2: Burung Gereja

629 130 19
                                    



“AYAH GILA?”

“Yunseong, jaga nada bicaramu,” ucap pria di hadapan Yunseong.

“Tapi ketetapan Ayah yang kali ini gila, Yah. Bagaimana bisa Ayah setega itu?”

Hwang Minhyun, atau yang dipanggil Ayah oleh Yunseong hanya terdiam, enggan menyahuti putranya lagi.

“Yunseong, keluar, tenangkan pikiranmu,” Ibunda Yunseong, Hwang Chaeyeon, meminta putranya untuk pergi sejenak dari hadapan suaminya.

Chaeyeon sepertinya takut Minhyun meledak karena putranya sendiri selalu keras kepala dan menentang Ayahnya sendiri.



“Maaf, Ayah, Bunda, Yunseong ijin undur diri.”







sparkle





Yunseong melangkahkan kakinya menuju ke sebuah tangga lebar yang dijaga oleh beberapa oknum bersenjata.

Berbekal kartu identitasnya, tanpa menemui kesulitan sedikitpun, Yunseong dapat menerobos masuk dan menuruni tangga yang menuju ke kota bawah tanah tersebut.

Benar, kota bawah tanah sudah diabaikan. Terbukti, tak ada penerangan apapun selain dari obor yang terpasang di seluruh lorong, menemani langkah pelan Yunseong yang terus lurus ke bawah.




Sesampainya di ujung anak tangga, tepat di pos penjagaan yang bertujuan untuk mencegah orang dari kota bawah tanah naik ke atas, mata Yunseong melotot lebar.

Ada anak gadis yang tengah didorong dan ditarik kasar oleh para penjaga, sesekali menerima tamparan dan tendangan pula.

Dan sebelum tangan penjaga itu sukses memukul si gadis untuk yang kesekian kalinya, Yunseong sudah lebih dulu berlari dengan teriakan isyarat meminta mereka untuk berhenti.





“BERHENTI, DIA PEREMPUAN, KALIAN BUTA?”







sparkle






Mata Chaewon yang awalnya terpejam karena sudah pasrah pada pukulan yang mungkin akan ia terima lagi itu terbuka, terbelalak kaget.

Pekikan itu menghentikan gerakan tangan penjaga-penjaga bertubuh besar yang sedari tadi mendorong kasar tubuhnya.

Anak laki-laki yang memekik tadi tampak berlari tergopoh-gopoh, lalu mengeluarkan kartu identitasnya.

Penjaga-penjaga itu mendadak membungkuk hormat, Chaewon yang tenggelam dalam tanda tanya besar itu tersentak saat lengan yang mendekap erat perutnya itu ditarik.

“Ayo, pergi dari sini,” dan tubuh Chaewon itupun tertarik lemah mengikuti langkah anak laki-laki di depannya hingga beberapa meter menjauhi pos penjagaan.



Chaewon meringis, tubuhnya kemudian jatuh bersimpuh, membuat pegangan Yunseong terlepas begitu saja.

Yunseong mengamati Chaewon yang jatuh bersimpuh di belakangnya dengan tatapan menusuk, “Lo gila? Lo ngapain maksa naik ke atas? Lo perempuan, lo mau mati dihajar mereka?” sentaknya kemudian.

Chaewon agak bingung dengan beberapa kosakata yang terdengar asing di telinganya.

“Lo? Namaku bukan 'Lo', aku Chaewon, Kim Chaewon,” cicitnya sembari menunduk dan mempererat dekapan pada perutnya


Seiring dengan tundukan kepalanya, Yunseong menyadari bahwa tubuh gadis itu lebam di sana-sini, ia pun tak pernah melepas dekapan tangan dari perutnya.

Yunseong melunak, “Perut kamu sakit?”

Kali ini Chaewon mengerti, kepalanya menggeleng ringan, “Sedikit, tapi nggak terlalu.”

“Terus kenapa tanganmu dekap perut terus? Tanganmu nempel sama perut?”

Chaewon mendongak, matanya berbinar antara  menahan rasa dan antusias, Yunseong hanya meringis melihat lebam dan binaran mata Chaewon.


Chaewon yang jatuh bersimpuh itu berusaha bangkit dari posisinya, namun tubuhnya oleng hingga menabrak tembok di sebelahnya.

“Aw,” Chaewon meringis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Aw,” Chaewon meringis. Sepertinya tubuh Chaewon mulai merasakan sakit karena ulah kasar para penjaga tak berperasaan itu.

Yunseong segera berjongkok dengan panik, “Biar kuantar pulang ke rumah. Ayo naik, kugendong, tapi lepasin dulu dekapan di perutmu.”



Chaewon pun berangsur-angsur melepas dekapan di perutnya, menampakkan seekor burung kecil yang familiar di mata Yunseong.

Burung Gereja, sepertinya sayap burung itu patah, dan tepat sekali, tangan Chaewon yang sedari tadi mendekap erat perutnya itu adalah untuk memeluk dan melindungi burung kecil tersebut dalam dekapannya.

Mata Yunseong melotot lagi, “Jangan bilang—”









Chaewon meringis, “Iya, burung ini kayanya jatuh dari salah satu lubang udara, terus tersesat di sini. Aku mau bawa dia keluar, naik ke atas, karena rumahnya bukan di kota bawah tanah, tapi kota indah di atas tanah.”

[C] Sparkle | Yunseong, Chaewon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang