Bab 2 -

27 6 1
                                    

Botol plastik berputar tepat di tengah-tengah mereka berenam. Semakin lama botol itu menjadi lambat dan kemudian berhenti. Ujung botol plastik itu mengarah ke Keysha, Gilang bersorak menampilkan semercik senyum yang mencurigakan. Keysha memperhatikan raut wajah Gilang yang disusul dengan tatapan seolah berkata awas aja ngasih tantangan atau pertanyaan yang aneh-aneh!

"Turth or dare?" tanya Gilang dengan raut seriusnya. Kesyha berfikir terlihat dari ekspresinya yang nampak kebingungan. Ia menimang-nimang harus memilih apa. Kalau tantangan? Nanti dirinya disuruh untuk ngungkapin perasaan ke orang yang ia suka.

"Turth," jawab Keysha dengan mantap. Gilang menggaruk dahi sebab ia melupakan pertanyaan yang sudah disiapkan tadi.

"Gue mau nanya apaan yak? Tuh kan lupa. Lo sih, lama banget jawabnya," ujar Gilang memikirkan pertanyaan yang baru. Keysha memutar bola matanya malas.

"Bego, sih. Jadi cepet lupa," ujar Keysha.

"Gue terlalu pintar. Jadinya begini. Iri aje sih lo. Gue pintar, ganteng pula. Paket komplit gue tuh sebenarnya," ucap Gilang percaya diri yang mendapat tatapan malas dari kelima teman satu gengnya. Terlebih lagi Gandar yang menatapnya dengan tatapan ingin menerkam Gilang seolah-olah cowok tersebut adalah mangsanya.

"Takol nih. Yang terlalu pintar dan tampan itu gue, ya, Nyet," ujar Gandar memukul kepala Gilang pelan menggunakan botol plastik. Gilang mengaduh dengan dramatis sembari memegangi kepalanya.

"Aduhhh, hati Dedek terluka. Abang jahat," ujar Gilang dengan nada so imut yang mendapat jitakan gratis dari Rafif yang jengkel mendengar ucapan temannya yang tidak jelas itu.

"Sakit bego." Gilang mengusap-usap kepala yang tadi mendapat jitakan dari Rafif. Gilang mendeham dan memulai fokus untuk mencari pertanyaan yang pas. Setelah dapat, ia membuka suara, "siapa yang paling ganteng diantara kita-kita?" tanya Gilang kepada Keysha yang di sambut raut terkejut oleh cewek tersebut. Tentu saja, yang dimaksud kita-kita adalah Gilang, Gandar, Rafif, dan Zidan.

Terlihat jelas dari ekspresi Keysha yang bingung untuk menjawab. Yang paling tampan menurut dirinya, ya, pasti Gandar, tapi kan tidak mungkin ia menjawabnya seperti itu. Pandangan Keysha beralih pada sosok pria paruh baya yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka berenam. Langsung saja Keysha menjawab, "Pak Lak paling tampan."

Di belakang mereka, sudah berdiri Pak Prala yang berkacak pinggang. Dengan perlahan, mereka berlima mengikuti arah pandang Keysha dan dikejutkan oleh Pak Lak yang muncul tiba-tiba.

"Astaghfirullahaladzim. Pak Lak ngagetin aja dah, entar kalau saya jantungan, saya bakal tuntut Bapak," ujar Gandar memegangi dadanya. Pak Lak menatap Gandar garang.

"Hebat banget kalian. Nongkrong di depan perpustakaan. Gak ada tempat lain apa?" tanya Pak Lak dengan suara khasnya ketika mengomel. Mereka berenam terdiam. Ada pirasat tidak enak, sebentar lagi pasti akan mendapat hukuman akibat tindakan mereka yang seenaknya berkumpul tanpa tau tempat.

Keysha menatap kelima temannya dan mengisyaratkan untuk kabur. Dengan jari telunjuknya ia berhitung. Satu... Dua... Tiga... Dihitungan ke tiga, Gilang, Gandar, Rafif, Keysha, Kalandra, Zidan berlari menjauh dari Pak Lak. Guru yang terkenal killer itu berteriak memanggil mereka semua. Namun, mereka tetap berlari tanpa perduli.

🍭🍭🍭

Daffa duduk di bangku taman belakang rumahnya. Cowok tersebut sedang memperhatikan Fidelya berlari-lari menendang bola. Cewek bertubuh mungil itu tersenyum amat lebar sebab merasa senang jika menendang bola. Bukan hanya hari ini saja. Ia hampir setiap sore bermain bola, dan selama itu, senyumannya tidak pernah luntur. Seperti ada kebahagiaan tersendiri baginya.

"Daf, ayo," ajak cewek yang memakai baju bola dengan nama Messi itu. Daffa menggeleng sebagai jawaban membuat Fidelya lesu dan menunduk. Cewek itu memainkan jarinya, agar Daffa ingin bermain bola bersamanya. Hanya inilah cara terampuh supaya Daffa menuruti keinginan gadis tersebut.

Daffa mendengus melihat Fidelya seperti itu. Cowok tersebut berdiri dari duduknya dan menghampiri Fidelya. "Gue gak suka lihat ekspresi lo kayak gitu," ujar Daffa. Fidelya mendongak menatap Daffa tepat di manik matanya.

"Suka-suka gue lah, lagian salah sendiri gak mau main bola bareng gue," ucap Fidelya tidak mau kalah.

"Gak seru main sama lo. Paling gue jadi kiper. Nah, lo nendang bola. Terus aja begitu, gak pernah masuk lagi," ujar Daffa tanpa banyak berpikir yang dibalas dengan senyuman merekah dari Fidelya.

"Lo nya aja yang bosenan." Fidelya menendang bola ke arah gawang yang langsung ditangkap oleh Daffa.

"Lo nya aja yang masih kayak anak kecil," balas Daffa. Fidelya mendengus lalu mengusap dada sabar. Sabarr... Orang sabar disayang pacar. Eh iya lupa. Fidelya pan emang jomblo ye.

"Terus mau main apa? Bola bekel? Oke, kita main bola bekel." Fidelya berlari masuk ke dalam rumah dan berpamitan kepada Mama Daffa untuk pulang, mengambil bola bekel miliknya. Sedangkan Daffa menghela napas pasrah. Iya aja dah... Asal lo seneng.

🍭🍭🍭

Hallo!
Update yeyyy! Gimana? Semoga suka ya🤗

Latte MachiatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang