"Kamu benar-benar jadi pemabuk sekarang," cibir Petra.
"Sudahlah, ayo lanjutkan."
"Wajahmu merah," lanjutnya mengabaikan permintaan Amaya.
"Lebih cepat kita lanjut, lebih cepat juga permainan ini berakhir, jadi ayolah."
Kali ini Amaya mengambil sebuah kartu dan menjejalkannya ke tangan Petra karena enggan melanjutkan perdebatan tentang dirinya yang mulai mabuk. Padahal tanpa perlu diberi tahu, Amaya sadar bahwa dirinya mabuk, karena kepalanya mulai menghasilkan dengung ganjil yang menganggu.
"Oke," ujar Petra. "Berciuman selama satu menit, atau minum dua shot sebagai hukumannya." Petra membaca isi kertas itu dengan lantang, tapi buru-buru menatap ke arah kamera seolah dia bisa melihat orang-orang yang ada di belakangnya. "Serius?"
"Iya. Dengan persetujuan tentu saja, tidak ada pemaksaan di sini," jawab sang sutradara dengan santai.
"Aku rasa kamu tidak akan melakukannya, tapi melihat wajahmu saja sudah sangat jelas bahwa kamu mabuk. Dua seloki akan memperburuk kondisimu."
Kata-kata Petra itu mungkin saja tidak dimaksudkan untuk tujuan tertentu, tapi berhasil menciptakan gelenyar aneh di perut Amaya.
"Aku tidak bisa menciummu selama satu menit," aku Amaya.
"Jadi keputusannya tidak," ujar Petra pada kamera.
Baru saja Petra hendak menuangkan minuman ke dalam seloki miliknya, Shulan bersuara, "Ayolah, tiga puluh detik saja."
"Butuh lebih banyak dari yang tadi aku minum untuk membuatku mencium Petra, terutama di depan kamera," tolak Amaya.
"Lima belas detik," tawar Shulan yang tidak kenal menyerah.
"Tolong tuang minumannya," pinta Amaya pada Petra.
"Kamu yakin? Dua seloki akan membuatmu semakin parah."
"Besok akhir minggu, jadi tidak masalah kalau aku hanya tiduran selama dua hari di rumah," ujar Amaya seraya mengangguk.
Petra menuangkan satu seloki untuk Amaya, kemudian untuk dirinya sendiri. Amaya menenggak seloki pertamanya dengan susah payah. Dengung di kepalanya semakin buruk setiap detiknya.
"Aku akan melakukannya untukmu," ujar Petra yang dengan segera mengisi kembali kedua seloki, lalu menenggak sendiri cairan jahanam yang kini membuat kepala Amaya seperti habis dipukuli.
"Terima kasih," ujar Amaya.
"Tidak masalah, tapi tolong selanjutnya jawab saja, aku tidak ingin jadi mabuk karena harus menyetir sendiri untuk pulang," pinta Petra.
Amaya mengangkat bahu. "Semoga pertanyaannya tidak memaksaku untuk minum lagi."
Amaya membuang tatapannya dari wajah Petra. Tidak ada tanda-tanda pria itu mulai mabuk, sangat berbeda dengan dirinya yang sudah di ujung titian menuju bencana yang sebenarnya. Sembari berharap bahwa sisa pertanyaan yang ada di kartu-kartu itu akan lebih mudah, Amaya menarik sebuah kartu.
"Kapan terakhir kali kita bertemu? Dan bagaimana kejadiannya?"
Amaya mendadak meledak dalam tawa. Separuh otaknya yang masih bisa bekerja dengan cukup baik berkata bahwa tidak ada yang lucu dari pertanyaan itu, tapi sisi dirinya yang sudah beberapa menit lalu meninggalkan kewarasan memiliki anggapan berbeda.
"Tunggu! Jangan dijawab," tahan Amaya ketika dia melihat tanda-tanda Petra akan bersuara. "Kalian mau detail kejadiannya?"
"Ya!" seru beberapa suara.
"Aku punya saksi mata di sini yang bisa memastikan apapun jawaban yang keluar dari kami. Shulan, dengarkan!" Amaya bedeham untuk membersihkan kerongkongannya. "Kami bertemu terakhir di Ainsworth House & Garden, musim semi lalu, dalam rangka menghadiri pernikahan Logan, sahabat Petra. Sejak menerima undangan itu, aku tahu bahwa kami pasti akan bertemu di sana. Tapi, aku sama sekali tidak menduga bahwa pertemuan kami setelah berpisah empat tahun yang lalu akan menjadi hal yang paling menjijikan yang bisa kuingat tentang kamu."
Amaya memajukan tubuhnya dan dengan berani menatap wajah kebingungan milik Petra.
"Jangan berani-berani bilang kalau kamu tidak melihatku di sana!" ujar Amaya yang kini menunjuk hidung pria di hadapannya.
"Aku tidak berkata demikian. Aku hanya terkejut bahwa kamu menilaiku menjijikan karena pertemuan itu. Apa yang aku ... kenapa?"
"Pertama, kamu jelas-jelas membuang muka saat pertama kali melihat aku dan Shulan datang. Lalu, tunanganmu menghampiriku, dan tanpa alasan dia merasa perlu menjelaskan tentang hubungan kalian, bahkan memamerkan cincin berlian pengikat cinta kalian. Dan kamu bahkan tidak mengatakan satu katapun saat kita berpapasan setelah acara berakhir," cerocos Amaya.
"Dia benar-benar mabuk," ujar Petra pada kamera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Date [Terbit]
Romance[SUDAH DITERBITKAN OLEH PENERBIT KATA DEPAN] RUNNER UP Author Rising 2020. -- Amaya tak pernah menyangka bahwa menyetujui permintaan Shulan untuk mengisi acara untuk channel YouTube tempat sahabatnya itu bekerja akan mempertemukan kembali dirinya de...