Kesendirian Yang Haqiqi 💨

332 26 1
                                    

Amira Shahunna. Cewek usia 17 tahun yang sedang menikmati kisah jomblowatinya.

Dia sering dipanggil Una. Cewek ini sedikit petakilan. Suka makan. Hobi nyolot kalo diajak debat.

Dia itu baik, malah baik banget.

"Una cantik." Panggil salah satu teman kelasnya.

"Iya iya, gue bukain hotspotnya." Sebuah kode yang sangat Una kenali.

Namun lima menit kemudian, Una mematikan data selulernya.

"Heh, mampus lu!" Desis Una

Ya, Una baik, tapi jarang.

...
Sekarang ini Una lagi diajak ke cafe sama temen-temennya.

"Gue bukannya pengen ngomongin orang nih, tapi Si Tira tuh katanya mau nikah loh." Ini manusia namanya Hilda. Ngomongnya sih 'bukan ngomongin orang' tapi faktanya kebalik.

"Lah? Itukan adek kelas kita. Cepet amat nikahnya?" Ini satu lagi manusia kalo dihubungin sama berbau ghibah dia ga bakal nolak, namanya Cici.

Una nyipitin matanya, "Satu-satunya alesan bocil kek Tira nikah duluan itu cuma satu."

"Hamil." Sahut Hilda dan Cici

"Hmm, untung kita jomblo, ya gak?" Ucap Una lalu menyeruput americano coffee yang sejak tadi ia pesan.

Hilda tertawa pelan, "Oh iya lupa, persahabatan kita kagak boleh ada rahasia-rahasiaan kan?" Tanya Hilda mengambil atensi Una dan Cici.

Una dan Cici mengangguk, keduanya penasaran dengan Hilda.

"Gue kemarin jadian sama Rian." Ucap Hilda dalam satu napas.

Kedua temannya melongo, "Serius, beib?" Tanya keduanya. Hilda mengangguk lemas.

Una mengangkat satu tangannya, matanya menatap pelayan kafe yang berdiri tak jauh dari tempat duduk mereka, "Mbak," panggil Una

Pelayan itu datang dengan senyuman, "Ada yang bisa saya bantu?" Tanya pelayan itu

Una menatap Hilda dengan tatapan seperti ingin berperang, "saya mau pesen Black Ivory."

Hilda dan Cici terbelalak. Menu kopi tersebut sangatlah mahal. "Omaigad! Na, lu pinter banget." Sanjung Cici setuju, "Mbak, saya pesen itu juga yah."

"Dan yang pasti Hilda yang bayar semua." Cici dan Una tertawa bak mafia yang berhasil menyudutkan tergetnya.

"Baik, pesanan akan segera datang." Pelayan tersebut berbalik.

Hilda menatap sendu kedua temannya yang masih tertawa. "Terulang lagi." Gumam Hilda

...

Una menatap leptop dengan kesal. Moodnya sedang tidak bagus.

"Kenapa akhirnya pisah? Kenapa cowoknya malah milih cewek laen?!" Gerutu Una

"Una! Amira Shahunna! Anaknya mami yang cantik! Sini dulu!"

Una menatap pintunya dengan kesal, "Mami ngapain manggil-manggil."

"Una! Una?!"

Una berdiri dari kasurnya lalu berjalan keluar kamar. Ia menemuka. Maminya sedang meratapi bahan dapur yang kelihatan kosong. Una menghela napas.

"Mana uangnya?" Tanya Una.

Bu Shahida atau lebih enak dipanggil Bu Ida terkekeh pelan. "Beli Garam ama micin. Nih uangnya."

Una mengerucutkan bibirnya, "Tambahin uangnya." Pinta Una manja

Bu Ida mencolek hidung Una dengan gemas, "Nih Mami tambahin. Tapi inget loh, beli yang isinya banyak harganya merakyat. Oke?"

Una tersenyum lalu meragakan hormat dengan tangan di kepalanya, "Siap, Mamiku tersayang!"

Una segera keluar rumah, ia berpikir sejenak, "Kalo gue ke warung ujung komplek, ah enggak deh. Ke minimarket aja. Disana enak, banyak jajanannya!"

Una memasukkan kunci motornya, "eh, lupa, lagi masa berhemat, kagak boleh make motor cuma buat ke minimarket doang."

Una berjalan dengan riangnya menuju minimarket yang ia tuju. Sebetulnya minimarket yang Una maksud jaraknya sekitar 500 meter dari rumah. jadi itu akan menjadi 1 km, jika Una pulang.

"Anak Mami harus kuat." Una berjalan pelan menikmati perjalanan yang sebetulnya membosankan.

Keluar komplek perumahan, Una disuguhkan anjing liar yang mendekatinya.

"Utututu, sayang. kagak boleh cium, oke? Nanti pulang dari minimarket gue kasih sosis. Diem sini dulu." Anjing itu menurut.

Una meninggalkan anjing itu. Ia melanjutkan perjalanan.

Lalu tanpa sengaja Una menabrak dua sejoli yansedang jalan-jalan di trotoar.

"Aduh!" Una belum melihat, siapa yang ia tabrak.

"Maaf, mbak." Suara si cowok meminta maaf membuat Una dengan cepat menoleh.

"Gua kerjain ah." Dengan senyuman jailnya, Una menarik kerah baju milik cowok itu. Lalu menampar pipi mulus itu.

Ceweknya malah nutup mulut, tak percaya.

"Tega kamu ya?! Ternyata kamu masih ada hubungan sama dia? Kamu bilang kamu udah putus?!" Una memainkan perannya dengan baik, bahkan sedikit genangan air mata sangat jelas di matanya

"Lo siapa?!" Bentak cowok itu

"Lo lupa apa pura-pura lupa? Lo gak inget semalem lo bilang gue adalah cewek terakhir dalam hidup lo! Tapi sekarang lo malah jalan sama mantan lo?"

Cewek itu, dia terlihat shock, "Arka!" Sekali lagi cowok yang ternyata bernama Arka mendapat tamparan keras.

Arka memegangi pipinya, ada sedikit robekan dibagian sudut bibirnya.

Una memilih berlari, seolah sedih karena ia diselingkuhi. Padahal, nyatanya, Una sedang bersandiwara. "Uh, sayangnya gue bukan konten kreator, yang akhirnya bisa teriak. 'prank' ke mereka berdua. Duh mending gue lari dulu yang jauh!" Gumam Una menjauhi dua sejoli yang Una buat berantem.

Una memperlambat larinya, ia menoleh ke belakang. "Una Una. Lu pikir bakal di kejar? Kek drama korea yang elu tonton? Bah! Halu halu!"

Wejangan author...
.
.
.
.
Kagak ada apa-apa sih. Hehe, author cuma lagi gabut, terus nulis ini.
Maapkeun kalo misalnya berantakan :)

See you :*

You Call Me Crazy??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang