Bab 3 - Tidak seharusnya

25 7 0
                                    

Mimpi burukku adalah tetap mencintaimu meski tahu tidak akan ada harapan terbalas

Fidelya meringis sebab ia mendapat jitakan dari Edo dan Daffa yang menjadi hukuman dalam permainan abc lima dasar. Pasalnya kedua cowok yang duduk disampingnya tidak memberi Fidelya kesempatan menjawab dengan cara menyebutkan semua nama-nama yang ada di otak mereka membuat otak Fidelya buntu dan sulit menemukan jawaban.

"Curang kalian mah. Gak seru ah," ujar Fidelya dengan nada putus asa dan terdengar merajuk. Edo dan Daffa saling berpandangan lalu tak lama, mereka mengacak-acak rambut Fidelya secara bersamaan.

"Dedek jangan nangis ah. Tenang, nanti dibeliin es krim sama Om Daffa," ucap Edo dengan raut berseri-seri dan nampak tidak sabar ingin ditraktir es krim. Daffa mengangguk saja. Namun, setelahnya ia melotot sebab baru sadar apa yang dikatakan Edo sebelumnya.

"Iya, Daffa mah baik suka neraktir." Fidelya menampilkan senyum yang diimut-imutkan, tetapi tidak gagal untuk membuat jantung Daffa berdebar-debar saat melihatnya. Cowok tersebut selalu terpana dan ia bingung itu karena apa. Tanpa sadar ia mengucapkan kalimat yang berhasil membuat Fidelya tercengang karena bingung.

"Lo cantik," ujar Daffa sembari menatap Fidelya lekat. Edo yang merasa heran, memperhatikan raut wajah sahabatnya. Kesambet apaan dia pagi-pagi begini dengan memuji Fidelya cantik?

"Lo kesambet?" tanya Edo merasa heran, ia memegang kening Daffa. Namun, cowok itu tetap diam saja seolah benar tersihir oleh pesona Fidelya. Sedangkan Fidelya sendiri tertawa terbahak-bahak tidak memperdulikan ucapan Daffa yang memang terlihat bercanda di pandangannya.

"Udah gila nih anak. Sejak kapan lo mau ngakuin kalau gue cantik?" Cewek tersebut masih tertawa dan memegangi perutnya yang terasa sakit. Daffa tidak menjawab ucapannya dan seketika suasana diantara mereka menjadi hening.

Fidelya mendekatkan wajahnya ke arah Daffa dan berbicara pelan yang berhasil membuat mata cowok tersebut terbuka lebar.

"Gue sayang sama lo," ujar Fidelya kembali menjauhkan wajahnya dari Daffa. Cewek tersebut memperhatikan raut wajah yang ditampilkan oleh Daffa sekarang. Terlalu serius nih orang. Gak mungkin juga kan Fidelya suka Daffa? Daffa itu sahabatnya. Kalau ada salah satu diantara mereka yang suka, suasana sudah tidak bisa seperti dulu lagi, pastinya akan canggung.

"Tapi bohong." Fidelya tertawa lepas yang mendapat raut malas dari Daffa. Sedangkan Edo ikut tertawa bersama Fidelya tanpa tau apa yang lucu bagi cewek tersebut. Tawa Fidelya dapat menular ke siapa saja.

"Jangan baper sama gue ya kalian berdua. Gue gak mau persahabatan kita hancur karena ada perasaan yang tidak seharusnya. Juga, gue sayang sama kalian kayak Abang gue sendiri. Kalian tau kan kalau gue cuma punya kakak perempuan, bukan laki-laki," ujar Fidelya mengacak rambut kedua pria yang sudah menjadi teman baiknya sejak masih duduk di bangku SMP.

Bagai ada anak panah yang menusuk dadanya, hati Daffa terasa sakit mendengar ucapan Fidelya yang seperti menyindir dirinya. Kalau memang benar Daffa memiliki perasaan kepada cewek tersebut, apa rasa ini tidak seharusnya ada? Tolong kasih tau bagaimana cara memusnahkannya. Jangan hanya melarang saja.

