"Tidakkah kau memiliki firasat tertentu atau apapun itu?bagaimanapun juga, kehidupanku belum bisa mendatangkan seorang wanita,"
Masih dihari yang sama. Ada undangan Tyre Hotel untuk Asokka. Acaranya sudah dimulai sejak pukul 01:00 siang tadi. Acara memang hampir selesai,namun Asokka tetap percaya diri untuk hadir. Sebelum memasuki pintu hotel ia harus melewati sekitar 30 anak tangga. Ia melangkah lebih cepat karena setengah jam lagi acara sudah selesai.
"Dia ada disini?." Langkahnya jadi melambat. Wanita berkerudung berwarna hitam dengan motif bunga berwarna pink. Atasan berwarna putih dengan lengan terompet, celana panjang,dan blazer berwarna biru sebagai pelengkap, membuat mata sulit berpaling. Dia adalah Aqirra,rembulan yang mulai menyinari kesendirian Asokka.
"Wanita yang malang. Bagaimana caranya aku mengungkapnya?" Gumam Asokka.
Asokka terus memperhatikannya. Sadar atau tidak,Asokka sering memikirkannya. Setitik pesan dari si pembawa berita membuatnya harus terbawa dalam alur Aqirra.
Ia tengah menaiki anak tangga namun mendahului Asokka.
"Tidakkah kau memiliki firasat tertentu atau apapun itu,bagaimanapun juga kehidupanku ini belum bisa mendatangkan wanita,""Apa ada seseorang dibelakangku?" Bisik Aqirra.
Aqirra berhenti,matanya sedikit berkunang-kunang sambil terus berpegang pada besi pengaman ditepi anak tangga."Dia berhenti?apa yang harus ku lakukan?"
Aqirra memejamkan mata sebentar mengumpulkan tenaga."Apa yang terjadi?" Pandangannya melesat kearah Aqirra,kaki panjang Asokka melewati dua anak tangga sekaligus tanpa ia sadari. Kemeja putihnya terlihat, jasnya yang tidak dikancing itu mengibar diterpa angin karena hendak menyergap Aqirra yang hampir tumbang.
"Oh! Ya ALLAH!." Hampir saja terjadi.
Beruntung Aqirra segera menyadari dirinya yang hampir tumbang. Ia terhenyak sesaat. Perasaannya tidak nyaman, seperti ada yang memperhatikan." tidak," keluh Asokka sambil membalikkan badan.
Aqirrapun menoleh. Ia mendapati Asokka membelakanginya."Huf!." Asokka menghela nafasnya. Telapak kaki kanannya bergerak gerak.
"Entah apa yang harus ku lakukan kalau bertatapan dengannya. Dia membuatku jadi aneh seperti ini." Asokka menggerutu seorang diri sementara Aqirra kembali berjalan.***
Asokka menyatukan kedua telapak tangan seraya memberi salam kepada kedua penjaga.
"Assalamu'alaikum," Sapa Asokka dengan senyum yang memperlihatkan gigi depannya.
Kedua matanya seketika tertuju pada bocah yang sedang melantunkan sholawat. Sampai-sampai ia melupakan dirinya untuk mencari tempat duduk. Acara hampir selesai dan sedikit gaduh karena acara ini didominasi oleh anak-anak,namun yang menarik perhatian Asokka adalah bocah berambut ikal berwarna hitam pekat dengan gigi depan yang merenggang, wajah khas anak-anak arab yang melantunkan sholawat itu, tetap fokus dan menikmati sholawat yang ia bawa. Bahkan entah karena gugup atau konsentrasi dengan sholawatnya, anak itu terus memandang kebawah."Silahkan tuan... " seorang pemuda memandunya untuk duduk diantara para tamu.
Tersedia seratus kursi yang berbaris dan lima puluh kursi yang ditata melingkar dan setiap lima kursi terdapat sebuah meja dengan hidangan diatasnya.
Sekarang ia bisa menikmati sholawat badar anak tadi sambil tersenyum-senyum.***
Acara donasi untuk pengungsi suriah ini berakhir memuaskan. Mereka yang duduk melingkar itu yang menjadi donaturnya.
"Bagaimana tuan anda berniat memberi donasi?" Dua orang pemuda dari persatuan mahasiswa Islam Beirut menghampiri dan bertanya pada Asokka.
"Aku tidak berniat memberikan donasi." Ucap Asokka singkat.
Kedua pemuda tadi saling berpandangan karena sedikit tersentak dengan jawaban Asokka yang terdengar berbeda."Aku tidak berniat memberikan donasi, tapi aku memberikan donasi ini." Senyuman dan jawaban yang bukan hanya sekedar niat Asokka, membuat keduanya lega. Asokka menandatangani secarik kertas dengan nominal yang cukup besar bahkan paling besar diantara donatur-donatur yang lain.
