Due

11.9K 1.4K 17
                                    

Kesibukan di dalam studio A tampak cukup jelas dari kejauhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kesibukan di dalam studio A tampak cukup jelas dari kejauhan. Beberapa orang terlihat keluar masuk, dan dari pintu yang masih terbuka lebar, Amaya juga dapat melihat kesibukan para kru menata berbagai perlengkapan shooting.

Amaya menghampiri Shulan yang sedang duduk membelakangi pintu.

"Aku belum terlambat, kan?" tanya Amaya seraya menepuk bahu Shulan.

"Oh, baby, terima kasih sudah datang. Aku, well, kami semua berhutang banyak padamu," ujar Shulan yang segera berdiri dan memeluk Amaya.

"Tidak masalah," sahutnya. "Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?"

"Kamu perlu ganti pakaian?" Shulan balas bertanya.

"Sepertinya tidak. Bagaimana menurutmu?"

"Kamu terlihat luar biasa, tapi singkirkan jaketmu. Di luar hujan, huh?"

"Iya, untungnya aku sudah sampai sebelum rintik-rintik itu berubah menjadi amukan badai."

Hujan di Seattle memang sulit ditebak. Kadang turun dalam bentuk titik-titik halus yang dengan mudah diabaikan oleh penduduk kota, tapi kadang menerjang secara tiba-tiba. Bahkan terkadang, di siang yang cerah, hujan sering kali turun tanpa permisi, mengubah suasana yang hangat menjadi gloomy.

Amaya melepaskan jaket panjangnya, dan seseorang—yang diyakininya adalah kru wardrobe—segera mengambil alih benda itu dan menyimpannya di rak gantung yang tersedia di salah satu sudut studio. Shulan menepuk kursi di hadapan Amaya sebagai tanda agar dia duduk. Tanpa protes, perempuan dengan rambut cokelat panjang itu segera mengikuti arahan.

"Ini, tanda tangan," ujar Shulan.

Dua rangkap surat perjanjian sederhana diberikan Shulan kepada Amaya. Perempuan itu membaca sekilas, memeriksa data-datanya, kemudian segera menandatangani dokumen itu.

"Jadi, siapa mantanku yang kamu undang?" tanya Amaya. "Tadi aku berpapasan dengan Mike saat dia hendak pulang. Jadi tentu bukan Mike yang akan bermain bersamaku, kan?"

"Seseorang yang kebetulan sedang berada di Seattle dan ingin bertemu denganmu," jawab Shulan penuh misteri.

Amaya memutar bola matanya.

"Tenang saja. Kamu akan baik-baik saja."

Kalimat andalan sahabatnya itu sangat klise, tapi diamininya sepenuh hati.

"Blow dry. Make up," seru Shulan ke arah kumpulan kru. "Aku tinggal sebentar, ya. Kamu santai-santai dulu saja, biarkan mereka memolesmu."

Shulan berlalu, digantikan tiga orang lain yang langsung sibuk mengurusi rambut dan wajahnya. Hair dryer, sisir, kuas, dan spons memanjakan penampilan Amaya yang jarang dipoles. Dia memang diberkati dengan kecantikan alami, tapi untuk momen-momen khusus, Amaya tidak anti terhadap make up.

"Kamu suka warna yang mana?" tanya salah satu perias sambil mengulurkan beberapa pilihan liquid lipstick ke tangan Amaya.

Amaya terlihat berpikir sebelum berujar, "Auburn."

Perias itu memberikan liquid lipstick ke pada Amaya dan segera mengarahkan sebuah cermin bundar ke depan wajahnya. Amaya menatap kagum hasil kerja perias itu. Hanya beberapa menit saja tapi wajahnya terlihat jauh lebih segar, dan tentu saja camera ready. Dipolesnya lipstik merah kecokelat dengan sedikit undertone biru itu ke bibirnya.

"Terima kasih," ujar Amaya setelah menutup liquid lipstick dan mengulurkannya kembali pada si perias.

"Lipstik itu menyempurnakan penampilanmu. Pilihan yang luar biasa," ujarnya.

Amaya tersenyum menanggapi pujian itu.

"Amaya sudah siap?" tanya seorang pria yang datang sambil membawa wireless microphone di tangannya. "Aku asisten sutradara acara ini, Jacob."

Amaya menyambut uluran tangan pria itu. "Amaya."

"Aku pernah melihatmu beberapa kali di sini," aku pria itu.

"Aku sudah beberapa kali mengisi acara di Channel Slash," sahut Amaya sambil mengangguk.

"Mari ke set, sekalian kita pasang microphone untukmu."

Amaya mengikuti langkah pria itu menuju set dengan latar besar berwarna biru. Seperti yang sudah dilihat Amaya pada video Truth or Date di Channel Slash, sebuah meja bundar diletakkan di antara sepasang kursi. Beberapa botol minuman dan dua sloki juga telah tersedia.

Jacob menyerahkan ujung kabel microphone pada Amaya dan memintanya memasang perekat di kerah bagian dalam. Setelah memastikan microphone terpasang dengan baik, Jacob memberi arahan pada kru lainnya untuk mengecek suara yang masuk pada rekaman. Setelah memastikan suara Amaya dapat terdengar dengan baik pada monitor, Jacob memasangkan transmiter microphone di pinggang Amaya.

Amaya baru hendak menanyakan tentang jus yang berfungsi sebagai penetralisir, ketika seseorang lainnya datang membawa nampan dengan gelas berwarna-warni.

"Jus apa yang kamu inginkan? Kami punya guava, mangga, dan jeruk."

"Jeruk saja. Terima kasih," jawab Amaya.

Kru tersebut meletakkan segelas minuman berwarna kuning ke atas meja, kemudian sebuah gelas berwarna merah muda, juga secawan potongan jeruk nipis.

"Mantanku sudah datang?" tanya Amaya refleks.

"Sudah. Dia sedang mengobrol dengan Shulan di depan studio," sahut kru yang membawakan minuman tadi sebelum berlalu.

Truth or Date [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang