"Rawbin... kecilkan suaramu..." perintah Aqirra lembut. Ia tetap fokus mengawasi lampu merah. Bukan Aqirra tidak peduli, ia hanya malas karena terus meladeni celoteh adik iparnya.
"Kakak... bagaimana kalau kita ikuti mobil itu?,"
"Tidak usah... mungkin dia ada urusan lain,"
Mobil Rausa juga berhenti ditempat yang sama. Rawbin melihat jelas Asokka yang di dudukkan di bangku belakang. Rausa melupakan kaca jendela tempat Asokka bersandar yang terbuka.
Aqirra melajukan mobilnya kearah yang berbeda.
Jalanan tidak terlalu ramai karena orang-orang beraktifitas di tempat kerja masing-masing. Anak-anak sekolah pun belum membubarkan diri. Terkecuali Rawbin yang begitu antusias dengan tawaran Asokka."Kakak.... aku melihat tuan Asokka tadi seperti orang tertidur..."
Aqirra menepi dibahu jalan. Ia memejamkan matanya sejenak.Aqirra teringat gelagat mencurigakan Rausa saat memasukkan Asokka ke dalam mobil.
"Dan seseorang yang bertubuh besar, rest area yang masih sepi,kita juga tidak menemukan security disana. Kenapa aku harus terbawa omong kosong Rawbin?."
"Kakak... yang kau katakan itu benar," Dengan wajah riang Rawbin meyakinkan Aqirra, meski dia tidak tahu apa yang diucapkan Aqirra. Ia hanya ingin segera bertemu Asokka.
Kesal dan resah bercampur aduk. Resah atas apa? Ia sendiri tidak tahu. Bibirnya berdesis. Tak dapat diduga,bahkan Rawbin tak menyangka saat ini. Rawbin pikir Aqirra menuruti ucapannya,namun tidak. Aqirra mendahulukan resahnya. Kekhawatiran yang ia sendiri tidak bisa mengatasinya. Ia juga tidak mengerti kenapa perasaan kalut itu datang sejak melihat Rausa membawa pergi Asokka. Nampaknya ia juga melihat kemalangan dibalik terpejamnya mata Asokka.
Secepat kilat ia mencari celah jalan untuk berputar balik mengejar mobil Rausa.
"Kakak.... hati-hati...."
Mobil Aqirra melesat cepat namun tidak terlihat ugal-ugalan dan tetap stabil.
Beruntung jalanan memang tidak ramai."Mereka kearah sana kak..." ada tikungan dengan jalan menurun.Aqirra mengurangi kecepatannya karena jalan itu.
"Kakak kita harus menemukannya.... mungkin saja dia dalam bahaya..." Rawbin memang suka berceloteh.
Aqirra tidak lagi memperhatikan celotehnya.
Tentara hatinya mulai menangkap mobil Rausa yang melaju dengan kecepatan sedang. Ia tetap menjaga jarak.
Kini Aqirra tepat dibelakang mobil Rausa."Lakukan sesuatu agar mobilnya berhenti," perintah Aqirra.
Rawbin mengeluarkan sesuatu dari dalam tas.
Sebuah pistol mainan dengan banyak peluru selalu ia bawa untuk berjaga-jaga dari kejahilan teman-temannya.Rawbin mengeluarkan kepalanya untuk menembak plat nomor mobil Rausa.
"Dor!"
Platnya terjatuh di jalan tanpa mereka sadari."Assalamualaikum pak polisi,"
"Ada apa anak kecil?"
"Aku mau melapor mobil crize berwarna biru plat nomornya tidak lengkap,"
"Lain kali suruh orang tuamu yang melapor..."
"Maaf..."Rawbin mematikan ponselnya.
*****
Setelah mereka melalui jalanan yang cukup sepi hanya ada padang rumput dan pohon-pohon hijau, lima menit saja Aqirra mendapati dua orang polisi dipos jaga menghentikan Rausa. Seorang polisi dengan secarik kertas dan sebuah pena ditangannya, memberikan sanksi pada Rausa. Rausa pikir, ia akan lolos dari polisi mengenai Asokka.Rawbin bergegas turun dari mobil lalu membanting pintu. Ia berlari mendekati mobil Rausa tanpa peduli polisi disekitarnya. Bahkan Rausa yang mungkin berbahaya. Apalagi pria bertubuh besar itu yang tertunduk di hadapan polisi, membuat nyali bocah tadi menjulang tinggi.
"Tuan!Tuan!Tuan!" Rawbin mengetuk kaca jendela tempat Asokka bersandar.
Aqirra hanya mengawasi dari mobil yang bersebelahan dengan mobil yang kehilangan plat belakangnya itu.Asokka tak kunjung sadar.
Rawbin berlarian menghampiri kedua polisi tadi. Ia menarik seorang diantara mereka."Pak polisi, coba lihat! Ada seseorang didalam sana. Sepertinya dia pingsan"
"Apa kau yang melaporkan mobil ini tadi?"
Rawbin mengangguk."Baiklah, karena laporanmu tadi bisa dipercaya, maka kali ini aku akan percaya juga." Si polisi mengikuti langkah Rawbin.
"Jadi yang kita hadapi anak kecil?!!," Amarah Rausa memuncak.
Ia memukulkan tasnya pada si bodyguard. Ia benar-benar merasa dibodohi.
Aqirra turun dari mobil. Ia melangkah perlahan dengan kepedihan hatinya. Ia tidak dapat meraba kenapa ia harus seperti ini."Ayah..."
Ia melihat Asokka terduduk dengan kepala bersandar kaca jendela. Ia hanya teringat seseorang dimasa lalu dengan keadaan yang hampir serupa, terpejam tak berdaya didalam mobil.
Ia terus menatap Asokka dan hampir menitihkan air mata."Rawbin,ayo kita pergi!" suaranya nampak melemah, dihadapkan pada gelombang ingatan yang pahit.
"Kakak,katakan sesuatu... agar semua cepat selesai..." pinta Rawbin.
Ada panggilan dihatinya. Ia meluangkan waktu untuk hal tersebut."Apa ini?" Polisi menemukan cairan berbotol sprei dan botol air mineral di dalam mobil.
Gadis berusia 24 tahun itu digelandang memasuki pos polisi besama orang suruhannya.
*****"Kalau begitu kami pergi dulu" Rawbin berpamitan.
"Nona" panggil salah satu polisi yang terlihat lebih muda saat Aqirra bangkit dari tempat duduknya.
"Aku tidak punya informasi lagi." Ketus Aqirra karena tidak merasa nyaman dengan gelagat polisi tadi.
"Nomor ponsel anda?" Polisi tadi terlihat menggoda dengan kedipan mata.
"Asal kau tahu saja, ayahku seorang petinggi tentara. Kau bisa kehilangan pekerjaanmu jika bersikap sepèrti ini." Ucap Aqirra seraya menakuti.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAW TISMA'IY
RomanceAku pikir memaafkan mu sama seperti menyakiti diri sendiri,ternyata itu adalah obatnya. Bayang-bayang wajah yang tersakiti membuat tidur asokka tak pernah nyenyak. Bumi yang ia pijak masih merekam betapa kejamnya kegelapan yang membuat Asokka berala...