Edo tersenyum lalu balas mengacak-acak rambut Fidelya dengan gemas. "Gak bakal ada juga yang mau suka sama lo anjir diantara kita berdua. Tau sendiri kita kayak apa, sedekat apa, udah kayak telur dadar ama garam. Tidak bisa dipisahkan, anjaii, iye gak, Fa? Pandangan Edo beralih ke Daffa. Daffa mengangguk mengiyakan.

"Iyelah. Gak bakal ada juga yang mau suka sama lo diantara kita berdua," ujar Daffa mencopy kata-kata yang diucapkan Edo.

"Janji ye? Jangan tinggalin gue juga. Nanti gue sedih," ujar Fidelya menyodorkan dua kelingkingnya pada kedua sahabatnya. Edo dan Daffa menautkan kelingking mereka di kelingking Fidelya.

"Iya, janji," ujar Daffa dan Edo secara bersamaan. Fidelya tersenyum merekah membuat hati Daffa meringis sakit. Cowok tersebut tersenyum kecut lalu berkata dalam hati. Segitu gak sukanya ya kalau perasaan itu timbul diantara kita berdua buat lo, tapi lo gak mau kita pergi. Dasar egois.

🍭🍭🍭

Mobil Ferarri berwarna abu-abu melaju kencang di jalan yang ramai jika pagi-pagi seperti ini. Sekarang pukul 06.45 dimana lima belas menit lagi pintu gerbang akan ditutup.

"Jangan bikin gue jantungan elah. Lo sih lelet banget, pake segala BAB dulu. Harusnya tahan dulu, di sekolah baru dah lo buang," ujar Fidelya terkikik geli kepada Edo yang sekarang dibanjiri keringat sebab otaknya terkuras untuk ngebut di jalan.

"Urusan begitu ora bisa ditahan lagi anjir. Entar gue mencret," ujar Edo dengan fokus ke jalan raya.

"Lo berdua tugas udah belum?" tanya Fidelya memastikan. Cewek tersebut sering menawarkan contekan kepada kedua sahabatnya meski jawaban yang ia isi banyak yang salah.

"Udah," jawab Daffa.

"Anjayy lah, anak rajin."

"Gue emang rajin dari dulu anjay. Gak kayak orang yang di sebelah gue," ucap Daffa melirik Edo yang tepat di sebelahnya. Edo melirik Daffa sinis.

"Apaan dah anjir. Gue anak rajin juga. Rajin nyontek maksudnya," ujar Edo menambah kecepatan mobilnya agar cepat sampai di sekolah. Mereka membutuhkan waktu 30 menit untuk sampai di sekolah dari rumah Fidelya dengan kecepatan normal dan tidak macet di jalan.

Setelah 15 menit memacu adrenalin dengan kebut-kebutan di jalan. Akhirnya mereka sampai di sekolah. Yang pastinya gerbang sudah tertutup rapat. Dengan tidak tau dirinya, Edo membunyikan klakson beberapa kali untuk dibukakan pintu.

"Berisik." Seorang pria dengan berpakaian rapi dan seseragam dengan mereka bertiga membuka pintu gerbang lalu berjalan menghampiri mobil sport yang terhenti di depan pintu gerbang. Gilang mengetuk kaca pengemudi yang langsung berkedapatan Edo ketika cowok itu membuka kaca.

"Udah telat, so banget mukanya anjir," ujar Gilang tepat dihadapan Edo.

"Bacot bat lo. Cepet bukain." Perintah Edo kepada Gilang yang langsung mendapat pelototan dari cowok tersebut.

"Lo siapa nyuruh-nyuruh gue? Gue disini atas suruhan Pak Prala buat nyatetin anak yang gak disiplin kayak lo bertiga dan ngasih hukuman," ujar Gilang yang tidak mendapatkan respon apapun dari Fidelya, Daffa, dan Edo. Mereka santai mendengarkan ucapan Gilang yang sebenarnya tidak ada gunanya sama sekali karena mereka bertiga akan tetap telat.

Gilang menyuruh mereka bertiga keluar dari mobil yang langsung dituruti oleh ketiga murid yang tidak disiplin itu lalu mengambil tas mereka satu persatu dan menyuruh mereka untuk memarkirkan mobilnya dahulu kemudian bergegas ke lapangan untuk mendapatkan hukuman.

🍭🍭🍭

UP yeayy! Ga telat ye ehehe.
Semoga suka ya🤗🍭

Latte MachiatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang