11. kepanikan di pagi hari

54 3 0
                                    

"Haruskah aku menyelam lebih dalam lagi di kehidupanmu?,"

Kerapuhan mulai melilit hidupnya selama setahun terakhir. Ketika tobat mulai menggiring tangisannya setiap malam. Hanya berdua, tidak ada yang lain selain dirinya dengan Sang kholiq. Pangeran waktu adalah yang ketiga, hanya jika ia teringat.

Asokka menyingkap korden kamarnya dari lantai dua. Sekedar melirik matahari yang masih malu-malu menyapa. Waktu terindah untuk bersapa dengan Sang Robbul Alamiin tidak ia sia-siakan sejak pukul 03:30 dini hari hingga matahari mulai setinggi tombak pertanda sholat isyroq sudah boleh di dirikan.

"Ya Robb nikmat-Mu begitu banyak, tapi aku lupa mensyukurinya," gumamnya, saat masih menikmati karunia pagi hari.

"Asokka!Asokka!" Teriakan Hadrat memekik telinga. Berlarian memasuki gerbang dan terlihat konyol bercampur panik dengan nafas yang sesekali mengendus tak beraturan.

"Aku akan turun," jawab Asokka singkat. Ia segera membalikkan badanya.

Tidak sampai lima menit Asokka berada di hadapannya.

"Seharusnya kau lompat dari atas tadi!, kau tidak khawatir melihatku berlarian seperti melihat hantu?!," Hadrat sering sekali bicara berlebihan.

"Katakan saja!Ada apa?,"sedikit geram, menanggapi kepanikan Hadrat.

"Tetanggamu itu ...."

"Tetanggaku???" Sedikit saja Hadrat berkata,Asokka melesat cepat menginjak rerumputan di halaman rumahnya. Bahkan Hadrat belum menambah perkataannya.

"Oh, Ya Rabb, ampuni aku. Aku pikir, aku yang tidak waras." Hadrat menepuk dahi,Asokka meninggalkannya di bawah pohon seorang diri.

Kepanikan itu semakin menjadi. Asokka melihat Aqirra berjalan di atas atap rumahnya. Memang rumahnya hanya satu lantai, tetapi terlihat tidak biasa untuk seorang wanita. Di tambah lagi Asokka mulai menduga yang tidak-tidak.
"Hai Nona.... katakan saja ada apa?!!! Jangan berbuat yang tidak-tidak...!!!" Kaki panjang Asokka menerobos pagar kecil rumah Aqirra. Teriakan itu pastinya sampai ke telinga Aqirra,namun Aqirra tidak berkata apa-apa. Ia hanya menjaga diri dari respon berlebih pada laki-laki.

Langkah Asokka berhenti melihat Aqirra berjongkok membenahi salah satu genting rumahnya. Rupanya ia salah menduga, tetapi Asokka enggan melepas pandangannya mengawasi wanita tadi.

Rasa iba dan khawatir membuatnya tetap berdiri tegap seperti pohon besar dengan akar yang menjulang di depan rumah Aqirra,meski wanita itu dirasa misterius sejak pertemuan pertama mereka.
"Haruskah aku menyelam lebih dalam lagi di kehidupanmu?," bisik Asokka.

"Hai Nona! Apa suamimu itu masih membuat pulau-pulau dengan bantalnya??!," Hadrat berteriak dengan mulut sembarangannya itu. Ia berdiri di depan gerbang kecil Asokka.

"Sebaiknya anda pergi saja,aku merasa tidak nyaman," Aqirra menuruni tangga yang ia tegakkan di sisi rumah.

"Baiklah,lain kali kau bisa minta tolong padaku," dengan senang hati Asokka menawarkan bantuan dengan senyum merekah. Aqirra tidak memandangnya sama sekali. Bahkan ia langsung memunggunginya setelah turun dari tangga.

"Oh ya,jangan hiraukan ucapan orang tadi," Asokka malah ketagihan setelah sedikit saja Aqirra berkata. Aqirra hanya menghentikan langkahnya tanpa menoleh. Ia juga tidak menanggapi perkataan Asokka.

"Baiklah, aku akan pergi" Setelah tidak ada tanggapan apapun dari Aqirra yang terpaku dan ingin mengusirnya untuk yang kedua kali.

Asokka beranjak sambil sesekali menoleh, mengedarkan pandangan di sekitar rumah mungil Aqirra. Hingga gerbang kecil dirumah Asokka mengangkat rahangnya, Asokka masih ingin melihat pemilik tatapan bayi itu. Asokka menyikut lengan kawannya untuk masuk gerbang yang sejak tadi memanggilnya.
"jika kau menyedu teh dengan daunnya..., seharusnya kau menyaringnya terlebih dahulu."
"apa maksudmu?"
Asokka terduduk diatas kursi pantai yang dinaungi pohon rindang.
"Kau tau?mungkin wanita tadi sedang terluka dengan ucapanmu tadi. Atau sekarang dia sekarang sedang tersedu-sedu," dengan nada yang meledak-ledak namun suaranya berbisik.

"Apa yang aku katakan itu benar adanya? Malang sekali nasib wanita itu..."

Asokka menggelengkan kepala dengan bibir sedikit melebar.

"Ia baru saja kehilangan suaminya,"

"Oh! Ya Robbana... aku pasti sudah menamparnya dengan keras,"Hadrat menengadahkan pandangannya ke atas.

"Karena itu kau berlarian seperti ada api yang menyala di pantatmu, tadi?," tambah Hadrat.Asokka mengangguk pelan.

"Aku baru sadar, ternyata kau bicara dengan seorang wanita. Kau pasti masuk perangkapmu sendiri Asokka...." ejek Hadrat.

"Ah,aku melupakan sesuatu,"Asokka bangkit dari duduknya. Ia berjalan menuju gerbang.

"Tentu saja.... hatimu tertinggal di rumah wanita itu!!!" Teriak Hadrat.
Asokka menoleh,ia memberi isyarat dengan jari membelah kedua bibirnya secara vertikal.

"Ya ampun... aku hampir saja menendang wanita itu dari rumahnya." Hadrat membungkam mulutnya sendiri dengan kedua tangannya seraya melirik kesana kemari.

Asokka melongok di gerbang kecil. Ia terlambat mengatakan sesuatu tentang Rawbin karena Aqirra sudah meluncur dengan mobilnya. Rahangnya yang semula terbuka hampir memanggil "Nona", seketika tertutup. Tangan kanannya terangkat hampir ikut serta meneriaki Aqirra perlahan ia turunkan.
Ia hanya membuat-buat alasan agar suatu saat Aqirra percaya tentang Fursan.

"Jika dia orangnya, jangan kau tunggu sampai beruban!,"

"Jangan berlebihan... aku hanya iba padanya..."

"Apa kau sudah lupa?Kau baru saja terlihat tidak waras tadi, ha!ha!ha!," Hadrat tertawa terbahak-bahak.

Asokka membiarkannya tertawa lepas. Meninggalkan Hadrat dengan perasaan kesal karena tak dapat menyembunyikan wajahnya yang memerah.

LAW TISMA'IYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang