Trentasei

4K 672 34
                                    

"Amaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Amaya... Amaya. Bangun, Amaya."

Amaya merasa seseorang menepuk-nepuk tubuhnya, lalu menggoyangkan tubuhnya. Perlahan kesadarannnya mulai terkumpul, dan Amaya membuka matanya. Tidak ada caraya matahari yang menyapa lewat celah-celah tirai, bahkan Amaya bisa menebak bahwa malam belum berakhir. Namun, wajah panik Mama membuatnya segera menegakkan tubuh.

"Ada apa, Ma?"

"Bangun, Amaya. Kita harus segera ke rumah sakit. Adam dan Gina membawa Paola ke rumah sakit, kita harus menyusul."

"Apa? Ada apa? Kenapa?"

Ada begitu banyak pertanyaan yang hadir dalam benak Amaya, tapi tak ada jawaban apapun yang didapatnya dari sang ibu yang sudah bangkit dari kasurnya. Mama terlihat sibuk memasukkan beberapa barang ke dalam salah satu tas Amaya sambil merapal doa dengan cepat. Dengan sebuah tendangan, Amaya mengempas selimut dari atas tubuhnya, kemudian mengambil alih tasnya dari tangan Mama.

"Di mana kunci mobilmu? Biar Mama panaskan dulu mobilnya," ujar Mama yang terlihat sangat panik.

Amaya mengulurkan tangan dan menahan bahu Mama.

"Ma, ambil saja tas dan barang-barang Mama. Biar aku yang siapkan mobilnya."

Mama mengerjap dan membeku sesaat, tapi kemudian dia mengangguk dan segera keluar dari kamar Amaya. Namun, alih-alih melangkah keluar kamar dan menyiapkan mobil, Amaya justru terduduk kembali di ujung ranjangnya.

Kalut adalah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan hatinya saat ini, tapi seperti biasa dia harus berusaha tenang jika menyangkut kesehatan Paola. Penyakit Paola sudah disadari dan diketuahui oleh seluruh keluarga dan teman-teman terdekat Amaya. Semua orang yang berada di lingkaran terdekat Paola mengetahui bahwa diperlukan kesiapan dan kecepatan dalam menanggapi kondisinya yang tiba-tiba menurun. Apa yang dilakukan Adam dan Gina melarikan Paola ke rumah sakit sudah sangat tepat. Kini giliran Amaya mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk sekali lagi menghadapi apa pun yang akan terjadi di rumah sakit nanti.

Setelah menenangkan dirinya selama beberapa detik, Amaya bangkit dan keluar dari kamarnya dengan seluruh kesadarannya yang telah terkumpul. Dia mengambil kunci mobil di lemari, dan keluar dari rumah.

Belum ada tanda-tanda pagi akan menjelang. Langit masih begitu gelap. Amaya bahkan tak sempat mencari tahu pukul berapa saat ini. Dia hanya memfokuskan pikirannya pada satu per satu detail yang harus dia lakukan demi menjaga kewarasannya tetap terjaga. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk atas apa yang terjadi pada Paola dan hal-hal yang mungkin menunggunya di rumahs akit nanti akan membuatnya terserang panik. Jadi Amaya mengatur napasnya, menghitung geraknya, melakukan tahap demi tahap untuk memastikan mobilnya segera siap.

"Mama sudah periksa semua pintu terkunci. Alarm juga sudah Mama pasang kembali. Sekarang kita bisa berangkat," ujar Mama setelah bergabung bersama Amaya di dalam mobil.

Amaya mengangguk. Dinyalakannya penghangat mobil demi menghalau udara dingin yang merambat, kemudian ia pun membawa mobilnya keluar dari halaman dan membelah jalan.

Virginia Mason Hospital adalah rumah sakit tempat Paola dilahirkan, dan sejak itu menjadi tujuan utama Amaya untuk melakukan kunjungan dokter atau pun tritmen Kesehatan yang harus dilakukan oleh Paola. Adam yang juga bekerja sebagai dokter di sana menjadikan kunjungan Paola ke rumah sakit menjadi lebih mudah. Dia punya akses terbaik untuk mengetahui dokter dan terapi terbaik untuk Paola. Dan ke tempat itulah Amaya membawa mobilnya.

Jalanan Seattle mungkin tak pernah benar-benar sepi. Mobil Amaya berpapasan dengan beberapa kendaraan setiap mil. Semua lampu jalan menyala, begitu juga lampu merah yang beberapa kali memaksa mereka berhenti sejenak di persimpangan. Amaya mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Dia sama sekali tidak terlihat buru-buru atau panik, meski Mama beberapa kali memintanya untuk mempercepat laju kendaraan. Amaya berusaha sekuat tenaga untuk fokus pada apa yang ada di depannya sebelum mendengar langsung apa yang terjadi dengan Paola dari dokter.

Mobil mereka akhirnya tiba di tujuan. Amaya mencari tempat parkir yang terdekat dari pintu ruang emergency dan segera turun. Bunyi alarm mobil yang terkunci bergema berbarengan dengan ponsel Mama yang berdering. Kali ini seruan yang dibuat Adam sesaat setelah Mama mengangkat telepon membuat Amaya segera berlari memasuki ruang emergency.

Adam berdiri dengan wajah pucat pasi dan segera berlari menyambut Amaya. Namun yang membuat tangis Amaya pecah adalah ketika melihat Gina yang tersedu di lantai. Di dekat Gina, lima orang dokter dan suster mengerubungi sebuah brankar, dan di atasnya Paola yang membiru sedang berjuang untuk dapat disadarkan.

"Kita harus melakukan operasi sekarang. Tidak ada waktu lagi, Adam!" seorang Dokter berseru.

"Lakukan! Ibunya sudah datang," sahut Adam.

Amaya tahu arti kata-kata itu. Dia tak akan sempat menyentuh putri kecilnya. Bahkan tangan Amaya yang terus menggapai, dan suaranya yang semakin parau kala memanggil-manggil nama Paola, tak mampu menahan dokter dan suster yang sudah mendorong brankar menuju ruang operasi.

Truth or Date [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang