"Lalu,bagaimana dengan wanita yang tinggal dirumah mungil itu?,"
Asokka tiba dikantor Ahla hayah. Kantor yang terpaksa berdiri karena dibangunnya perumahan Ahla hayah. Berawal dari cita-cita sang ayah yang ingin membangun perkampungan dengan suasana islam yang kental mengingat jumlah masyarakat islam sunni yang masih minoritas disana supaya lebih kuat mengamalkan syariat. Melalui perkumpulan mereka di Al Amin mosque setiap bulannya, Ayahnya bersama beberapa orang yang memikirkan hal ini membeli tanah ditepi pantai Tyre. Rupanya banyak urusan yang harus ditangani setelah tanah seluas lima puluh hektar itu terbeli. Disana dibangun perumahan dengan berbagai tipe. Asokkapun meneruskan perjuangan sang ayah bersama lima kawannya dan seseorang yang mereka tuakan yakni pak Ghan. Berkat kerja sama mereka kini sudah ada 30 rumah siap huni dan 20 rumah dalam proses pembangunan. Beberapa orang sudah memiliki rumah disana namun masih enggan menghuninya karena kesunyian di Ahla Hayah. Hingga saat ini,Aqirra seorang diri.
"Siang tuan..." sapa seorang security.Tidak seperti biasanya,Asokka hanya diam.
Sholat dzuhur dimasjid kantornya sudah selesai.
Asokka berjalan gontai,ia masih memikirkan kejadian tadi. Ia seolah tidak mempedulikan orang-orang yang menyapanya."Asokka..." panggil pak Ghan.
Lagi-lagi ia diam bahkan pada orang yang paling ia segani."Ada apa dengannya?" Tanya Marwan heran.
"Bukankah dia selalu ramah pada semua orang?"
"Bahkan pada wanita..."
"Kecuali wanita itu menyukainya..."
Beberapa kawan dekatnya mulai membicarakannya. Bukan karena menghinanya,melainkan mereka terbiasa bergurau."Kalian malah menjadikannya sebagai lelucon?" Tegur pak Ghan sambil menggelengkan kepalanya namun tidak terlihat marah.
"Kau bisa mengatasinya marwan?" Tanya pak ghan.
"Sebaiknya anda saja, pak" Jawab marwan.Pak ghan pria berusia 50 tahun itu,ingin membuat Asokka bicara. Ia memasuki ruang Asokka. Pintu kacapun terbuka otomatis. Ia mendapati Asokka duduk bersandar dikursinya seraya menatap langit-langit ruangan itu.
"Aku tidak apa-apa pak Ghan."
"Kau selalu mengatakan tidak apa-apa agar kami tetap merasa nyaman?"
"Lain kali jangan buat aku tergesa-gesa. Aku hampir menabrak orang tadi." Dengan nada bicara yang tidak meninggi ia mengungkap apa yang terjadi,walaupun terlukis jelas diwajahnya tampak merasa sulit.
"Nak, lain kali kau harus seperti ini. Terbukalah pada kami,agar kami bisa membantumu." Ucapnya seraya menepuk bahu Asokka.
"Hhh.." Asokka menghela nafasnya dalam-dalam. Ia bersama pak ghan keluar dari ruang berwarna abu-abu tersebut dan menemui kawan-kawannya.
"Jadi siapa yang akan menemani ku sholat dzuhur?." Tanya Asokka seraya menatap mereka satu persatu.
"Hadrat, tadi dia bilang sedang datang bulan tapi aku tidak percaya." Gurau pak Ghan seraya tertawa kecil.
"Aku?? Pak ghan anda bermain-main denganku??."
Kesal yang dirasa hadrat pria berambut ikal itu karena menjadi bahan gurauan mereka.
Membiasakan diri sholat berjamaah adalah didikan kakeknya sejak kecil, walaupun ia tertinggal ia akan mengajak seseorang untuk menemaninya agar tetap mendapatkan pahala sholat berjamaah.***
"Jadi.... kau bemalam disana?" Tanya Hadrat penasaran.
"Kali ini belum. Tapi... aku mengalami hal yang aneh."
"Kau melihat wanita cantik disana?" Hadrat menarik kedua kantung matanya,karena wanita cantik yang ia maksud adalah sosok yang mengerikan.
"Aku melihat sosok putih mendekatiku lalu... ternyata... ternyata..."
" ternyata apa?" Hadrat yang semula berdiri tiba-tiba duduk dihadapan Asokka dan meletakkan kepala diatas tangannya. Ia dibuat penasaran.
"ternyata dia tetanggaku"
Ucap Asokka singkat sambil mempelajari beberapa sertifikat tanah yang akan ia tandatangani."Tapi yang aku dengar tidak ada seorangpun yang bertahan hingga satu bulan disana."
"Mau bagaimana lagi... ayahku yang memperjuangkan tanah itu, jadi siapa lagi yang harus berkorban" timpal Asokka santai ditengah menandatangani dokumen diatas meja.
"Lalu, bagaimana dengan wanita yang tinggal dirumah mungil itu?" Teringat olehnya seseorang yang mulai hadir dihari-harinya.
"Kau menanyakan seorang wanita?."
Asokka menghela nafas. Ekor matanya menangkap Hadrat yang tampak berbinar-binar. Ia hanya sedikit geram."Jangan gembira dulu, bukan itu maksudku." Asokka menggelengkan kepalanya dan jari jemarinya yang mengetuk-ngetuk meja.
"Hati-hati... dia tinggal dengan seorang pria,aku rasa suaminya." Bisik Hadrat.
"Yang ku tahu, lebih dari itu," Asokka bangkit dari duduknya memandang beirut dari lantai 15.
"Asokka,kami memang sering mengejekmu agar segera punya pasangan. Tapi bukan berarti kau malah menyukai istri orang"
Hadrat terlihat khawatir.Asokkapun berdecih menertawakan nasehat yang menurutnya konyol. Ia pun tetap menyembunyikan apa yang ia tahu tentang Aqirra.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAW TISMA'IY
RomanceAku pikir memaafkan mu sama seperti menyakiti diri sendiri,ternyata itu adalah obatnya. Bayang-bayang wajah yang tersakiti membuat tidur asokka tak pernah nyenyak. Bumi yang ia pijak masih merekam betapa kejamnya kegelapan yang membuat Asokka berala...