2.What should I do ? ( Repost )

28.2K 942 8
                                    

Jangan lupa like, komen dan juga follow yah gaes 😊

Bayangkan apa yang kamu pikirkan saat ayahmu menjodohkanmu dengan laki-laki yang usianya terpaut sangat jauh darimu. Mungkin jika perbedaanya hanya lima sampai sepuluh tahun itu masih masuk akal, tapi ini dua puluh tahun? DUA PULUH TAHUN!

Ini gila. Ini benar-benar gila dan yang lebih gila lagi laki-laki itu adalah sahabat ayahmu sendiri. OH MY GOSSHH!!!

Ana menendang-nendang kerikil di jalan yang sedang dilewatinya, dia sengaja pulang sekolah dengan berjalan kaki agar bisa sampai rumah lebih lama untuk menghindari pertemuannya dengan Evan.

sejak semalam, Ana tak pernah bisa berhenti memikirkan tentang wasiat ayahnya. Menikah dengan Evan ? Yang benar saja! dia sudah menganggap lelaki itu sebagai ayah keduanya. Dia tak segan bermanja-manja pada Evan karena memang dirinya sudah terbiasa sejak kecil, lalu bagaimana bisa Ana menikah dengan Evan?

Bagaimana cara Ana menjalani hari-harinya sebagai seorang istri? terlebih dia akan menjadi istri dari seorang Evan Zamora. Laki-laki yang memiliki perbedaan usia sangat jauh dengannya. Astaga ... Ana tidak bisa membayangkannya.

Ana baru tiba di rumah jam tiga sore, kakinya terasa mau patah karena terlalu lama berjalan, apalagi dirinya tidak terbiasa berjalan jauh. Menjadi anak satu-satunya membuat dirinya dimanjakan dengan segala fasilitas mewah yang diberikan sang ayah.

Jika bukan demi menghindari Evan, Ana tak sudi harus berjalan kaki dengan jarak berkilo-kilo yang membuat betisnya bisa saja berubah seperti talas bogor.

Saat membuka pintu rumah, Ana melihat Evan yang sedang duduk diruang keluarga. Matanya terfokus pada lapetop yang ada di pangkuannya. Tiba-tiba Evan mendongakkan wajahnya membuat tatapan keduanya bertemu.

Ana mendengus mengalihkan tatapannya dari Evan. Dia masih terlalu kesal setiap kali melihat wajah laki-laki pemilik mata setajam elang itu.

"Kau sudah pulang?" tanya Evan pada Ana yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Evan menutup lapetopnya dan berjalan menghampiri Ana yang masih enggan menatapnya.

"Kenapa diam saja? apa kau sudah makan?"  tanyanya lagi pada Ana, tangannya mengelus lembut rambut Ana.

Mendapat perlakuan lembut dari Evan, entah kenapa perasaan disayangi seketika merambat dihati Ana menguarkan rasa hangat. Tapi tidak, dia tidak ingin terbuai dengan segala perlakuan manis Evan.

Jika dulu Ana akan langsung menghamburkan dirinya dalam pelukan Evan setiap kali mendapat perlakuan manis dari lelaki itu, tidak untuk sekarang. Surat wasiat itu membuat Ana enggan untuk bersikap seperti dulu pada Evan. Baginya, Evan yang sekarang bukanlah Evan yang dulu di mana dia bebas bermanja-manja pada lelaki itu. Semua sudah berbeda, itulah yang selalu Ana tanamkan dalam hati dan pikirannya sejak pembacaan surat wasiat itu.

"Udah," jawab Ana ketus dan berlalu begitu saja dari hadapan Evan. Rasanya terlalu malas berlama-lama didekat lelaki itu karena setiap melihat wajahnya—Ana pasti akan selalu teringat wasiat Ayahnya, dan itu membuatnya merasa kesal.

***

Denting sendok yang saling beradu dengan piring terdengar begitu nyaring diruang makan, berbanding terbalik dengan Ana dan Evan yang sama-sama memilih diam.

Aura kecanggungan begitu jelas terasa diantara keduanya padahal ini bukan pertama kalinya mereka makan bersama.

Beberapa kali Ana mencuri pandang pada Evan melalui ekor matanya. Evan  tampak serius menikmati makan malamnya atau mungkin hanya berpura-pura menikmati saja?

Ekhem

Ana berdehem mencoba menarik perhatian Evan karena tak tahan dengan kebisuan yang terjadi diantara mereka. Ana memang tak pernah suka dengan suasana yang sepi.

"Ekhem" karena tak mendapat respon dari Evan, Ana kembali berdehem dengan suara yang lebih keras lagi namun tak kunjung juga mendapat respon dari Evan membuatnya kesal dan berteriak memanggil nama Evan.

"Om Evaaan..." Evan yang tahu Ana sudah sangat kesal kepadanya akhirnya menanggapi panggilan Ana.

Sebenarnya Evan menyadari bahwa Ana mencoba menarik perhatiannya tapi dia sengaja mengabaikan Ana untuk menggodanya karena bagi Evan, wajah kesal Ana seperti hiburan tersendiri untuknya.

"Iya, kau tidak perlu berteriak seperti itu. Telingaku masih cukup normal untuk mendengar suara cempreng mu itu." jawab Evan dengan wajah tanpa dosanya membuat Ana semakin kesal, sedangkan Evan mati-matian mencoba menahan tawanya melihat wajah Ana yang sudah memerah karena kesal.

Ana mendengus mendengar jawaban Evan. "Kenapa reaksi Om biasa saja saat Om Rudi membacakan wasiat Daddy? atau jangan-jangan...." Ana menghentikan ucapannya dan memicingkan matanya menatap Evan curiga membuat sebelah alis Evan terangkat menunggu kelanjutan ucapan Ana.

"Jangan-jangan apa?" tanya Evan yang masih menatap Ana dengan santai.

"jangan-jangan Om sudah tau soal wasiat Daddy?" jawab sekaligus tanya Ana pada Evan, dan tiba-tiba saja matanya terbelalak ketika dengan santainya Evan menganggukkan kepalanya.

"Apa?" teriak Ana dan reflex berdiri dari duduknya.

"Lalu kenapa Om diam saja dan tidak menolaknya?" tanya Ana masih dengan mata yang memicing tajam dan wajah yang memerah menahan amarah.

Ini gila, bagaimana mungkin Evan diam saja? Apa lelaki di depannya ini berniat menjadi seorang pedofil?.

Evan masih bersikap tenang melihat kemarahan yang terpancar jelas diwajah Ana.

Dia cukup mengerti dan memaklumi atas reaksi keras Ana. Walau bagaimanapun Ana pasti terkejut mendengar kabar mengejutkan ini terlebih usianya yang masih sangat muda dan masih duduk di bangku menengah ke atas.

"Ekhem..." Evan berdehem dan menatap lekat mata Ana yang berkilat tajam bagai sebilah pisau.

"Well... sebenarnya saya tidak tahu menahu soal surat wasiat itu, tetapi saya sudah bisa menduganya,"

Ana mengernyitkan keningnya heran mendengar ucapan Evan namun Ana memilih untuk diam menunggu kelanjutan ucapan Evan.

"Daddy-mu memintanya langsung padaku sebelum dia menutup mata untuk selamanya. Kau ingat saat daddymu meminta kau membeli makanan di kantin? saat itulah Dia mengatakan permintaannya padaku." jelas Evan.

Ana mencoba mengingatnya dan dia ingat saat dia kembali dari kantin daddynya sudah terbujur kaku tertutup kain putih.

"Iya aku ingat, lalu apa jawaban Om saat itu?" tanyanya lagi pada Evan.

"Awalnya aku menolak, namun saat melihatnya memohon padaku, aku tak kuasa untuk mengecewakannya. dan yah, akhirnya aku menyetujuinya." jawab Evan membuat mata Ana terbelalak menatap kearahnya

"Kenapa Om mau? Om tahukan aku bahkan masih sekolah, bagaimana mungkin aku menikah di usia semuda ini." tanya Ana dengan geraman yang tertahan.

"Tentu saja karena itu permintaan terakhir daddy-mu. Kau pikir aku akan tega membiarkannya pergi tanpa mengabulkan permintaan terakhirnya? Aku tidak sekejam itu." Ana menghempaskan kembali tubuhnya ke kursi dan menatap kosong pada Evan.

Ana tak tahu harus mengatakan apa lagi, lidahnya kelu tak bisa mengeluarkan sepatah katapun.

Benar yang dikatakan Evan, semua hanya karena permintaan terakhir ayahnya. Lalu Ana harus bagaimana? Haruskah Ana juga menerima permintaan Ayahnya?

Evan menatap Ana yang hanya diam dengan tatapan kosongnya, lelaki itu tahu Ana masih belum bisa menerima permintaan Adam.

Sebenarnya Evan tak tega melihat Ana. Namun bagaimana lagi, selain ini permintaan terakhir Adam, Evan juga mencintai Ana. dan ini kesempatan untuknya memiliki Ana seutuhnya.

MY OLD HUSBAND (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang