Bab 1 - Sial

40 9 0
                                    


Gak mau gue kabur atau gak mau kehilangan gue?

Tepat di perempatan jalan, lampu lalu lintas berubah menjadi merah yang menandakan berhenti. Cewek dengan penampilan yang acak-acakan mulai dari rambut yang terurai, baju yang dikeluarkan serta tidak memakai dasi abunya itu terlihat cemas. Ia melirik arloji ditangannya dan sekarang menunjukkan pukul 06.55 yang menandakan jika ia benar-benar terlambat kali ini.

"Bang, buruan ngape," ujar Fidelya sembari menepuk pundak Abang ojek online.

"Sabar Neng. Ini teh lagi lampu merah. Saya mana bisa jalan," ucap Abang ojol. Fidelya menghela nafas dan berfikir apa yang akan ia lakukan agar bisa cepat sampai di sekolah. Ia tidak bisa diam saja menunggu seperti ini.

Akhirnya Fidelya mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu dan memberikannya kepada Abang ojol, lalu cewek tersebut turun dan memilih untuk berlari sampai sekolah. Baru saja ia menunggu sepuluh detik, emang dasar ia yang tidak sabaran! Fidelya berlari secepat yang ia bisa. Ketika sampai di depan sekolah SMA Gunadhya, cewek tersebut ngos-ngosan dan melihat jika pintu gerbang sudah tertutup rapat.

"Astaghfirullahaladzim, nasib jadi orang cantik, selalu telat," gumam Fidelya berjalan mendekat ke arah pintu gerbang dengan mengatur napasnya yang belum stabil. Ia melihat kondisi sekolah yang sudah sepi. Mereka semua pasti sudah berada di lapangan utama untuk upacara bendera.

"Udeh dah, gue bakal kena hukum dari Bu menor," ujar cewek tersebut terduduk di tanah dengan menyender di pintu gerbang. Dengan santainya ia mengambil ponsel dan bermain game offline disana untuk mengurangi kebosanan yang melanda. Disaat ia sedang fokus untuk memenangkan permainan, pintu gerbang terbuka secara tiba-tiba membuat cewek tersebut terjengkang ke belakang. Fidelya mendengus sebab seragam putih mulusnya kotor akibat menyentuh tanah. Ditambah lagi, tanah yang bersentuhan dengan seragamnya sedikit basah membuat seragam cewek tersebut sangat kotor dan pastinya akan sulit dibersihkan.

"Kejam banget ah, anjir. Tampol nih," geram Fidelya berdiri dari duduknya kemudian menghadap ke seseorang yang dengan sengaja membuka pintu gerbang.

"Apa? Mau nampol gue?" tanya sosok pria berpakaian rapi tersebut, berbanding terbalik dengan dirinya. Fidelya cengengesan berpendapatan cowok itu berdiri di hadapannya. Anjir, sial bat da, ah.

"Kalau dibolehin sih, gue pengennya gitu, tapi berhubung lo tampan and baik hati, gue urungkan niat gue tersebut," ujar Fidelya sembari tersenyum sok imut. Gilang menatapnya dengan tajam membuat Fidelya semakin sumringah.

"Ini ekspresi lo lagi baik hati sama gue. Yaudeh gue masuk ye. Jangan kangen dah lo." Fidelya melangkah ingin masuk. Namun, Gilang mencegahnya dengan menutup kembali pintu gerbang tersebut.

"Jangan coba-coba kabur dari gue ye lo." Gilang membuka kembali pintu gerbang lalu mencekal tangan Fidelya dengan kencang agar tidak bisa terlepas. Cewek tersebut mengaduh sebab tangannya benar-benar dicekal erat oleh Gilang.

"Sakit anjir. Lo megang tangan gue kenceng banget. Gak mau gue kabur atau gak mau kehilangan gue?" Fidelya menaik turunkan alisnya berniat menggoda. Fidelya sibuk berfikir dengan cara apa agar Gilang melepaskan cekalan ditangannya. Ketika sudah mendapatkan ide cemerlang,, Fidelya mengeluarkan jurus andalannya yaitu mencubit. Cewek tersebut dengan sengaja mencubit lengan Gilang sekuat tenaga, tetapi tidak ada reaksi kesakitan dari Gilang atau dia hanya berpura-pura tidak kesakitan? Pasalnya, Edo selalu mengaduh dan kembali mencubit Fidelya karena merasa tidak terima sebab sakitnya sangat terasa.

Karena cekalan tangan Gilang di tangannya belum mengendur, Fidelya kembali bersuara. "Sakit anjir, sialan. Entar gue mati gimana? Kambing aja kalau diikat lehernya keras-keras bisa mati," ujar Fidelya. Namun, tidak ditanggapi oleh Gilang. Cowok tersebut malah menariknya masuk ke dalam. Tubuh mungil Fidelya terseret-seret akibat langkah lebar Gilang, sebab Fidelya sulit menyamakan langkahnya dengan langkah cowok tersebut.

"Emang lo kambing. Udah dibilangin jangan makan rumput, tetep aja di makan. Sama kayak lo. Udah dibilang jangan telat, tetep aja telat. Dasar Kambing," ucap Gilang panjang lebar. Fidelya memutar bola mata malas mendengarkan ucapan cowok tersebut.

"Ya, karena itu udah jadi bagian hidup dan susah hilangnya. Lo tuh gak ngerti dan gak pernah mau ngerti tau gak?" ucap Fidelya dengan dramatis yang langsung mendapat jitakan gratis dari Gilang.

"Ya, itu karena lo salah. Kambing makan rumput karena emang itu udah jadi makanannya, dan kalau di suruh berhenti, dia jelas gak akan mau bego. Beda lagi sama lo, lo terlambat itu sama aja gak disiplin. Masa kayak gitu aja gak ngerti?" Perdebatan kecil tadi membuat mereka berdua tidak terasa sudah sampai di lapangan, yaitu tempat dilaksanakannya upacara. Gilang membawa Fidelya ke barisan anak-anak yang tidak tahu aturan, seperti tidak memakai dasi, topi, sabuk, dan terlambat.

"Yaudin gue minta maaf. Jangan hukum gue yak?" Pinta Fidelya dengan menggunakan jurus andalannya untuk merayu orang, yaitu menampilkan puppy eyesnya.

"Berisik. Upacara belum selesai," ujar Gilang kemudian berlalu dari sana. Fidelya menghela nafas karena tidak lama lagi ia akan mendapat bencana besar jika yang menghukumnya adalah Gilang sendiri.

🐣🐣🐣

Gimana Part 1 nya? Semoga memuaskan 🤗
Jangan lupa Voment+ kritsar yaw🍭

Latte MachiatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang