"Noh! Ini gimana? Budget buat klub kita kok jadi dikit gini sih!?" Pekikan suara Om menyapaku, tepat saat aku datang. Belum sedetik aku berada di ruangan klub ini, tapi kertas laporan yang dipermasalahkan itu sudah menghalangi jalan dan pandanganku.
Aku mengreyit saat mulai membaca semua detail dokumen itu (yang dimana Om dengan penuh "kasih sayang" menyuguhkannya tepat di depan wajahku). Aku ingat dengan baik nominal yang ku ajukan karena jumlahnya lebih banyak dari biaya ulang tahun Aim Patcharapa. Jelas-jelas aku minta bujet 25,000 baht untuk biaya mengganti satu set drum yang sudah berumur.
Tapi kenapa disitu tulisannya cuma 5,000?! Lalu sisa 20,000 ada dimana?!
"Taik... Lo tau kan, nanti tagihan drumnya bakal dianter kesini. Apa kita harus kabur, terus ngamen di pinggir jalan gitu?!" Om terus saja berteriak tak ada hentinya. Sementara, anggota klub lainnya mulai kelihatan bingung dan kacau. Jadi sebagai ketua klub, apa yang harus ku lakukan?
"Aku pergi bentar!"
***
Suara decit sepatu kulitku menggema saat aku berlari menuju Gedung Utama. Aku khawatir ruangannya sudah tutup karena hari semakin sore. Saat ini otakku benar-benar tidak karuan. Aku masih tidak mengerti, bagaimana hal semacam ini bisa terjadi. Dan aku sendiri benar-benar ketakutan kalau-kalau memang ternyata telah membuat kesalahan sebagai ketua klub. Brengsek! Kapan Aku pernah bikin salah kayak gini?! Aku sudah yakin sekali kalau nanti, kami pasti akan mendapat bujet sesuai yang kami minta. Aku yakin sekali sampai aku sudah pesan drum setnya, dan barangnya segera diantar. Tapi kok bisa-bisanya mereka memotong dana kami seenaknya?!
YES! Ruang OSIS masih terbuka. Aku berharap bisa bertemu orang yang punya wewenang untuk memperbaiki semua ini.
"Halo, saya perwakilan dari klub musik. Saya ingin minta sesuatu, tolong periksa proposal anggaran kami! Kami pikir, kalian melakukan kesalahan!" Nampaknya teriakanku sia-sia karena ruangan ini lengang. Tapi sesaat kemudian, aku melihat seorang cowok menyembul berdiri ditengah-tengah ruangan itu.
Phun Phumipat. sekretaris OSIS selama dua tahun berturut-turut. Dia seangkatan denganku (walaupun kami tidak terlalu akrab).
Iya dia solusinya. Aku yakin dia bisa bantu.
"Phun! Bisa nggak kamu periksa anggaran untuk klubku? Plis? Plis? Plis? Ada 20.000 yang lenyap! Aku bisa gila sekarang!" Aku memutuskan untuk memanfaatkan persahabatan kita (yang juga tidak terlalu akrab) sebagai sebuah senjata. Saat pertama kali melihatku, dia nampak terkejut, tapi kemudian dia berjalan ke rak dan membuka tumpukan dokumen untukku.
"Sebentar ya Noh." Pasti. Aku bisa menunggu.
Aku berdiri disana melihat Phun sedang membolak-balik dokumen. Aku benar-benar berharap kalau kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah 'O iya, kami ada kesalahan,' atau 'sisa uangnya di berikan minggu depan' atau kata-kata semacam itu lah. Tapi sejujurnya harapanku memang tidak terlalu besar, karena OSIS jarang membuat kesalahan (khususnya kalau Phun yang memeriksa pekerjaan mereka). Ditambah lagi, sebelumnya kami tidak pernah menambah anggaran seperti saat ini.
"Kami tidak bikin kesalahan, anggarannya tertulis jelas disini. Coba deh liat, Noh." Phun mengatakan hal yang paling tidak ingin ku dengar. Dia menyerahkan berkas itu kepadaku agar aku bisa melihat sendiri. Walaupun ukuran hurufnya sangat kecil, tapi angka 5.000 yang tertulis disitu benar-benar membuatku terperanjat dan hampir terjatuh.
"Kok bisa sih!?"
"Waktu rapat anggaran, kamu tidak datang kan? Siapa kemarin yang disuruh sebagai perwakilan?" Kata-kata Phun membuatku berpikir sejenak ke masa lalu. Aku baru ingat. Rapat anggaran untuk klub dan aktifitas sekolah lainnya selalu diadakan tiap tahun. Tapi waktu rapat itu diadakan, aku sedang tidak berada di Bangkok. Seluruh anggota keluargaku pergi ke Petchburi untuk menengok nenek. Maka dari itu, perwakilan yang datang ke rapat saat itu adalah...
Dasar Ngoi*! (Ngoi = Goblok)
Nama aslinya Ngaw, tapi kalau aku lagi marah, aku memanggilnya Ngoi (toh kedua nama itu sama-sama jelek, menurutku). Dia anggota klubku. Saat itu, kami mengundi karena tidak ada yang mau datang dan yang terpilih adalah Ngoi. Belum lagi, rapat itu biasanya berlangsung selama 12 jam. Belum lagi, biasanya klub lain suka menyudutkan kami. Tapi kok, Ngoi tega-teganya melakukan ini?!
"Waktu rapat kemarin aku datang. P'Aun dari klub Budaya Thailand terus-terusan memotong anggaran untuk klubmu. Karena kalau nggak begitu, dia harus memotong anggaran untuk klubnya sendiri. Ngaw terlalu takut untuk menghadapi p'Aun, jadi dia cuma duduk diam saja disana. Akhirnya cuma 5.000 saja yang tersisa untuk klubmu. Sebenarnya waktu itu, aku sendiri juga bingung dan penasaran, kamu bakal keberatan atau nggak."
"Ya iyalah Aku keberatan! Lalu apa yang harus kulakukan sekarang?!" Aku mulai meneriaki diriku sendiri karena Aku tidak tahu hal yang bisa dilakukan selain berteriak. Sementara itu, ruang OSISnya sunyi senyap.
Berkas itu dilempar ke atas meja saat Phun mulai mengatakan sesuatu.
"Aku punya jalan keluarnya...."
"Beri tahu, Phun! Beri tahu sekarang juga! Aku rela melakukan apapun itu!" Kesempatanku ada disini, mana mungkin aku melewatkannya begitu saja?! Aku menatap wajah temanku-yang-tidak-terlalu-akrab menunggu jawaban. Aku tidak sadar kalau dia melihatku dengan tatapan yang aneh.
Kalau andai saja Aku tahu apa yang akan terjadi, Aku tidak mungkin mau mengucapkan kata-kata tadi kepadannya.
"Noh, mau gak jadi pacarku?"
***
End Chapter 01
YOU ARE READING
Love Sick - Kehebohan Manusia Celana Biru
Ficção AdolescenteDalam situasi yang genting, Noh, tokoh utama dalam novel ini, hanya bisa meminta tolong kepada PHUN, si ketua OSIS. Hanya dengan satu syarat. Noh harus mau menjadi pacarnya Phun. Sebuah novel karya Indrytimes, yang sudah menjadi TV Series (2 Season...