Bab 8 - PEDEKATE

31 6 3
                                    

Jangan benci sama lawan jenis, sebab perasaan seseorang bisa berubah kapan saja. Kalau udah sayang, mampus!

-Gilang Narendra

Gilang mengendarai motor matic miliknya membelah jalan raya. Ia repot sendiri sebab hari ini ia kesiangan. Emang ya, dasar dasi sialan! Pake hilang segala disaat orang sedang terburu-buru. Gilang pun bangun kesiangan tadi pagi ditambah lagi ini hari Senin. Habislah sudah.

Cowok tersebut mempercepat laju kendaraannya menuju rumah seseorang. Setelah sampai, sudah berdiri sosok perempuan dengan rambut sebahu di depan gerbang rumah dan disertai dengan wajah galak khasnya jika kesal. Cewek itu mencubit lengan Gilang pelan, tetapi Gilang mendramatisikan dengan teriak nampak seperti kesakitan.

Kania berkacak pinggang dan menatap tajam Gilang tepat di manik matanya. "Tumben lo telat anjirr. Gak inget apa ini hari Senin? Lo juga Ketos. Gimana sih? Masa telat," ucap Kania dengan nada kesal. Gilang memutar bola mata sebab merasa jika cewek itulah yang menambah mereka menjadi lebih telat.

"Ngebacotnya entar aja. Udah telat, Bego. Gak lihat sekarang jam berapa?" Diperingati seperti itu oleh Gilang, Kania melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya. Cewek tersebut menepuk dahinya lalu naik ke atas motor. Tidak lama, Motor Gilang melaju cepat.

Mereka berdua bernapas lega ketika tahu jika pintu gerbang belum tertutup. Gilang memasuki gedung sekolah dan memarkirkan motornya di parkiran.

"Lang?" panggil Kania yang dibalas dehaman oleh cowok tersebut.

"Entar pulang sekolah beliin gue balon, nah terus lo anter ke rumah gue, yak?" Pinta Kania dengan tatapan yang berbinar serta kedua tangan yang ia satukan di depan dada pertanda memohon untuk dibawakan.

Gilang mengangkat sebelah alisnya. Bermaksud bertanya untuk apa ia membelikan balon untuk Kania. Raut wajah Kania terlihat sebal dan kemudian melipat kedua tangannya di atas dada.

"Lo kemaren udah makan es krim gue! Emang, ya, suka gak bersalah gitu udah makan makanan yang gue suka," ujar Kania sinis. Gilang malah mengacak-acak rambut Kania sembari berucap, "Lah, kata Mami lo, gapapa es krim lo dimakan sama gue. Jadi gue gak perlu gantiin es krim lo itu dengan balon yang lo mau."

"Iya! Itu kata Mami gue. Gue gak ikhlas lahir batin ya! Itu es krim kesukaan gue tau gak?" Sungut cewek itu sebal.

"Yaudah, iya, rewel," ucap Gilang mencubit pipi bapau milik Kania. Cewek itu tersenyum merekah. Kemarin Gilang datang ke rumah Kania untuk mengantarkan kue bikinan sang Mama untuk dikasihkan ke keluarga Kania. Disaat Gilang sedang berbincang dengan Mami Kania, cewek tersebut datang membawa es krim ditangannya. Ingin membuat Kania kesal, Gilang merebut es krimnya dari tangan gadis itu lalu memakannya tanpa berfikir lagi.

Bukannya marah, ia malah menangis melihat es krim kesukaannya telah masuk di perut orang lain. Gilang tersenyum kemenangan, sedangkan Mami Kania tersenyum melihat anaknya yang sangat terlihat seperti anak kecil.

Sebelum upacara dimulai, mereka berdua berlari ke arah kelas dengan arah yang berbeda. Jelas, Kania masih kelas sepuluh, sedangkan Gilang kelas sebelas. Setelah menaruh tasnya, Gilang berlari menuju lapangan yang berada di belakang gedung sekolah. Disana hampir seluruh murid sudah berbaris.

🍭🍭🍭

Fidelya asyik bermain sepak bola di lapangan bersama kedua sahabatnya. Siapa lagi kalau bukan Daffa dan Edo. Meski hanya menendang, mengoper dan terus seperti itu, tetapi jika itu membuat Fidelya senang. Kedua pria itu dengan senang hati menemani Fidelya meski sedikit membosankan. Mereka bertiga sebenarnya dihukum untuk berlari mengelilingi lapangan sebab ketahuan menongkrong di kantin ketika upacara berlangsung. Jadilah mereka disini.

Ketika sedang asyik-asyiknya bermain sepak bola. Fidelya memegangi dahinya ketika ada sesuatu yang keras terlempar ke arah dahinya. Fidelya melihat ke bawah untuk melihat benda apa yang mengenai dahi yang sangat berharga miliknya. Sebuah kaleng minuman.

Fidelya memungut kaleng itu lalu mengedarkan pandangannya untuk melihat pelaku yang melemparkan kaleng ini kearahnya. Sial, di pinggir lapangan berdiri seseorang yang sedang tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah kesal milik Fidelya.

Gilang menghampiri Fidelya ke tengah lapangan lalu merebut kembali kaleng minuman yang barusan ia lempar. Fidelya menatap sinis Gilang yang dibalas oleh tatapan usil oleh cowok itu.

"Maksud lo apa?" tanya Fidelya terdengar tidak suka.

Gilang menggeleng. "Tidak ada maksud apa-apa," jawab Gilang enteng.

"Bisa gak sih lo gak ganggu gue mulu?" tanya Fidelya merasa terganggu dengan setiap kehadiran Gilang di hadapannya.

Gilang menggeleng lagi. "Gak bisa, tuh."

Fidelya mengepalkan tangannya merasa geregetan ingin menonjok wajah cowok dihadapannya.

"Muka geregetan lo imut. Gue suka." Mendengar Gilang berucap seperti itu, Fidelya langsung memasang raut datar. Melihat Fidelya yang merasa terganggu oleh Gilang, Daffa maju dan mendorong pundak Gilang hingga membuat tubuh Gilang mundur ke belakang.

"Santuy dong. Lo tau gak sih? Lo tuh mengganggu usaha pedekate gue sama Karin," ujar Gilang. Wajah Daffa sudah memerah mendengar perturan Gilang yang secara terang-terangan menyatakan jika ia sedang berusaha mendekati sahabatnya.

"Lo terlalu terang-terangan. Delya gak akan suka. Mulai besok, jauhin sahabat gue!" ujar Daffa dengan penekanan di setiap katanya.

"Apa hak lo ngatur-ngatur? Lo siapanya? Pacarnya?" tanya Gilang. Daffa terdiam membisu, ia tidak ada hubungan apapun dengan Delya. Ia hanya sahabatan dengan cewek itu.

"Gue sahabatnya. Udah sana pergi," ujar Daffa disertai dengan tata tajam.

"Buset. Galak amat, Bang. Bilang aja kali lo suka sama Karin gue, tapi gue gak mau nyerah gitu aja. Mon maap ye, Bang," ujar Gilang menatap balik Daffa. Kemudian, tatapannya beralih ke arah Fidelya.

"Buat Karin. Jangan benci sama lawan jenis, yak, soalnya perasaan seseorang bisa berubah kapan saja, Kalau udah sayang, mampus! tapi kalau bisa, bencinya sama gue aja. Siapa tau sayang beneran, kan bikin gue seneng. Terus Karin dapet pahala bikin orang senang, tapi jangan maksain perasaan yak. Tolak aja gue kalau lo gak suka, terus kalau gue udah berjuang 100 kali, lo nya masih gak suka, gue mundur dah, janji. Lo harus ngitung dulu, yak." Setelah mengatakan itu, Gilang berlalu dari sana dengan berlari.

Sedangkan Fidelya mendengus kesal mendengar ocehan tidak penting Gilang. "Halah, ocehan lo gak guna. Sudi najis gue ngitungin lo berjuang."

Edo menyahut, "Gak boleh ngomong gitu Deldel. Nanti nelen ludah sendiri, malu lo!"

"Idih, ogah gue suka ma dia."

Disisi lain, Daffa sudah merasakan sakit dalam hatinya. Itu terasa ketika ada lelaki yang memperjuangkan Fidelya. Sedangkan ia tidak bisa, sebab jika Daffa memperjuangkan cintanya, akan hancur persahabatan yang sudah mereka jalin selama bertahun-tahun.

🍭🍭🍭

Makasiii yang udah mau baca❤️
Kemungkinan ini update terakhir karena aku akan vakum nulis beberapa bulan kedepan.

See You!❤️😭

Semoga suka ya, Aamiin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Latte MachiatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang