7

11 1 0
                                    

Tari membuka matanya dengan perlahan. Di lihatnya nuansa ruangan putih disertai bau obat-obatan yang menyengat. Ingatannya memutar kembali kejadian ia terlambat di sekolah.

Siapa yang sudah berbaik hati menolongnya?

"Ekhem" suara daheman di sampingnya menyadarkan bila ia tek sendirian.

Matanya menyorot sayu melihat aqsala menatap dingin ke arahnya.

"Kamu yang nolongin aku?" Tari bertanya lirih. Yang ditanya hanya melengos tidak menanggapi. Menganggap pertanyaan tari bagai angin lalu.

"Gak usah telat! Nyusahin!"

Tari nunduk dalam mendengar sentakan aqsala. Dadanya sakit menyalur ke tenggorokan.

Terkejut dengan nada bicara aqsala. Matanya memanas. Tak pernah ia selemah ini di hadapan orang lain.

Bahkan di depan ibunya sendiri ia tak pernah menangis.

Gelas menyodor di depan wajahnya membuat tari mengangkat kepala.
Dilihatnya aqsala menyodorkan gelas dan obat yang ia butuhkan.

Obat yang sepertinya di hafal aqsala. Dulu sewaktu mereka masih bersama, aqsala akan selalu ada untuknya ketika ia sakit.

Bedanya sekarang aqsala memandang tari dingin seakan memendam kebencian dalam. Tatapan yang dulunya selalu menghangatkan hati, sekarang justru membunuhnya.

Terima kasih sudah membaca😊 maaf banyak typo.

20/10/2019

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang