Butuh waktu cukup lama bagi Phun sampai akhirnya berhasil menyeretku masuk ke dalam rumah. (Sumpah demi apa pun, aku sudah mencoba berontak, tapi jujur saja, aku tidak mampu melawan karena tenaganya lebih besar daripada aku). Setidaknya, pantatku yang dari tadi sudah khawatir, sekarang berkenan duduk di kursi bawah pohon di taman rumahnya.
Phun menatapku tajam, seolah-olah ada satu juta delapan ratus hal yang ingin dia sampaikan kepadaku, tapi tidak tahu harus memulainya dari mana.
Secara pribadi, jelas aku sendiri ragu, apakah di sini aku ingin duduk dan mendengarkannya. -_-"
"Noh." Akhirnya dia menyebut namaku. Aku sempat terperanjat di tempatku duduk. Jadi sekarang, apa yang harus aku lakukan pertama kali? Apa aku harus kabur? Menggali lubang? Telepon polisi? Atau mengirimkan Bat-signal? T__T
Phun menatap lekat-lekat wajahku, dia bisa bisa melihat dengan jelas betapa muaknya diriku saat ini. Dia mendesah.
"Aku bukan gay. Aku sudah punya pacar. Ce-wek. Kamu kan juga sudah tahu tentangnya. Aim itu pacarku." Kenapa anak ini? Kenapa dari tadi selalu mengulang kata-katanya? Bagaimana pun, apa yang dia bicarakan memang masuk akal. Perasaanku jadi sedikit lebih lega.
Responku secara alami adalah mengangguk. Karena aku sendiri tahu, dengan kenyataan bahwa Aim adalah pacarnya Phun. Dia memang seumuran dengan kami, tapi tidak satu sekolah dengan kami. (Ya iya lah! Sekolah kami adalah sekolah khusus laki-laki.) Aim itu cantik sekali, dan aku tidak bercanda tentang kecantikannya. Dia nampak cantik, walaupun sama sekali tidak sedang berdandan. Dia selalu mengenakan pakaian yang modis layaknya wanita ber-duit pada umumnya. Pokoknya, kalau dia itu pacarmu, nggak mungkin kamu akan merasa malu punya pacar seperti dia. Apalagi kalau dia datang ke sekolah kami, semua orang menatapnya dan mulai meneteskan air liurnya.
Semua bilang, kalau Aim dan Phun adalah pasangan yang disatukan oleh surga. Kenyataannya, aku termasuk salah satu dari yang juga mengatakan seperti itu. Mereka sangat cocok satu sama lain sih.
Karena itulah, mau tidak mau, aku jadi penasaran tentang apa yang akan Phun katakan selanjutnya.
"Tapi... Aku ingin pacaran denganmu, Noh."
Anjir. Cukuplah aku mendengarkan semua ini!
"Baik kalau begitu, Phun. Aku tetap berpegang teguh pada pendirianku sebelumnya. Aku pikir aku harus pulang sekarang, aku sudah tidak mau mendengar semua ini lagi." Cepat-cepat aku beranjak dan berniat pergi meninggalkan tempat ini. Aku sudah tidak main-main lagi. Aku sama sekali tidak mengerti jalan pikirannya. Bagaimana bisa dia duduk di sini mencoba untuk meyakinkanku kalau dia bukan seorang gay? Bahkan sampai membawa-bawa Aim sebagai buktinya. Tapi sekarang dia bilang kalau dia ingin melakukan 'hal aneh itu' bersamaku?
"Keluargaku memaksa agar aku pacaran dengan seseorang. Aku tidak bisa melawan permintaan mereka. Aku hanya punya adik perempuanku seorang yang bisa membantuku. Dia bilang kalau aku punya pacar cowok, barulah dia mau membantuku."
Hah? Apa?! O.o Dia berbicara dengan cepat dan hanya sedikit saja yang ku pahami. Aku mulai sadar, kalau aku harus menaruh perhatian lebih besar saat ini.
"Apa tadi? Bicara pelan-pelan yang jelas.""Aku bilang, keluargaku memaksa agar aku pacaran dengan seseorang." Phun mendesah keras sebelum lanjut berbicara. Sementara itu, aku kembali duduk di sampingnya seperti sebelumnya. "Oke?"
"Aku tidak bisa melawan keinginan orang tuaku. Kamu tahu kan kalau mereka itu sangat kaku, Noh." Dia benar. Aku ingat dengan baik, saat pesta ulang tahunnya, dua tahun yang lalu. Aku harus benar-benar mengendalikan diriku. Aku harus menahan diri agar tidak mengumpat, rasanya lebih menyiksa dari pada harus menahan kentut. Maksudku, kalau kamu kentut mungkin orang-orang tidak akan tahu (Kayaknya gitu kan ya?) tapi kalau aku mulai mengumpat, aku bisa langsung tahu, saat itu juga aku akan ditendang keluar dari rumah besar itu. Setelah pesta, aku langsung mendatangi Om. Dia harus mendengarkanku berkeluh kesah selama tiga jam tanpa henti. Telinganya mungkin jadi kebas.
YOU ARE READING
Love Sick - Kehebohan Manusia Celana Biru
Novela JuvenilDalam situasi yang genting, Noh, tokoh utama dalam novel ini, hanya bisa meminta tolong kepada PHUN, si ketua OSIS. Hanya dengan satu syarat. Noh harus mau menjadi pacarnya Phun. Sebuah novel karya Indrytimes, yang sudah menjadi TV Series (2 Season...