"Thawan!(wow!) kami seperti mendapatkan lima donatur lagi. Mutasyakkiron(terima kasih)." Kedua pemuda tadi beranjak dari sisi Asokka.
Kedua mata Asokka berkeliling seperti kehilangan seseorang. Ia mencari anak yang menarik perhatiannya tadi. Ia kesulitan mencarinya karena para tamu yang hadir mulai membubarkan diri.
"Maaf aku mencari anak yang bersholawat di akhir acara tadi,bisakah kau membantuku?."
"Ooh dia Rawbin. aku akan memanggilnya."Pemuda dengan jas hijau pertanda salah satu petugas acara membuatnya terbantu.
Ia benar-benar berharap tidak kehilangan anak tadi."Rawbin... Rawbin.... Tuan Asokka menunggumu dipintu utama!."
"Aku...?" Rawbin lupa mengucapkan terima kasih. Begitu gembiranya, anak berusia 12 tahun itu berlari dari ruang ganti menuju pintu utama. Jantung berdebar-debar. Bagaimana orang seperti Asokka mencarinya. Ia masih tidak percaya, bahkan ia menghentikan langkahnya.
"Jangan-jangan kakak tadi sedang menertawakanku sekarang." Tiba-tiba saja Rawbin jadi khawatir ia dibohongi pemuda yang memberitahunya.
"Rawbin..." terdengar olehnya dua orang memanggil dengan bersamaan. Suara seorang wanita dan yang satunya pria. Namun Rawbin lebih dulu menemukan Asokka yang memanggilnya.
Ia mendapati Asokka sedang bersandar didinding sambil melipat kedua tangannya diatas dada lalu Asokka melambaikan tangannya pada Rawbin sambil tersenyum.
"Assalamu'alaikum tuan..." Rawbin mencium tangan Asokka.
Seraya mengusap-usap kepala Rawbin, Asokka menjawab salamnya."Jadi benar anda memanggilku??" Rawbin masih tidak percaya dan tampak gembira.
"Iya benar, jadi namamu Rawbin. Namamu bagus sekali."
"Wah... sudah lama sekali aku mengidolakan anda. Syi'ir religi anda benar-benar menyihir banyak orang dan menguras air mata,bahkan para Habaib(keturunan Nabi Muhammad SAW) tanpa terasa menitihkan air mata." Celoteh Rawbin.
"Benarkah?.""Oh ya, sebenarnya kenapa anda mencariku?."
"Begini Rawbin, aku punya proyek baru. Tapi ku rasa kita tidak bisa bicara panjang lebar disini."
"Maksud anda proyek baru itu apa? Aku tidak mengerti."
"Aku akan membuat album baru dan membutuhkan anak-anak yang gemar bersholawat sepertimu. Jadi aku ingin kau bergabung denganku. Bagaimana? Kau tidak harus menjawab sekarang. Minta izin orang tuamu dan ..."
"Rawbin..." seorang wanita yang tidak asing lagi dimata Asokka memutus pembicaraan mereka.
"Kakak?"
"Kenapa kau tidak menjawab panggilan kakak dan malah bicara dengan orang asing?." Wanita tadi memakaikan tas pada Rawbin.
Asokka tiba-tiba jadi sedikit gugup, desiran tak biasa di hatinya. Entah mengapa ia malah salah tingkah kedatangan wanita tadi. Sesaat Asokka menggaruk alisnya. Ia ingin berkata sesuatu namun tidak bisa. Ia mengelus tengkuknya seraya memikirkan kata-kata.
"Ayo kita pulang." Pergelangan tangan Rawbin digandeng sosok memikat tadi.
"Bukankah kita bertetangga?." Itu yang keluar dari Asokka setelah berpikir agak lama.
Rawbin dan Aqirra hampir beranjak."kedua mataku tidak dapat melihat dengan jelas. Jadi jika aku tidak benar-benar memperhatikan,aku tidak mengenali siapapun." Aqirra membalikkan badan.
Rawbin melepas tangan Aqirra. Ia bergegas menggandeng tangan Asokka."Tuan, maafkan aku sudah lancang, nanti kita bicara lagi. Jujur saja, aku tertarik dengan ajakan anda."
"Nomor ponselmu?."
Asokka memberikan ponselnya agar Rawbin memberikan nomornya.***
KAMU SEDANG MEMBACA
LAW TISMA'IY
RomanceAku pikir memaafkan mu sama seperti menyakiti diri sendiri,ternyata itu adalah obatnya. Bayang-bayang wajah yang tersakiti membuat tidur asokka tak pernah nyenyak. Bumi yang ia pijak masih merekam betapa kejamnya kegelapan yang membuat Asokka berala...