"Sempurna."
Woojin memperhatikan penampilannya di cermin kamarnya. Ia memilih kemeja merah muda dengan aplikasi warna putih di dekat kancingnya, dibiarkan terbuka menampilkan kaos putih yang terlebih dahulu membungkusnya. Ia mengambil jaket jeans sebagai sentuhan terakhir yang sepadan dengan celananya. Musim gugur masih berlangsung dan Woojin tak ingin dingin menyergapnya.
Pria itu beralih pada meja yang berada di sebelah ranjangnya. Mempersiapkan barang-barang untuk dimasukkan ke dalam tasnya yang berwarna cokelat muda. Setelah meyakinkan diri bahwa semua barang telah masuk, ia membawanya di bahu kanannya dan mengambil handphone hitamnya. Woojin berjalan pelan menuju pintu kamarnya dan menutupnya.
"Hyung mau kemana?"
Woojin membalikkan badannya sebelum kaki kanannya menapak anak tangga. Tiga meter darinya, Jeongin, adiknya memanggil sembari menutup pintu kamarnya. Dilihatnya sang adik juga membawa tas.
"Kamu kuliah pagi?" diusap lembut rambut hitam Jeongin saat adiknya sudah berdiri di dekatnya.
Jeongin mengangguk cepat, "hyung mau kemana?" diulang lagi pertanyaan itu berharap mendapat jawaban.
"Sesekali keluar rumah tak apa, kan?" dilihatnya Jeongin mengangguk sekali lagi.
Woojin menuju dapur. Disiapkannya roti tawar dan telur untuk sarapan sederhana mereka. Woojin sudah sibuk dengan roti, Jeongin bagian menyiapkan susu untuknya dan Woojin. Ia berlalu menuju meja makan sembari menyiapkan alat makan.
"Hari ini sampai sore, Jeongin?" Woojin bertanya dengan dua piring sandwich di tangannya pada si adik yang sudah duduk menantinya.
"Iya, hyung. Aku ada rapat klub dance sebentar. Boleh, kan?"
"Tentu. Siapa yang melarang? Untuk kompetisi hari sabtu?"
Jeongin mengangguk, tak bisa menjawab karena mulutnya penuh dengan tangkupan roti yang barusan dilahapnya. Woojin tertawa, sembari tangannya menyeka remah-remah di sudut bibir adiknya.
"Hyung datang, kan?" Woojin mengangguk.
"Harus ya, hyung. Sekali-kali lihatlah aku sedang menari, jangan selalu menatap laptop terus," Jeongin melengkungkan bibirnya sedikit sedih, karena dua kali kompetisi kakaknya tidak bisa hadir.
"Aku pasti datang, untukmu." Woojin tersenyum pada adiknya.
"Oh iya, hyung juga bisa bawa orang lain, kok. Teman, mungkin, hmm... Pacar juga boleh, kok,"
Mata Woojin membulat sempurna.
"Kamu meledekku, ya!"
Jeongin tidak bisa membalas jitakan sayang dari hyung-nya.
"Hati-hati, ya hyung." Jeongin menampilkan senyum manisnya saat mereka harus berpisah di ujung jalan. Jeongin menuju halte bus terdekat dan Woojin memilih berjalan di sekitar rumahnya mencari tempat yang tepat.
"Kamu juga. Beritahu hyung saat akan pulang, Jeongin-ah."
Woojin melihat Jeongin mengacungkan jempolnya tanda setuju. Kemudian, pemuda itu menghilang berbelok ke kanan di pertigaan besar itu.
Woojin melangkahkan kakinya. Mengarahkan kakinya perlahan tak tentu arah. Berusaha mencari tempat-tempat yang kiranya ia bisa memulai pekerjaannya. Lima menit berlalu, Woojin berhenti.
"Happiness?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness (woochan) ✔️
Fanfiction"Terima kasih." "Untuk?" "Sudah jatuh di hatiku sedalam-dalamnya." Saat lonceng di pintu berbunyi untuk kali kedua, Chan sadar bahwa hati kecilnya telah menjatuhkan diri pada pelanggan pertama awal hari itu.