Sampai di rumah, Una segera merebahkan tubuhnya di kasurnya.
Una masih memikirkan Papanya.
Ia mengambil ponsel dan mengirimi pesan singkat pada Papanya.
"Ada apa?" Sesingkat itu . . .
Beberapa saat kemudian ada pesan masuk, "Papa, kangen sama kamu."
Una mengabaikan pesan itu. Lalu ia mengambil novel yang ia pinjam dari perpus dan novel yang ia beli.
"Hmm, kalo gue bantuin Arka, terus bayarannya lima novel, gue gak termasuk matre kan?" Gumamnya pelan
Una harus memikirkan baik-baik, langkah yang harus ia ambil.
Kalau saja ia membantu, namun tanpa ada keuntungan baginya, Una akan sangat menolak membantu.
Jadi, sudah diputuskan.
"Gue bakal bantuin lo buat balikan sama mantan lo. Asal lo harus beliin gue 5 novel best seller dan isiin gue pulsa yang banyak."
Yah, ini namanya morotin.
Una berbaring menatap langit-langit kamarnya sambil menunggu pesan dari Arka.
Cukup lama.
Hm, Una mulai bosan.
Una bangkit, ia duduk dan menatap ponselnya.
Ia tersenyum miris, "Gue mintanya ngelunjak sih, mana mungkin dia mau."
Una berjalan lesu menuju kamar mandi, siang ini cukup gerah.
Tring . . .
Una menoleh cepat ke ponselnya yang ia tinggalkan di tempat tidur.
Satu-satunya jawaban yang ia harapkan adalah persetujuan dari Arka.
"Oke, gue beliin novel yang lo mau dan gue bakal isiin pulsa 500 K. Cukup gak?"
Una menutup mulutnya, tidak bisa dipercaya. "Harusnya gue minta 10 novel!" Gerutu Una, "Mudah banget dia jawab 'iya'. Apa sespesial itu yah si Amanda? Idih ini mah bucin level sultan. Mau aja gue porotin." Gerutu Una
Tapi, Una tersenyum senang, "Lima novel? Pulsa lima ratus ribu?" Beo Una, "Padahal ekspektasi gue tadi dia bakal isiin lima puluh ribu, eh eh, taunya melebihi ekspektasi gue!"
Una berbaring lagi di kasurnya. Niat untuk mandi telah ia lupakan.
. . .
"Mami!! Mami?!" Panggil Una menuruni anak tangga. Ia melihat mamanya sedang duduk di ruang tengah sambil menonton televisi yang menayangkan sinetron kesukaannya.
"Hm." Hanya sebuah gumaman
Una memanyunkan bibirnya, ia duduk di di sebelah Maminya.
"Tadi, Papa telfon." Una mengadu
Senyum Bu Ida sirna, "Terus?"
"Una matiin, terus Una kirim sms, Papi bilang dia kangen." Ucap Una
Bu Ida tersenyum tipis, lalu mengelus kepala puterinya.
"Jangan dendam sama Papi kamu, Sayang."
"Emang Mami gak marah sama Papi?" Tanya Una
Bu Ida menghela napas, lalu menggeleng pelan, "Gak lagi. Papi kamu udah cukup ngerasain akibat yang dia buat."
Una menggut-manggut. "Kenapa Mami gak rujuk aja sama Papi?"
Bu Ida menggeleng sambil memanyunkan bibirnya.
"Kalo gitu cari Papa baru aja." Usul Una asal
Bu Ida mengerutkan pelipisnya, "Ada-ada aja kamu. Gaklah, Mami Gak mau cari yang baru."
Una mengibaskan tangannya, " Ini Mami belum move on."
Bu Ida geleng kepala, sambil memukul pelan bahu Una. "Udah sana, belajar!"
Una memanyunkan bibirnya, "Belajar mulu. Di sekolah disuruh belajar, di rumah disuruh belajar. Mumet pala Una, Mi."
"Serah kamu aja deh."
Una manggut-manggut, lalu mencium pipi Bu Ida. "Una tidur cantik dulu, Mi!"
.
See You!
Monmaap ini pendek, gapapa? oke? Makasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
You Call Me Crazy??
Humor"Astaga! Dia yang waktu itu?!" Una bersembunyi dibalik tiang, namun sia-sia, Arka sudah melihatnya Arka menggeram kesal, ia mendekati persembunyian Una, lalu memergokinya. "Kenapa lo bilang gitu depan pacar gue?!" Suara serak Arka yang tertahan memb...