Perjanjian

51.2K 1.5K 44
                                    

Lama Riswan memandangi nomor ponsel Viona yang baru saja dikirimkan oleh Cello. Maju mundur jarinya untuk menekan nomor tersebut .

"Tak ada salahnya mencoba, toh aku bukan menikahinya, hanya meminta bantuan dan aku pun memberikan imbalan. Mudah-mudahan wanita seperti Viona mau menolong. Ya... kalau tidak mau, berarti belum rezeki Melati," gumam Riswan dalam hati.

Riswan memberanikan diri menghubungi kontak Viona. Tentu saja dengan perasaan gugup dan salah tingkah.

["Hallo, pagi Mba?"]

["Pagi juga, Om. Siapa ya?"]

["Saya yang tadi malam di cafe."]

["Pelanggan kemarin banyak Om. Yang mana ya? Maaf saya lupa. Hehehehe..."]

["Mmhh..itu anu..saya yang bertanya apakah kita pernah bertemu di bank asi."]

["Ohh.. Iya yaa saya ingat, ada apa ya om?"]

["Mmhh anu... "]

["Anunya siapa, Om? Hahahaha... malu ya Om. Santai aja kalau sama saya mah."]

["Begini, Mbak, sore ini kita bisa bertemu di cafe Ferrari tidak? Ada yang perlu saya bicarakan."]

["Bisa kalau hanya ngobrol. Tarif saya dua ratus lima puluh ribu untuk satu jam. Tidak pakai pegang tangan apalagi elus paha."]

Huuukk...huuk...

["Uhuuk... oke, jam lima sore ini di cafe Ferrari ya."]

Viona menutup teleponnya sambil terkekeh. Sangat lucu rasanya mendengar suara batuk-batuk lelaki di seberang sana. Keningnya nampak berkerut memikirkan lelaki yang baru saja berbicara padanya.

"Wah, gue kirain lelaki alim. Ternyata butuh temen ngobrol kayak gue." Viona menggelengkan kepalanya.

"Jangan mudah menilai seseorang dari penampilan luarnya saja," gumam Viona lagi, sambil meniupkan asap rokok ke depan wajahnya.

****
Hari yang dinantikan pun tiba, sore itu, Viona memakai dress berwarna maroon motif bunga lili yang sedikit terbuka bagian dadanya. Wanita itu datang lebih awal karena memang jam kerjanya dimulai pukul empat sore hingga pukul dua belas malam.

Untungnya hari ini dia masih bertugas di cafe menggantikan Daren. Hingga lebih santai menunggu tamunya, sambil mengecek laporan kas yang ada di layar komputer.

"Titip bentar ya, gue ada tamu," ujar Viona pada Sari yang bertugas sebagai pelayan di sana. Sambil tersenyum, kaki Viona melangkah menuju meja nomor sebelas.

Diliriknya jam tangan, lima menit lagi pukul lima. Mata Viona menjelajah isi cafe yang masih sepi. Ia memutuskan membuka ponselnya untuk melihat ada pesan atau tidak dari Riswan.

"Hallo Mba," sapa Riswan sedikit gugup. Ia mengambil kursi tepat di depan Viona.

"Eh iyaa hallo, Om," jawab Viona sambil mengulurkan tangannya bersalaman.

Riswan duduk di depan Viona dengan gugup karena memperhatikan baju Viona yang tidak terkancing dengan sempurna.

"Maaf Mbak, kancing bajunya terbuka," ujar Riswan memberitahu Viona dengan suara canggung.

"Apa?" ucap Viona setengah kaget sambil memperhatikan belahan dadanya yang sedikit terekspose.

"Lha, justru saya yang sengaja buka, Mas. Ha ha ha ..." Viona terbahak. Benar-benar polos lelaki di depannya saat ini, sedangkan Riswan hanya bisa menyeringai kuda sambil berusaha menelan salivanya.

"Biasanya om-om yang ngobrol sama gue senang jika baju gue seperti ini, malah ada yang minta buka semuanya. Ha ha ha ...," jelas Viona lagi sambil terbahak lagi. Hingga Sari memperhatikan Viona dari kejauhan.

Menjadi Ibu Susu (End) (TERSEDIA VERSI EBOOK GOOGLE PLAY STORE dan KaryaKarsa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang