana?"

"Pastinya mantanmu yang aku kenal. Tapi tunggu, sepertinya aku memang kenal semua mantanmu, kan?" goda sahabatnya itu seraya tertawa.

Alis Amaya bertaut dan bibirnya sedikit mengerucut. Perempuan itu sedang mengingat-ingat siapa saja mantannya, dan siapa yang kira-kira akan bisa dipaksa Shulan untuk ikut menderita dalam setengah jam permainan Truth or Drink itu. Beberapa nama langsung dicoretnya dari daftar mantan yang bisa dipilih Shulan—karena orang-orang itu tidak tinggal di negara bagian yang sama seperti mereka, juga dua nama yang tertinggal di Indonesia saat kelurga Amaya pindah ke Amerika di usianya yang ke 14 tahun. Tersisa dua nama saja yang mungkin akan dihubungi sahabatnya itu. Joe, yang kini tinggal di Mercer Island bisa saja menyetir beberapa jam ke Seattle demi acara ini. Namun, sepertinya Mike menjadi kandidat termudah karena selain tinggal di kota ini, mantan terakhirnya itu juga bekerja untuk perusahaan yang sama dengan Shulan.

Truth or Drink bersama Mike sama sekali tidak terdengar buruk. Amaya tahu bahwa pria itu adalah sosok yang baik bahkan sejak mereka berkenalan. Hubungan percintaan mereka memang tidak berjalan mulus, tapi untungnya pertemanan mereka tetap baik-baik saja. Mungkin karena mereka berdua adalah orang dewasa yang tidak ingin meributkan hal-hal kecil, lagipula tak ada masalah prinsipil yang membuat mereka berpisah. Jadi, meski tidak ada masa depan sebagai sepasang kekasih—atau suami istri, mereka masih saling menyayangi sebagai teman.

"Oke, deh. Terserah kamu saja."

"Terima kasih, Amaya. You're the best!"

Shulan kemudian menjelaskan beberapa hal terkait produksi acara tersebut, termasuk juga menginformasikan tentang kontrak dan honor yang akan diterima oleh Amaya. Shulan bilang kantornya akan menyediakan mobil khusus jika dirinya ternyata mabuk setelah acara tersebut, tapi Shulan mengusulkan agar mereka pulang bersama saja, toh mereka tinggal di kawasan yang berdekatan. Amaya hanya bergumam untuk menyahuti hal tersebut.

"Ada yang mau kamu tanyakan? Atau ada pertanyaan yang menurutmu tidak boleh dibahas nanti?" tanya Shulan setelah penjelasan panjangnya.

"Kurasa semuanya boleh dibahas, aku tidak sedang menyembunyikan apapun," jawab Amaya.

"Oke. Pakai baju terbaikmu. Sampai jumpa hari Jumat di kantorku," tutup Shulan.

Amaya meletakan ponsel ke meja, kemudian melanjutkan video yang tadi belum selesai ditontonnya, selagi menunggu panggilan rapat yang sudah terlambat beberapa menit.

Truth or Date [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang